Pandemi COVID-19 telah menjangkit seluruh penjuru dunia sejak awal tahun 2020 dan mengakibatkan lesunya perekonomian global di tahun 2020. Ibarat snowball effect, perekonomian yang lesu tersebut akhirnya mempengaruhi kesejahteraan masyarakat global. Namun di tengah kondisi perekonomian yang lesu, institusi pendidikan tinggi tidak mengeluarkan kebijakan peringanan beban uang kuliah tunggal (UKT) yang dapat mendukung mahasiswa untuk melanjutkan pendidikan di masa pandemi. Sebagai respon atas protes dari masyarakat, Kemendikbud akhirnya mengeluarkan kebijakan keringanan UKT bagi mahasiswa terdampak COVID-19. Namun kebijakan Kemendikbud tidak cukup mengikat bagi perguruan tinggi sehingga masih banyak mahasiswa yang terbebani dengan biaya UKT yang tinggi di masa pandemi. Artikel ini bertujuan untuk mengulas sejauh mana efisiensi kebijakan Kemendikbud dalam mendukung hak konstitusional masyarakat untuk mendapat akses pendidikan. Artikel ini menggunakan pendekatan normatif berbasis hak asasi manusia yang mengacu pada instrumen hukum nasional dan internasional. Kebijakan Kemendikbud dalam rangka memberikan keringanan beban UKT melanggar hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 28C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia karena masih memberi celah terhadap sulitnya akses pendidikan. Selain itu, kebijakan Kemendikbud juga menyalahi amanat Pasal 12 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia karena membuka peluang sulitnya akses untuk memperoleh pendidikan.
Copyrights © 2020