cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam
ISSN : 24605565     EISSN : 25031058     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 248 Documents
Sanksi Kejahatan Layering (Heavy Soaping) Dalam Bentuk Funds Wire Akbar, Mochammad Fahd
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (511.745 KB) | DOI: 10.15642/aj.2015.1.1.1-28

Abstract

Abstrak: Artikel ini membahas tentang sanksi kejahatan layering (heavy soaping) dalam bentuk funds wire perspektif hukum pidana Islam. Sanksi tindak pidana layering (heavy soaping) dalam bentuk funds wire bila ditinjau dari pandangan hukum Islam, dikategorikan kepada jarīmah ta’zīr atas kemaslahatan umum (al-maslahah al-mursalah), karena perbuatan tersebut merupakan kejahatan (jarīmah) yang tidak diatur bentuk dan jumlahnya oleh shara’ dan nyata-nyata mengganggu kemaslahatan umum.  Hal ini didasarkan bahwa pada jarīmah ta’zīr hakim memiliki kewenangan yang luas untuk menetapkan suatu jarīmah dan hukumannya sesuai dengan tuntutan kemaslahatan. Pada jarīmah ta’zīr ini, al-Qur’ân dan hadis tidak menetapkan secara terperinci, baik bentuk jarīmah maupun hukumannya, dan mengenai hukuman yang dikenakan kepada pelaku layering (heavy soaping) dalam bentuk funds wire, dikenakan hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan yaitu berupa penjara yang dibatasi waktunya. Bagi pelaku, hendaknya dapat disita seluruh asset dan kekayaannya untuk menutupi kerugian negara karena tindak pidana pencucian adalah tindak pidana yang menghasilkan dana yang besar dan merugikan perekonomian suatu negara.Kata Kunci: Layering, funds wire, hukum pidana Islam.
Penghapusan Pidana Bagi Pejabat Negara Penerima Gratifikasi Fauziah, Nur Laeli
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (392.374 KB) | DOI: 10.15642/aj.2015.1.1.29-60

Abstract

Abstrak: Penghapusan Pidana bagi pejabat negara penerima gratifikasi yang melaporkan diri kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) pada Pasal 12 C UU 31/1999 jo. UU 20/2001 mengindikasikan  adanya kelemahan dalam hukum pidana materiil, yaitu penghapusan sifat melawan hukum materiil berwujud prosedur administrasi ketika melapor di Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Dalam fikih terdapat metode yang dinamakan sadd al-dzarīah, yaitu upaya preventif agar tak terjadi sesuatu yang menimbulkan dampak negatif. Hukum Islam tidak hanya mengatur perilaku manusia yang sudah dilakukan, tetapi juga yang belum dilakukan.Persamaan hukum positif dan fikih jināyah pada gratifikasi kepada pejabat negara terletak pada hukumnya yakni kedua sumber hukum tersebut sama-sama melarang tindakan gratifikasi. Sedangkan perbedaannya terletak pada hukuman dan implikasi yang diberikan terhadap penerima gratifikasi pada waktu melaporkan maupun  tidak melaporkannya kepada KPK.Kata Kunci:  Penghapusan pidana, pejabat negara, gratifikasi, fikih jināyah
Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dalam Penyidikan Kasus Korupsi Sodikin, Muhammad
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (275.393 KB) | DOI: 10.15642/aj.2015.1.1.61-82

Abstract

Abstrak: Artikel ini membahas tentang kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam penyidikan kasus korupsi  perspektif fiqh murâfa’ât. Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana yang diatur dalam PP. No. 43 Tahun 2012 mempunyai persamaan dengan al-Muh}tasib dalam hal kewenangan dan tugas untuk mengawasi berlakunya undang-undang dan menjaga ketertiban umum. Selain itu dalam sistem pembuktian Hukum Acara Pidana Islam dan Hukum Acara Peradilan Tindak Korupsi (Tipikor) ada persamaan dalam  hal pembuktian, yaitu bukti dibebankan pada pihak penggugat. Penulis merekomendasikan kepada aparat penegak hukum, khususnya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Komisi Pemberantasan Korupsi agar lebih serius dalam menangani perkara korupsi dan menggunakan sistem pembuktian terbalik pada delik gratifikasi dari pada menggunakan metode biasa. Hal ini dimaksudkan agar anggaran negara yang dikorupsi dapat dikembalikan pada negara.Kata Kunci: Kewenangan, penyidik, Pegawai Negeri Sipil, fiqh murâfa’ât
Ketentuan Pidana Denda Dalam Kejahatan Korupsi Di Tingkat Extraordinary Crime Wahyuningsih, Wahyuningsih
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.95 KB) | DOI: 10.15642/aj.2015.1.1.83-115

