Tidak sebandingnya angka usia produktif dan daya serap tenaga kerja menjadi salah satu pemicu tingginya angka pengangguran di Indonesia, hal ini juga menjadi pendorong meningkatnya minat masyarakat untuk keluar negeri agar mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, namun dalam beberapa kasus terjadi pelanggaran-pelanggaran ham terhadap pekerja migran diindonesia. Tulisan ini menjawab dua pertanyaan Bagaimanakah permasalahan Pekerja Migran yang menjadi korban tindak pidana? Dan Bagaimanakah seharusnya pemberian kompensasi, restitusi dan rehabilitasi bagi Pekerja Migran dalam rumusan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia?. dalam menjawab pertanyaan tersebut dilakukan studi dengan metode penelitian normatif dan studi literatur dan menemukan jawaban bahwa Pekerja Migran Indonesia memiliki kerentanan menjadi korban. Mulai dari perekrutan, pemberangkatan penempatan, serta dalam masa kerja, pekerja migran dengan mudah dapat menjadi korban. Peran swasta dalam proses migrasi merupakan salah satu penyebab rentannya Pekerja Migran menjadi korban. Negara tempat bekerja juga merupakan masalah bagi Pekerja Migran, dimana terdapat perbedaan sistem hukum, kultur, dan laiinnya menyebabkan mereka diintimidasi. Kurang perhatiannya pemerintah serta adanya kelemahan dalam peraturan perundang-undangan juga memicu lemahnya perlindungan pada Pekerja Migran. Disahkannya Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dirasa masih belum maksimal memberikan perlindungan hukum bagi Pekerja Migran yang menjadi korban. Perlu adanya rumusan mengenai pemberian kompensasi, restitusi dan rehabilitasi bagi Pekerja Migran yang menjadi korban. Hal ini didasarkan pada banyaknya kasus yang terjadi dimana Pekerja Migran tidak memperoleh ketiga hak tersebut pada saat menjadi korban. Padahal ketiga hal tersebut penting diberikan pada korban. Jika bukan negara yang menjamin hak korban, maka korban akan dibiarkan tidak memperoleh bantuan dan haknya sebagai korban.
Copyrights © 2022