Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies
Vol 39, No 2 (2001)

Islamic Persepective on the Nation-state: Political Islam in post-Soeharto Indonesia

Azyumardi Azra (Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta)



Article Info

Publish Date
13 Jun 2022

Abstract

Paper ini menyoroti hubungan antara Islam dan Negara setelah runtuhnya rejim soeharto. Masa transisiini ditandai dengan menguatnya kembali islam politik.kelompok-kelompok muslim radikal bermunculan seperti lasykar jihad, front pembela islam, hizb al-tahrir, angkatan muhajidin Indonesia dsb yang mendukung diberlakukannya system kekhalifahan islam di Indonesia. Gerakan-gerakan ini menuntut perubahan system pemerintahan sekuler dan bentuk Negara-bangsa menjadi “negara Islam” yang lebih dikenal dengan khilafah. Meski demikian, menurut penulis para pendukung system kekhalifahan ini telah gagal untuk membedakan antara kekhalifahan yang murni dan asli pada masa kekhalifahan khulafa’ al-rasyidin dan kerajaan despotic Umayyah, abbasiyah, dan Turki Usmani. Para intelektual muslim sendiri seperti Rasyid Rida dan al-Maududi berbeda pandangan mengenai system kekhalifahan. Lebih janjut, penulis menelusuri jejak sejarah hubungan islam dan Negara. Perdebatan mengenai dasar Negara Indonesia sudah diperdebatkan secara akademis menjelang dan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pertentangan antara kubu islam dan nasionalis sekuler mengenai hal ini berakhir dengan suatu kompromi bahwa Negara Indonesia bukanlah Negara sekuler dan juga bukan Negara agama (tidak hanya Islam) dalam kedudukan yang terhormat. Namun, kelompok muslim yang tidak puas dengan kompromi ini memanggul senjata untuk mendirikan Negara Islam. Salah satu kelompok tersebut adalah gerakan DI/TII (darul Islam/ Tentara Islam Indonesia) yang bergerilya di daerah jawa barat, Aceh dan Sulawesi selatan. Gerakan ini dapat dipadamkan oleh rejim soekarno. Sejak saat itu sampai masa rejim soeharto politik islam sangat ditekan dan dimusuhi dan tidak diberi ruang dan kesempatan untuk bangkit kembali. Kini, sering dengan keterbukaan dan kebebasan yang diperoleh bangsa Indonesia untuk melontarkan ide dan gagasannya, muncul partai-partai dan gerakan militant islam. Namun, partai islam juga telah gagal karena secara keseluruhan memperoleh kurang dari 50%, bahkan lebih kecil dari suara partai-partai islam yang diperoleh pada pemilu demokratis 1955. Penulis kemudian mengemukakan analisa mengenai penyebab kegagalan partai Islam. Nampaknya, penulis memprediksi bahwa suara untuk partai-partai islam tidak akan beranjak banyak bahkan mungkin merosot karena umat islam Indonesia cenderung melaksanakan “Islam Subtantif” daripada “islam Formalistik”. Dengan maraknya gerakan-gerakan Islam di Indonesia yang seringkali diwarnai dengan kekerasan baik antara maupun interumat, bagaimana prospek demokratisasi di Indonesia. Akankah lebih suram

Copyrights © 2001






Journal Info

Abbrev

AJIS

Publisher

Subject

Religion Humanities

Description

Al-Jamiah invites scholars, researchers, and students to contribute the result of their studies and researches in the areas related to Islam, Muslim society, and other religions which covers textual and fieldwork investigation with various perspectives of law, philosophy, mysticism, history, art, ...