Artikel ini ditulis untuk menjawab pertanyaan bagaimana pola pemahaman ulama terhadap hadis-hadis yang tampak kontra dengan semangat al-Qur‟an dan bagaimana alternatif pola pemahaman terhadap hadis-hadis tersebut sehingga produk fikih yang dihasilkan serasi dengan semangat al-Qur‟an? Ini dilakukan mengingat ada ketidaksinkronan antara sebagian teks-teks hadis hukum dengan semangat umum al-Qur‟an. Penelitian ini menggunakan kerangka teori yang mengatagorikan hadis menjadi dua, yaitu mu‟abbad (berlaku universal dan abadi) dan mu‟aqqat (berlaku hanya untuk masa dan kondisi tertentu). Kesimpulannya, ulama mazhab cenderung memahami hadis-hadis yang tampak bertentangan dengan al-Qur‟an hadis-hadis tasyrīʻiyyah dengan pola pemahaman lafẓiyyah; menganggapnya sebagai hadis-hadis mu‟abbad yang berlaku universal, lintas waktu dan tempat, dan berlaku ketat. Dengan pendekatan asbāb al-nuzūl dan asbāb al-wurūd al-ḥadīts dalam makna yang luas—sejarah sosial hukum Islam, ditemukan bahwa hadis-hadis yang tampak bertentangan dengan al-Qur‟an tersebut harus dipahami berlaku berbatas waktu atau pada masa Nabi Muhammad hidup di Semenanjung Arabia abad ke-7 Masehi. Dengan demikian, hadis-hadis tersebut dikategorikan kepada hadis-hadis mu‟aqqat, yang berlaku temporal; hanya pada masa, kondisi sosial masyarakat pada atau yang sama dengan di Semenanjung Arabia pada abad ke-7 Masehi.
Copyrights © 2014