Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga. Oleh karena itu, manusia sama derajatnya di hadapan Allah. Dalam kebersamaan dan kebersamaan harus ada sikap sama dan tolong menolong, salah satunya adalah mengeluarkan zakat, antara lain zakat harta karun atau rikaz yang disandarkan dengan sisi syāfi'iyyah dan hukum karena kedua sisi tersebut memiliki perbedaan yang sangat kontradiktif dan dewasa ini banyak positif kita perdapatkan bahwa banyak sekali temuan harta karun yang dijadikan sebagai aset Negara. Penelitian ini bertujuannya untuk mengetahui pandangan fiqh syāfi'iyyah terhadap zakat harta karun ( rikaz ) dan juga untuk mengetahui pandangan hukum positif terhadap zakat harta karun ( rikaz )). Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis pendekatan kualitatif dengan kajian literatur yang bersifat deskritif kualitatif. Dalam pengumpulan data peneliti melakukan telaah pustaka dengan teknik editing,organizing dan Analyzing. Hasil temuan menunjukkan bahwa dalam pandangan fiqh syāfi'iyah bagi penemu harta karun atau rikazWajib mengeluarkan zakat sebanyak 1/5 atau 20% dan sisa dari total harta karun itu menjadi milik penemu apabila harta itu sampai nisab dan jenisnya adalah emas atau perak. Dalam hukum positif, sama sekali tidak ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat bagi penemu harta karun dan harta tersebut menjadi milik si penemu jika ditemukan pada tanah milik sendiri dan menjadi milik si penemu dan pemilik tanah jika pada tanah milik orang lain.
Copyrights © 2022