Ada beberapa tuduhan yang dilontarkan kepada kaum muda kini. Pertama, kaum muda kini telah kehilangan rasa nasionalisme atau emosi kolektif yang bersifat mempersatukan. Kedua, kaum muda kini mulai melupakan nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan, bahkan, mengadopsi gaya hidup dan budaya bangsa asing. Ketiga, di tengah arus globalisasi, kaum muda kini tampil hanya sebagai resipien pasif yang tidak kreatif dan tidak produktif. Fenomena ini tentu saja berbeda dengan kaum muda di era pergerakan. Pada era itu, kaum muda tidak hanya mengangkat senjata menolak asing, tetapi memproduksi atau mengkreasi emosi kolektif atau nasionalisme. Sumpah "bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbabasa satu" adalah bukti dari nasionalisme kaum muda kurun itu. Tentu saja, kita tidak bisa seratus persen menyalahkan kaum muda kini. Ada banyak faktor lain yang menjadi penyebab permodalan di atas, termasuk kebijakan negara yang kadang tidak begitu memihak pada kaum muda. Karena itu, tulisan ini menawarkan solusi sederhana tapi efektif. Nasionalisme kaum muda kini hanya bisa tumbuh jika negara dan masyarakat memfasilitasi kreativitas dan inovasi kaum muda serta memberi penghargaan (material dan immaterial) terhadap karya-karya inovatif mereka. Selanjutnya, penghargaan yang diberikan memupuk rasa bangga, dan kebanggaan adalah benih bagi kemunculan nasionalisme.
Copyrights © 2011