Karya Imam al-Ghaza>li> yang berjudul Jawa>hir al-Qurâa>n, Fays}al al-Tafri>qahdan Qanu>n al-Taâwi>l menjawab adanya dugaan absennya pemikiran al-Ghaza>li> di bidang âUlu>m al-Qurâa>n. Khusus dalam Fays}al al-Tafri>qah danQanun> al-Taâwil> , ia membahas teori dan kaidah taâwil. Dalam konsepsi al-Ghaza>li> , bangunan dan struktur al-Qurâan terdiri dari ajaran kulit (al-S}adfwa al-Qas}r), dan ajaran inti: rahasia (Asra>r wa al-Jawha>r). Demikian jugailmu-ilmu al-Qurâan terdiri dari ilmu yang berkaitan dengan lapisan luar,ajaran kulit (al-Qas}r); dan ilmu yang berkaitan dengan permata (ilmuJawha>r). Posisi al-Ghazali sebagai seorang sufi acapkali menjadikan hatisebagai ukuran dalam melakukan taâwil. Di sisi lain, dia menyatakan bahwaukuran pentaâwilan adalah akal. Jika mengacu pada yang pertama, makataâwil al-Ghaza>li> bercorak taâwil batini; dan jika mengacu pada yang keduaia bercorak taâwil rasional. Bertolak pada latar belakang dan kegelisahanakademik tersebut, maka penelitian berfokus pada teori taâwil al-Ghaza>li>.Penelitian ini mennggunakan metode berfikir deduktif, dengan teorihermeneutika teoritis dan teori taâwil. Hermeneitika teoritis dimaksudkanuntuk âmembacaâ dan âmengungkap secara obyektifâ pemikiran al-Ghaza>li>di bidang Ulu>m al-Qurâa>n , sedang alat yang akan digunakan untukâmenilaiâ teori taâwil al-Ghaza>li> adalah teori taâwil. Berangkat dari teoritaâwil al-Ghaza>li> yang bercorak rasional serta berada di bawah naungan teorikeilmuannya yang bercorak sufistik, bisa dikatakan teori taâwilnyamerupakan teori taâwil rasional batini. Itu terlihat dari prinsip taâwilnya,yakni menjadikan akal sebagai pijakan pentaâwilan; di sisi lain, pembagianal-Qurâan yang menjadi dua kategori: z}ahir dan batin, baik pada sisi strukturajarannya maupun sisi maknanya pada lafaz.
Copyrights © 2013