Sejauh ini studi mengenai tradisi Maulid Nabi di Sulawesi Selatan umumnya menempatkan Cikoang sebagai fokus kajian. Padahal, perayaan Maulid Nabi juga dipraktekkan oleh masyarakat di beberapa daerah lainnya di Sulawesi Selatan. Artikel ini mengulas sejarah tradisi Maudu’ Lompoa di Desa Damai, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros (1996–2021). Dengan menggunakan metode sejarah yang menekankan pada proses dan waktu, studi ini memanfaatkan sumber-sumber primer, seperti arsip, koran dan hasil wawancara. Temuan studi menunjukkan bahwa latar belakang pelaksanaan tradisi Maudu’ Lompoa di Desa Damai merupakan bentuk perjumpaan antara warisan Sayyid Jalaluddin Al-Aidid, difusi kebudayaan dan peran karaeng Taba sebagai anrong guru. Selain itu, sebagaimana sifat kebudayaan pada umumnya, tradisi ini juga mengalami berbagai dinamika dalam perkembangan sejarahnya, baik dalam tahap persiapan maupun tahap pelaksanaan. Bermula sejak Desa Damai ditetapkan sebagai lokasi definitif perayaan pada 1996, pelaksanaan acara Maulid kemudian mengalami perubahan seiring meningkatnya partisipasi penganut ajaran sayyid dan masyarakat Tanralili. Hal ini tampak dari pembangunan beberapa bangunan, seperti balla maudu’ dan balla passikirang pada tahun-tahun awal pelaksanaan. Bahkan, dalam pelaksanaannya, prosesi azzikkiri’ turut dipersingkat. Alih-alih tergerus zaman, tradisi tersebut terus eksis hingga saat ini dan bahkan menjadi acara adat penting di Kabupaten Maros.
Copyrights © 2023