Munculnya istilah kriminalisasi jabatan atau kebijakan, juga merupakan fakta yang seolah-olah menerapkan hukum pidana sebagai sarana penyelesaian korupsi dipandang kurang tepat. Hal ini tidak lain karena dalam kasus korupsi yang secara khusus melibatkan pejabat negara, dikemukakan tiga unsur penting yang digunakan sebagai alat atau metode sampel dan analisis data sebagai tolak ukur untuk mengukur pejabat negara yang didakwa melakukan korupsi. Ketiga unsur tersebut antara lain “melawan hukum” dan “menyalahgunakan wewenang” ditambah dengan “merugikan keuangan negara”. Hasil dari ketiga pendekatan unsur inilah yang menjadi dasar tujuan sekaligus kesimpulan untuk mendakwa pejabat karena telah melakukan tindak pidana. Namun perlu dicatat bahwa penerapan ketiga unsur tersebut seringkali ditempatkan dalam kerangka hukum pidana, tanpa mempertimbangkan dalam menjalankan kegiatannya para pejabat berada dalam lingkup hukum TUN. aspek 'merugikan keuangan negara' sebenarnya merupakan dampak dari perbuatan yang dilakukan oleh penyelenggara negara sehingga sangat tidak logis seseorang yang menggunakan keuangan negara tanpa melanggar hukum didakwa merugikan keuangan negara. tidak ada kerangka berpikir bahwa pejabat dalam menggunakan keuangan negara adalah kegiatan administrasi yang sebenarnya diperintahkan oleh undang-undang. Oleh karena itu sebenarnya telah terjadi persinggungan antara hukum pidana dan hukum administrasi dalam penyelesaian perkara korupsi. Sederhananya, hukum mana yang harus digunakan untuk menguji kebenaran tindakan para pejabat yang 'dikriminalisasi', apakah itu Hukum Pidana atau Hukum Tata Usaha Negara.
Copyrights © 2023