Hadis adalah riwayat tentang perkataan, perbuatan, keputusan, sifat yang disandarkan kepada Nabi SAW. Dari segi sumber, volume dan cara periwayatannya, memahami hadis jauh lebih berat ketimbang memahami al-Qur'ān. Al-Qur'ān yang merupakan kalam Allah Yang Maha Tahu meski diturunkan secara gradual seakan merespon perkembangan zaman saat penurunan wahyu, tentu ayat-ayatnya bisa dipahami tanpa mengkaitkannya dengan konteks historis penurunannya (al-‘ibrah bi ‘umūm al-lafẓ). Lain halnya dengan hadis yang bersumber dari Nabi SAW yang kadang diucapkan/dilakukan dalam konteks historis dan peran tertentu serta kebanyakan disampaikan dengan cara yang tidak mutawātir dan kadang bukan dengan redaksi yang asli dari Nabi SAW. Karenanya para ulama kebanyakan lebih cenderung untuk mengendalikan diri dan mengutamakan sikap reserfe (segan) dalam melakukan telaah ulang dan pengembangan pemikiran terhadap hadis, karena banyaknya kendala yang menghadang di tengah jalan ditambah kerumitan untuk meneliti satu persatu mata rantai periwayatan (rijāl al-ḥadīṡ) yang membutuhkan waktu cukup lama dan tersebarnya materi matan hadis di berbagai kitab hadis. Artikel ini membahas tentang acuan kerangka memahami hadis-hadis sahih secara sanad, tetapi mengandung kemusykilan makna untuk konteks kekinian ataupun yang mengandung kontradiksi antara satu hadis dengan lainnya. Sehingga dengannya dapat diketahui mana hadis yang bisa diamalkan (ma‘mūl bih) dan mana hadis yang tidak bisa diamalkan (gairu ma‘mūl bih).
Copyrights © 2018