Maraknya perdagangan satwa burung yang dilindungi negara menjadikan jumlah spesies tersebut semakin sedikit dan cenderung punah. Kepunahan suatu spesies akan berdampak terhadap ekosistem yang lainnya. Salah satu penyebab banyaknya praktik jual-beli satwa burung dilindungi adalah rendahnya proses penegakan hukum, sehingga tidak memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran. Artikel ini bertujuan untuk membahas tinjauan hukum perjanjian terhadap jual-beli burung yang dilindungi negara dan mengulas mekanisme penegakan hukum yang dapat diterapkan dalam kasus tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah penelitian normative (normative legal research) dengan menelusuri studi pustaka (literatur research) yang relevan dengan objek penelitian. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa praktik jual-beli satwa burung yang dilindungi negara bertentangan dengan hukum perjanjian, karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian. Terutama syarat objektif berupa objek perjanjian termasuk yang dilarang untuk diperdagangkan, dan tidak terpenuhinya unsur sebab yang halal karena jual-beli satwa yang dilindungi negara masuk kategori tindakan yang dilarang dan bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Pelaku perdagangan satwa burung dilindungi dapat dilakukan penegakan hukum menggunakan sanksi pidana dengan dipidana denda minimal 100-500 juta dan penjara 1-5 tahun, atau melalui gugatan perdata dengan minta kompensasi ganti rugi.
Copyrights © 2021