Abstract

Abstrak: Ketentuan pidana denda dalam kejahatan korupsi di tingkat extraordinary crime diatur dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam pasal 2 ayat (1). Pidana denda mempunyai manfaat lebih baik dari pada sanksi pidana perampasan dan memiliki efektivitas dalam membuat jera pelaku korupsi. Ketentuan pidana denda dalam kejahatan korupsi di tingkat extraordinary crime ditinjau hukum pidana Islam mempunyai kesamaan yaitu hukuman bagi orang yang berdosa dengan cara membayar harta sebagai sanksi atas dosanya. Perbedaannya terletak pada penerapan pidana denda dengan menggunakan prinsip proposional bahwa sanksi yang dikenakan harus sesuai dengan beratnya pelanggaran yang telah dilakukan. Sedangkan hukum pidana Islam menggunakan prinsip restorative justice dengan berpangkal tolak pada upaya pencegahan, rekonsiliasi dan pemaafan dalam rangka perdamaian. Kemudian hukum denda dalam pidana Islam tidak menetapkan batas terendah atau tertinggi, hal sepenuhnya diserahkan kepada hakim.Kata Kunci: Denda, korupsi, extraordinary crime, fiqh jinâyah.
Hukuman Bagi Pezina Di Sarawak Malaysia Othman, Ahmad Syazman Bin
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (200 KB) | DOI: 10.15642/aj.2015.1.1.116-128

Abstract

Abstrak: Dalam penyelesaian perkara bagi pezina di Sarawak Malaysia, Mahkamah Syariah di Sarawak Malaysia berdasarkan pada ketentuan Ordinan 46 Tahun 2001 Ordinan Kesalahan Jinayah Syariah 2001 yang berhubungan dengan kesusilaan oleh Hakim Mahkamah Tinggi Syariah di Sarawak Malaysia dijatuhi pidana denda tidak melebihi lima ribu ringgit atau penjara selama tempo tidak melebihi tiga tahun atau disebat tidak melebihi enam sebatan atau dihukum dengan mana-mana kombinasi hukuman itu. Dalam hal pelaksanaan sanksi bagi pelanggar yang telah melakukan tindak pidana perzinaan, perlu diberikan kewenangan kepada Parlimen bagi propinsi maupun DUN yang mewakili propinsi agar dapat bersama dalam menetapkan undang-undang, dan seharusnya tidak mengenepikan Syariat. Pentingnya ada pemersatuan ulama dan para cendekiawan dalam mengenalkan masyarakat tentang hukum Islam yang sebenarnya. Mahkamah Syariah maupun lembaga yang menjalankan hukum Islam haruslah mempunyai wewenang yang penuh dalam menjalankan hukum agama dan mendukung kerajaan dengan menyebar dan menerangkan arti sebenar hukum Islam yang ingin diberlakukan.Kata Kunci: Hukuman, pezina, Sarawak
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Kematian Petinju Akibat Kealpaan Penyelenggara Hadi, Umar
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.968 KB) | DOI: 10.15642/aj.2015.1.1.129-167

Abstract

Abstrak: Artikel ini membahas tentang pertanggungjawaban pidana terhadap kematian petinju akibat kealpaan penyelenggara perspektif hukum pidana Islam. Pertanggungjawaban pidana terhadap kematian petinju akibat kealpaan penyelenggara dalam KUHP adalah termasuk kelalaian yang mengakibatkan kematian orang lain yang dilakukan olah manager, inspektur pertandingan, dokter ring, dan wasit yang memimpin dan berperan dalam pertandingan, yang mana meraka akan terkena dalam pasal 359 KUHP dan Bab XII tentang pemalsuan surat khususnya pada pasal 263 ayat (1) KUHP. Dalam hukum pidana Islam hal ini berkaitan dengan pembunuhan kesalahan yang disebut (qatl al-khat}a’) yang mengandung 3 unsur yaitu; pertama; perbuatan yang menyebabkan kematian, kedua; terjadinya perbuatan itu karena kesalahan, Ketiga; adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan kematian korban. Berdasarkan hal tersebut, maka pelaku dikenakan sanksi denda 100 ekor unta atau setara dengan hal tersebut.Kata Kunci: Pertanggungjawaban, pidana, petinju, kealpaan
Sanksi Kumulatif Dalam Penyalahgunaan Narkotika Maria, Resah Anika
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.275 KB) | DOI: 10.15642/aj.2015.1.1.168-184

