Abstract: This article aims to reveal the locality of the brief Qur’anic exegesis of Muḥammad b. Sulaymān’s Jāmi‘ al-Bayān. By using content analysis, this study argues the existing of intersections between the Qur’anic interpretation and pesantren tradition. Several studies maintained that to build this harmonization, the traditional exegetes are used to transmit their interpretations in the form of Arabic “pegon” with the typical identity of “makna ghandul”. This article conversely argues that the Arabic language used in the interpretation of Jāmi‘ al-Bayān, which is written by a traditional and local ulama (kiai), could also be an alternative in the study of the Qur’an in the local context of pesantren. This article also maintains that although Muḥammad b. Sulaymān’s Jāmi‘ al-Bayān does not represent ideally the identity and tradition of pesantren in Java, his exegesis affirms the traditional pesantren values in two ways, namely teaching Arabic which is the pesantren curriculum and the affirmation of the Ahl al-Sunnah wa al-Jamā‘ah faith in responding to the excessive ta’wīl. Keywords: traditionalist, locality, tafsir Jāmi‘ al-Bayān, pesantren. Abstrak: Artikel ini bertujuan untuk mengungkap unsur lokalitas dalam tafsir ringkas Jāmi‘ al-Bayān karya Muḥammad b. Sulaymān. Dengan menggunakan analisis konten, kajian ini menunjukkan adanya persinggungan antara tafsir al-Qur’an dan tradisi pesantren. Meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa untuk membangun harmonisasi tersebut, para mufasir tradisional mentransmisikan penafsirannya dengan menggunakan huruf pegon dan makna ghandul sehingga melekat pada tradisi pengkajian al-Qur’an di pesantren. Sebaliknya, artikel ini berasumsi bahwa tafsir Jāmi‘ al-Bayān yang berbahasa Arab, yang ditulis oleh kiai lokal tradisional, bisa menjadi alternatif dalam pengkajian al-Qur’an khususnya di pesantren. Lebih jauh artikel ini menyimpulkan bahwa walaupun tafsir Jāmi‘ al-Bayān tidak merepresentasikan identitas dan tradisi pesantren di Jawa, di tengah kuatnya karya tafsir berbahasa lokal, tetapi tafsir ini meneguhkan nilai-nilai tradisi pesantren dalam dua hal, yaitu pengajaran bahasa Arab yang menjadi kurikulum pesantren dan peneguhan akidah Ahl al-Sunnah wa al-jama‘ah dalam merespon fenomena ta’wil yang berlebihan. Kata kunci: tradisionalis, lokalitas, tafsir Jāmi‘ al-Bayān, pesantren.
Copyrights © 2020