Asumsi awal ketika seorang mengetahui apa sebenarnya nikah Misyār mungkin akan terlintas dalam pikirannya bahwa pernikahan ini adalah nama lain dari nikah Mut’ah atau nikah wisata yang banyak terjadi di daerah puncak Bogor. Karena kalau diperhatikan sekilas nikah Misyār ini seolah-olah merupakan perkawinan yang terbatas masanya, sebab ketika suami yang melakukan perjalanan dan melaksanakan pernikahan, kemudian ia kembali ke daerah asalnya, maka besar kemungkinan pernikahan ini tidak bisa dilanjutkan dan akan berakhir. Pernikahan Misyār ini menimbulkan perdebatan terutama di kalangan ulama kontemporer. Karena model nikah Misyār baru dikenal masa kini, maka para ulama kontemporer berbeda pendapat menghukuminya. Sedangkan dalam Fiqh klasik khususnya Fiqh Syāfi’iyyah tidak ditemukan istilah pernikahan Misyār ini, akan tetapi dalam Fiqh Syāfi’iyyah mungkin saja dapat ditemukan beberapa konsep yang berkaitan dengan hak dan kewajiban suami isteri dalam menjalin rumah tangga. Barangkali konsep tersebut bisa dikaitkan dengan problema nikah Misyār. Berkaitan dengan realitas permasalahan tersebut, maka ada beberapa hal yang menganjal yang perlu dicarikan jawabannya, yaitu: Pertama, apakah nikah Misyār ini benar memiliki kesamaan dengan nikah Mut’ah atau nikah wisata yang dilarang dalam Islam ? Kedua,. Bagaimana perbedaan fatwa ulama kontemporer tentang hukum nikah Misyār ?. Ketiga, Bagaimana pandangan Fiqh klasik khususnya Fiqh Syāfi’iyyah tentang pernikahan Misyār ini bila dikaitkan dengan hak dan kewajiban suami isteri dalam menjalin rumah tangga. Inilah beberapa pertanyaan yang ingin dielaborasi dalam tulisan ini dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, kemudian dianalisis secara komparatif dan menggunakan penalaran deduktif (istinbath).
Copyrights © 2016