Kasus kabut asap di provinsi Riau tahun 2015 mengharuskan pemerintah Indonesia untuk menerapkan strategi komunikasi krisis yang bertujuan untuk mengembalikan reputasi pemerintah dari kritik atas penanggulangan terhadap bencana alam tersebut. Teori komunikasi yang dipakai dalam merumuskan strategi komunikasi krisis bagi pemerintah Indonesia adalah Teori Komunikasi Krisis Situasional atau Situational Crisis Communication Theory (SCCT), didukung dengan Teori Pemulihan Citra atau Image Restoration Theory. Untuk mendukung deskripsi mengenai penerapan strategi tersebut, peran lembaga swadaya masyarakat, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) juga dijelaskan sebagai entitas pendukung untuk pemulihan citra bagi pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk membahas serangkaian pedoman tentang bagaimana manajemen krisis dapat menerapkan strategi tertentu untuk merespon krisis yang terjadi baik di perusahaan maupun lembaga dalam skala yang lebih kecil dengan tujuan untuk melindungi rusaknya reputasi perusahaan dari krisis. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan jejaring media terkait WALHI dapat meringankan upaya krisis kabut asap Riau. Informasi yang disebarkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang ketersediaan bantuan yang diberikan oleh WALHI. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pemerintah harus memahami bahwa strategi tanggap krisis primer dalam SCCT dapat dijadikan sebagai strategi utama, namun strategi tanggap krisis sekunder diterapkan sebagai tahap pendukung atau opsional. Pemerintah dan WALHI, serta lembaga swadaya masyarakat lainnya memerlukan rumusan rencana komunikasi setiap tahunnya di samping strategi pemulihan citra, menimbang bahwa kabut asap Riau merupakan bencana alam yang berulang.
Copyrights © 2021