Pattingalloang : Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan
Vol. 9 No. 3, Desember 2022

Rekonstruksi Syariat Islam di Aceh dalam Lintas Sejarah

Ruhdiara Ruhdiara (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta)



Article Info

Publish Date
29 Dec 2022

Abstract

Aceh merupakan salah satu Provinsi yang memiliki keistimewaan khusus dalam berbagai hal, diantaranya dalam hal mendirikan Partai lokal, dan juga dalam menjalankan Syariat Islam. Perjuangan provinsi Aceh untuk memiliki keistimewaan melalui jalan yang panjang, dimulai pada masa Daud Berueh yang berkompromi dengan Soekarno untuk menjadikan Aceh sebagai daerah istiemewa namun tak dipenuhi, hingga kemunculan Gerakan Aceh Merdeka atas refresif pemerintahan Soeharto. (GAM) yang di pelapori oleh Hasan Tiro. Pemerintahan pusat mulai dari Soeharto sampai ke Megawati Soekarno Putri melakukan berbagai upaya untuk mengakhiri konflik antara pemerintah RI dengan Aceh, namun tidak pernah berhasil. Karena disebabkan jalan damai yang di tempuh selalu merugikan satu pihak. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sejarah (historis research). Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberlakuan syariat Islam di Aceh memiliki dua sisi yang berbeda, Pertama; sisi ke–Indonesiaan, yaitu pemberlakuan syariat Islam di Aceh ditujukan untuk mencegah agar Aceh tidak memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari sisi ini dapat dilihat bahwa proses-proses pemberlakuan syariat Islam di Aceh bukanlah suatu proses yang genuine dan alamiah, tapi lebih merupakan suatu move dan kebijakan politik dalam rangka mencegah Aceh dari upaya pemisahannya dari NKRI. Penerapan syariat Islamya pada tahap ini, yakni untuk meminimalisir ketidakpuasan Aceh terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah pusat, dan lebih merupakan political, langkah politik darurat, untuk menyelamatkan Aceh dalam pangkuan republik, yang bertujuan untuk mendatangkan kenyamanan psikologis bagi masyarakat Aceh. Kedua; gagasan atau tujuan dari rakyat Aceh. Artinya bahwa pemberlakuan syariat Islam di Aceh merupakan cita-cita dan hasrat yang sudah lama terpendam sejak zaman DI/TII yang dipimpin oleh Teuku Muhammad Daud Beureueh. Untuk menwujudnkan tujuan-tujuan tersebut Pemerintah Indonesia Melaui DPR-RI telah mensahkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 yang mengatur pelaksanaan untuk keistimewaan yang diberikan kepada Aceh pada Tahun 1959. Setelah itu, disahkan pula Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nangro Aceh Darussalam (NAD). Dalam undang-undang ini, kepada Aceh diberikan Peradilan Syariat Islam yang akan dijalankan oleh Mahkamah Syariah, yang kewenangannya ditetapkan oleh Qanun.Kata Kunci : Aceh, Syariat Islam, Sejarah Reconstruction of Islamic Shari'a in Aceh in HistoryAbtract Aceh is a province that has special privileges in various ways, including in terms of establishing local parties, and also in implementing Islamic law. The struggle for the province of Aceh to have privileges went a long way, starting from the time of Daud Berueh who compromised with Soekarno to make Aceh a special region but this was not fulfilled, until the emergence of the Free Aceh Movement over the reform of Suharto's government. (GAM) which was reported by Hasan Tiro. The central government, starting from Suharto to Megawati Soekarno Putri, made various attempts to end the conflict between the Indonesian government and Aceh but was never successful. Because the path of peace that is taken is always detrimental to one party. The type of research used in this research is library research and the approach used is historical research. While the method used in this research is the descriptive qualitative research method. The results of the study show that the implementation of Islamic law in Aceh has two different sides, first; on the Indonesian side, namely the implementation of Islamic law in Aceh is intended to prevent Aceh from separating from the Unitary State of the Republic of Indonesia. From this point of view, it can be seen that the process of enforcing Islamic law in Aceh is not a genuine and natural process, but rather a political move and policy to prevent Aceh from trying to separate itself from the Unitary State of the Republic of Indonesia. The application of Islamic law at this stage is to minimize Aceh's dissatisfaction with the policies of the central government, and is more of a political, emergency political step, to save Aceh in the bosom of the republic, which aims to bring psychological comfort to the people of Aceh. Second; the ideas or goals of the people of Aceh. This means that the implementation of Islamic law in Aceh is an aspiration and desire that has been hidden for a long time since the DI/TII era led by Teuku Muhammad Daud Beureueh. To realize these goals, the Government of Indonesia, through the DPR-RI, passed Law Number 44 of 1999 which regulates the implementation of the privileges granted to Aceh in 1959. After that, Law Number 18 of 2001 concerning Special Autonomy for the Province of the Special Region of Aceh as the Province of Nangro Aceh Darussalam (NAD). In this law, Aceh is given an Islamic Sharia Court which will be run by the Sharia Court, whose authority is determined by QanunKeywords : Aceh, Islamic Sharia, History

Copyrights © 2022