Taylor Swift telah menjadi sebuah fenomena baru di kalangan masyarakat selama lebih dari satu dekade. Eksistensinya sering kali dikaitkan dengan sifat manipulatif, respon yang dramatis, dan sejumlah pengaruh negatif lainnya. Melalui artikel ini, peneliti akan berupaya untuk memaparkan perjalanan karir dari Taylor Swift, dan memaparkan sejumlah sisi kelam yang mempengaruhi setiap perjalanan yang dilalui penyanyi asal Amerika Serikat itu, salah duanya adalah budaya feminisme dan politik. Perkembangan masyarakat yang semakin kompleks, serta transparan juga turut mendorong kedua budaya ini menjadi menarik untuk diteliti. Maka itu, dengan menggunakan metode kualitatif, artikel ini akan menggali secara mendalam sejumlah konflik yang terjadi pada film dokumenter tersebut, terkhusus mengenai aspek-aspek budaya yang menjadi fokus penelitian. Juga, melalui pendekatan psikoanalisis oleh Sigmund Freud, artikel ini turut membahas bagaimana hubungan antara karakter utama dengan diri dan pihak eksternal lainnya. Hasil dari penelitian ini menunjukan terdapat budaya maskulinitas toksik yang mempengaruhi diri Taylor secara signifikan selama satu dekade terakhir, tidak heran jika terdapat ambisi pada diri Taylor untuk menjunjung tinggi feminisme dari tahun ke tahun.  Gerakan feminisme ini lah yang kemudian juga membawa Taylor untuk banyak terjun ke berbagai aspek kehidupan untuk menyuarakan suara politiknya, dan jutaan orang lain, akan keadaan masyarakat yang tidak ramah terhadap perempuan.
Copyrights © 2023