Abstract

Abstrak: Dasar hukum yang digunakan oleh hakim dalam menjatuhkan sanksi kumulatif yaitu karena pelaku penyalahgunaan narkotika melanggar ketentuan pasal 114 ayat l) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Dalam perspektif hukum pidana Islam juga terdapat sanksi hukuman kumulatif, yaitu berupa ditetapkannya hukuman ta’zîr dan diperberat dengan diyat, agar dapat menimbulkan efek jera dan tidak diulangi lagi oleh pelaku jarîmah tersebut. Kepada pemegang kebijakan riil hakim) dan aparatur negara diharapkan dalam penjatuhan hukuman pidana agar lebih tegas dan bila perlu lebih berat dalam menetapkan hukuman terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika agar menibulkan efek jera dan untuk memberantas kenakalan remaja dan seluruh masyarakat sebagai upaya memperbaiki setiap masyarakat. Sehingga hukum Islam mampu menjadi rahmat bagi alam semesta dalam peradaban manusia.Kata Kunci: Sanksi kumulatif, narkotika, hukum pidana Islam
Penggunaan Saksi Mahkota Dalam Pembuktian Tindak Pidana Perjudian Di Pengadilan Negeri Bangkalan Khoiriyah, Lailatul
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.95 KB) | DOI: 10.15642/aj.2015.1.1.185-199

Abstract

Abstrak: Tulisan ini membahas tentang tinjauan fiqh murâfa’ât terhadap penggunaan saksi mahkota dalam proses pembuktian tindak pidana perjudian No.216/Pid.B/PN.Bkl. Keberadaan saksi mahkota dalam pembuktian putusan Nomor 216/Pid.B/2012/PN.Bkl itu diperbolehkan menurut fiqh murâfa’ât karena alasan tidak ada bukti lain yang mendukung untuk memutus perkara dalam persidangan, dan saksi mahkota ini sangat diperlukan karena merupakan saksi kunci. Saksi mahkota dihukumi d}arûrât karena alasan saksi mahkota bisa dikeluarkan oleh penyidik dengan syarat tidak ada saksi lain selain saksi mahkota yang dapat membuka takbir kejahatan terdakwa, dan dilakukan di bawah sumpah. Adapun konsekuensi dari saksi mahkota itu sendiri ialah dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikannya suatu tuntutan yang sangat ringan apabila perkaranya dilimpahkan ke pengadilan atau dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan.Kata Kunci: Fiqh murâfa’ât, saksi mahkota, pembuktian
Hukum Pinjam Pakai Barang Bukti Hasil Tindak Pidana Pencurian Unasikah, Atik
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.152 KB) | DOI: 10.15642/aj.2015.1.1.200-223

Abstract

Abstrak: Artikel ini membahas tentang prosedur dan dasar hukum pinjam pakai barang bukti hasil tindak pidana pencurian, serta pandangan hukum Islam terhadap pinjam pakai barang bukti hasil tindak pidana pencurian di Polsek Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya. Prosedur pinjam pakai barang bukti pencurian hasil tindak pidana pencurian di Polsek Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya adalah membuat surat permohonan, melengkapi syarat-syarat permohonan, penyidik mempertimbangkan permohonan pemohon, dan persetujuan Kapolsek. Dasar hukum yang digunakan adalah KUHAP pasal 45 ayat 1, dan pertimbangan-pertimbangan penyidik adalah barang bukti tersebut digunakan diluar waktu persidangan, pemilik sangat membutuhkan, dan ada surat pernyataan atau perjanjian. Dalam hukum Islam, pinjam pakai barang bukti hasil tindak pidana pencurian di Polsek Wonocolo Kota Surabaya adalah mubâh} (boleh), karena melihat alasan pemohon yang sangat membutuhkan barang tersebut untuk kebutuhannya sehari-hari apalagi yang meminjam adalah pemilik sendiri. Walaupun keberadaan barang bukti adalah penting tetapi kebutuhan manusia lebih penting.Kata Kunci: Pinjam pakai. barang bukti, pencurian, hukum Islam
Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Penerapan Prinsip Strict Liability Dalam Kasus Kerusakan Lingkungan Hidup Rezeki, Septya Sri
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.658 KB) | DOI: 10.15642/aj.2015.1.1.224-235

Abstract

Abstraks: Dalam konsep hukum  pidana, pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak. Jika ia dipidana, bahwa tindakan yang dilakukan itu bersifat melawan hukum dan terdakwa mampu bertanggungjawab. Namun dalam UU RI No. 32 Tahun 2009 mengatur tentang pertanggungjawaban korporasi terhadap prinsip strict liability. Prinsip strict liability merupakan pertanggungjawaban tanpa atas dasar kesalahan, cukup fakta yang berbicara. Dengan kata lain, korporasi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya ketika kerugian itu ada, walaupun kasus tesebut belum diperkarakan di pengadilan. Sejalan dengan UU RI No 32Tahun 2009, hukum pidana Islam juga mengakui pertanggungjawaban korporasi yang diwakilkan oleh pengurusnya. Asas tersalah dalam Islam menjelaskan bahwa walaupun secara pidana pelaku pidana tidak dibebani pertanggungjawaban, namun beban ganti kerugian tetap ditanggung pelaku.Kata Kunci: Pertanggungjawaban, korporasi, strict liability, hukum pidana Islam

Page 1 of 25 | Total Record : 248