Latar Belakang : Sepsis masih menjadi masalah kesehatan dunia dengan angka kematian yang cukup tinggi berkisar 20 – 50%. Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) merupakan suatu penyakit yang menyerang sistem pernapasan dan dapat ditularkan oleh individu yang terinfeksi melalui droplet yang dikeluarkan saat batuk, bersin, berbicara atau bernapas (WHO, 2020). Penggunaan terapi antibiotik yang rasional dengan segera dapat menurunkan angka kematian. Sebaliknya, penggunaan terapi antibiotik tidak rasional akan meningkatkan terjadinya resistensi yang berdampak pada tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik dengan metode gyssens pada pasien sepsis. Metode penelitian : penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode deskriptif analitik yang dilakukan di RSUP Fatmawati Jakarta. Subyek penelitian adalah 40 pasien covid yang menderita sepsis pada periode Januari hingga Desember 2021 yang memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien usia > 18 tahun dan mendapatkan terapi antibiotik. Hasil Penelitian :Pasien sepsis umumnya berusia ≤ 65 tahun (82,5%), berjenis kelamin perempuan (47,5%), sepsis (35%), syok sepsis (65%), sumber infeksi sepsis, pneumonia komunitas (82,5%), komorbid (100%), jenis komorbid, covid 19 (100%), ARDS (42,5%), Diabetes Melitus (40%), lama rawat ≤ 14 hari (69%), menggunakan JKN/BPJS 100%, pulang/membaik (7,5%). Berdasarkan distribusi penggunaan antibiotik, sebagian besar (95,1%) pasien menggunakan antibiotik empiris, dilakukan uji kultur mikroorganisme (42,5%), bakteri gram negatif terbanyak adalah acinetobacter baumanii (25%), bakteri gram positif tidak ditemukan. Antibiotik tunggal digunakan pada 19,5% pasien dengan presentase terbanyak adalah levofloksasin (14,55%). Sedangkan 80,5% pasien menggunakan antibiotik kombinasi dengan presentase terbanyak adalah kombinasi levofloksasin dan meropenem (24,4%). Berdasarkan evaluasi antibiotik menggunakan metode gyssens diperoleh hasil 69% pasien menggunakan antibiotik yang rasional dan 31% pasien menggunakan antibiotik yang tidak rasional dan tersebar dalam kategori VI (0%), V(0%), IV a (1,1%), IV b (1,1%), IV c (0%), III a (14,9%), III b (2,3%), II a (6,9%), II b (4,6%), IIc (0%), dan I (0%). Kesimpulan: Penggunaan antiobiotik yang rasional sebanyak 69% dan penggunaan antibiotik yang tidak rasional sebanyak 31%. Indikator mutu PPRA (Program Pengendalian Resistensi Antimikroba) tercapai yaitu kategori 5 sebanyak 0% (≤ 5%)
Copyrights © 2022