ABSTRAKTembakau Temanggung mempunyai aroma khas senyawa nikotin dan digunakan sebagai campuran rokok kretek. Penanaman tembakau Temanggung telah dilakukan secara intensif selama bertahun-tahun oleh sebagian petani tembakau di lereng-lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro, Kabupaten Temanggung. Kondisi ini telah menyebabkan kerusakan lahan dan akumulasi patogen tular tanah, seperti Ralstonia solanacearum dan Meloidogyne spp., yang telah mengakibatkan kematian pertanaman tembakau cukup tinggi, serta menurunkan produksi dan mutu tembakau. Selama 10 tahun terakhir, luas lahan pertanaman tembakau Temanggung menurun sampai 50%, dari sekitar 20.284 ha pada tahun 1996 menjadi 9.326 ha pada tahun 2006. Namun, petani setempat tetap saja menanam tembakau karena harga tembakau temanggung masih cukup tinggi. Makalah ini membahas keterkaitan antara pengelolaan tanaman tembakau Temanggung oleh petani dengan tingkat kerusakan lingkungan dan kerugian tanaman tembakau. Untuk mengembalikan kejayaan Kabupaten Temanggung sebagai penghasil utama tembakau Temanggung. Strategi yang perlu dilakukan adalah penerapan teknologi pengelolaan pertanian berkelanjutan berbasis lingkungan yang telah dihasilkan oleh Balai Peneltian Tembakau dan Tanaman Serat, seperti penanaman varietas tahan R. solanacearum dan Meloidogyne spp., konservasi lahan menggunakan tanaman pencegah erosi, rotasi tanaman dengan jenis tanaman bukan inang patogen, pemupukan dengan bahan organik, dan pengelolaan agens hayati dalam tanah. Diharapkan usaha-usaha tersebut akan meminimalkan kerusakan lingkungan sekaligus meningkatkan produksi tembakau. Di samping itu, keterlibatan petani, penyuluh, dan pemerintah daerah setempat secara terus menerus perlu digalakan untuk mengoptimalkan hasil yang diharapkan.Kata kunci: Tembakau Temanggung, Lincat, degradasi lahan, Ralstonia solanacearum, Meloidogyne, pengelolaan berkelanjutan, lingkungan ABSTRACTManagement of Soil-Born Diseases to Sustain the Greatness of Temanggung District as the Center Producer of Temanggung TobaccoTemanggung Tobacco has a unique nicotine flavour for cigarette blending. Continuous growing tobacco for many years on the slope of Sindoro and Sumbing Mounts has led to land degradation and accumulation of pathogens, i.e Ralstonia solanacearum and Meloidogyne spp. Many tobacco plants suffered from wilt disease and died resulting in production and quality decreased which made significant income loss. In the last 10 years, tobacco areas in Temanggung decreased up to 50%, from 20,284 ha in 1996 to 9,326 ha in 2006. And yet, local farmers are continuing to grow tobacco plants because of its highly steady price. This paper discusses the correlation of farmers habits during tobacco cultivation and environmental degradation to sustain the Temanggung District as the centre producer of Temanggung tobacco. The study comments adoption of ecologically friendly cultivation technologies as resulted by the Indonesian Tobacco and Fiber Research Institute of Malang, including land conservation, planting tobacco resistant varieties to R. solanacearum and Meloidogyne spp., increase biodiversity through growing economic non host crops, organic fertilizers, and management of soil microbial antagonists. Furthermore, farmer participation, agricultural services and local institutions need to be strengthening to optimize expected results.Keywords: Temanggung tobacco, land degradation, Ralstonia solanacearum, Meloidogyne, sustainability management practices
Copyrights © 2009