Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam
Vol. 5 No. 2 (2019): Desember 2019

- Pembedaan Kebebasan Beragama dan Penodaan Agama : (Studi Putusan No. 69/Pid.B/2012/PN.Spg)

Faiq Tobroni (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta)



Article Info

Publish Date
20 Jul 2020

Abstract

In examining cases relating to blasphemy, one of challenges is to distinguish between blasphemy and religious freedom. Case Number 69/Pid.B/2012/PN.Spg provides an interesting story about the importance of legal reasoning by judges to distinguish it. This research has the following problem formulation. How do judges use their legal reasoning to distinguish between religious freedom and blasphemy? and how is the legal reasoning viewed from the perspective of Human Rights? By using qualitative research methods, this study finds the following conclusions. As long as the religious opinion does not touch to question the authenticity of something sacred in a religion (such as the Scriptures), it is still safe to say as a difference in interpretation. But when the opinion has been touched to assess the authenticity or falsity of something sacred in a religion (such as the Scriptures), this opinion is vulnerable to be categorized as blasphemy because it can be considered as an expression that deliberately brings hostility or blasphemy against religion. This reasoning is in accordance with the division of two forums on religious freedom, namely the internal and external forums. Abstrak: Dalam pemeriksaan perkara berkaitan dengan penodaan agama, salah satu tantangan terbesar adalah membedakan antara penodaan agama dengan kebebasan beragama. Perkara Nomor 69/Pid.B/2012/PN.Spg menyediakan cerita yang menarik mengenai pentingnya penalaran hukum oleh hakim untuk membedakan kebebasan beragama dan penodaan agama. Penelitian ini mempunyai rumusan masalah sebagai berikut. Bagaimana hakim menggunakan penalaran hukumnya untuk membedakan antara kebebasan beragama dan penodaan agama? serta bagaimana penalaran hukum tersebut ditinjau dari perspektif Hak Asasi Manusia (HAM)? Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian ini menemukan kesimpulan sebagai berikut. Sepanjang pendapat keagamaan tersebut tidak sampai menyentuh untuk mempertanyakan keaslian sesuatu yang sakral dalam suatu gama (seperti kitab suci), pendapat keagamaan tersebut masih aman dikatakan sebagai perbedaan penafsiran. Tetapi ketika pendapat tersebut telah menyentuh untuk menilai keaslian atau kepalsuan sesuatu yang sakral dalam agama (seperti Kitab Suci), pendapat ini rentan dikategorikan sebagai penodaan agama karena bisa dianggap sebagai ungkapan yang sengaja membawa permusuhan atau penodaan terhadap agama. Penalaran seperti ini sesuai dengan pembagian dua forum kebebasan beragama, yakni forum internum dan eksternum.

Copyrights © 2019