cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Perspektif : Review Penelitian Tanaman Industri
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 14128004     EISSN : 25408240     DOI : -
Core Subject : Education,
Majalah Perspektif Review Penelitian Tanaman Industri diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan yang memuat makalah tinjauan (review) fokus pada Penelitian dan kebijakan dengan ruang lingkup (scope) komoditas Tanaman Industri/perkebunan, antara lain : nilam, kelapa sawit, kakao, tembakau, kopi, karet, kapas, cengkeh, lada, tanaman obat, rempah, kelapa, palma, sagu, pinang, temu-temuan, aren, jarak pagar, jarak kepyar, dan tebu.
Arjuna Subject : -
Articles 203 Documents
TANTANGAN DAN KESIAPAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN BAHAN TANAM MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS NASIONAL TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) SAEFUDIN SAEFUDIN
Perspektif Vol 13, No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v13n2.2014.%p

Abstract

ABSTRAKSalah satu penyebab utama rendahnya produktivitas tanaman  lada  di  Indonesia  karena  sebagian  besar petani lada masih  menggunakan benih lada asalan yang  kurang  terjamin  mutunya.  Penggunaan  benih unggul  bermutu  menjadi  salah  satu  kunci  dalam meningkatkan produktivitas tanaman dan pendapatan petani. Varietas unggul lada telah dihasilkan, tetapi distribusi   dan   adopsinya   masih   sangat   terbatas. Teknologi perbenihan untuk menghasilkan benih lada unggul  dan  bermutu  dengan  menggunakan  bahan setek satu ruas telah cukup tersedia. Kebun induk konvensional menghasilkan bahan setek dalam jumlah yang  terbatas,  sehingga  tidak  mampu  memenuhi besarnya  kebutuhan  benih  lada. Bahan  tanam  lada unggul  dan  bermutu  dalam  jumlah  banyak  dapat disediakan melalui pendirian  kebun induk mini, yaitu kebun  induk  lada  dengan  jarak  tanam  yang  telah disesuaikan dari 2.5  x 2.5 m  menjadi 0.5  x  1.0  m (populasi tanaman 1600 pohon per hektar menjadi 20 000 pohon), dengan potensi hasil dalam satu hektar setiap tahun sebesar 432 000 setek satu ruas, yang mampu    memenuhi    kebutuhan    benih    untuk pengembangan  seluas 198.8  ha.  Dukungan  plasma nutfah dan teknik penanda molekuler akan membantu perbaikan sifat tanaman lada ke depan. Untuk memacu penyediaan   benih   lada unggul   bermutu   perlu dilakukan pembinaan penangkar benih, desentralisasi pendirian   kebun   induk   mini   tanaman   lada   dan peningkatan dukungan pemerintah daerah.Kata kunci :  Piper nigrum  L., teknologi benih, kebun induk mini,  benih unggul. Challenges And Planting Material Provision of Technology Readiness Support Increasing National Productivity of Black Pepper (Piper nigrum  L.) ABSTRACTLow  productivity  of  Indonesian  black  pepper is coused  most farmers  use low quality of black pepper seed. The use of improved seed quality is a key in improving  crop  productivity  and  farmers'  income. Yielding of black pepper varieties have been produced, but the distribution and adoption is still very limited. Seed  technology  to  generate  superior-quality  black pepper seeds using a cutting materials segment has sufficient available. Conventional seed garden produce stem cuttings material in limited quantities, so it is not able  to  supply  the  tremendous  demand  for  black pepper seeds. Planting materials of black pepper sedd superior   quality   and   in   large   quantities   can   be provided through the establishment of holding a mini orchard, the orchard with pepper stem spacing has been adjusted from 2.5 x 2.5  m to be come 0.5 x 1.0 m  (population 1600 tree per hectare  to be come 20 000 tree), with potential results in one hectare each year by 432 000 cuttings of the segment, which is able to meet the needs of the seed for the development of an area of 198.8 ha. Germplasm supporting and molecular marker techniques  will  help  to  repair  properties  of  black pepper in the future. To encourage the provision of superior  quality  black  pepper  seeds   need  to   be developed, decentralization establishment holding a mini   garden   black   pepper and   increase   local government support.Keywords : Piper nigrum  L.,  seed technology, mini    seed garden, superior seed.
Konservasi Musuh Alami Serangga Hama sebagai Kunci Keberhasilan PHT Kapas NURINDAH NURINDAH; DWI ADI SUNARTO
Perspektif Vol 7, No 1 (2008): Juni 2008
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v7n1.2008.%p

Abstract

RINGKASANSejak   awal   pengembangan   kapas   di   Indonesia, serangga hama merupakan salah satu aspek penting dalam  budidaya  kapas,  sehingga  ditetapkan  sistem pengendalian dengan penyemprotan insektisida kimia sintetik  secara  berjadwal  sebanyak 7  kali  selama semusim dengan jumlah insektisida hingga 12 l/ha. Pengembangan  PHT  kapas  ditekankan  pada  sistem pengendalian   non-kimiawi   dengan   memanfaatkan secara optimal faktor-faktor mortalitas biotik serangga hama utama, yaitu wereng kapas Amrasca biguttulla (Ishida)   dan   penggerek   buah   Helicoverpa   armigera (Hubner).  Optimalisasi musuh alami serangga hama kapas dilakukan melalui tindakan konservasi, yaitu memberikan lingkungan yang mendukung terhadap musuh  alami  untuk  dapat  berperan  sebagai  faktor mortalitas biotik, sehingga populasi serangga hama dapat dijaga untuk selalu berada pada tingkat yang rendah.  Tindakan konservasi musuh alami dilakukan dengan   memperbaiki   bahan   tanaman   dan   teknik budidaya   yang   dapat   mendukung   perkembangan musuh alami, yaitu penggunaan varietas kapas yang tahan   terhadap   wereng   kapas,   sistem   tanam tumpangsari  dengan  palawija,  penggunaan  mulsa, penerapan    konsep    ambang    kendali    dengan mempertimbangkan  keberadaan  musuh  alami  dan aplikasi insektisida botani, jika diperlukan.  Penerapan PHT kapas dengan mengutamakan konservasi musuh alami, berhasil mengendalikan populasi hama tanpa melakukan    penyemprotan    insektisida    dengan produksi   kapas   berbiji   yang   tidak   berbeda   dari produksi budidaya kapas dengan sistem pengendalian hama    menggunakan    penyemprotan    insektisida, sehingga menghemat biaya input dan meningkatkan pendapatan petani.  Konservasi musuh alami melalui penerapan    komponen    PHT    sebenarnya    dapat dilakukan petani dengan mudah, karena komponen PHT  tersebut  pada  umumnya  merupakan  praktek budidaya kapas yang sudah biasa dilakukan petani.Kata  kunci:  Kapas,  Gossypium  hirsutum,  Helicoverpa armigera,   Amrasca   biguttulla,   ambang kendali, musuh alami, PHT.  ABSTRACKConservation of natural enemies is the key for successful IPM on cottonSince early development of cotton in Indonesia, insect pests  were  the  most  important  aspect  of  the  crop cultivation, so that the scheduled sprays of insecticides were applied.  The frequency of sprays were 7 times using 12 l/ha of insecticides per season. The development of IPM on cotton is emphasized on non-chemical control methods by optimizing the role of natural enemies of the key pests, i.e., cotton jassid Amrasca   biguttulla  (Ishida)   and   cotton   bollworm Helicoverpa  armigera  (Hubner).  Conservation  of  the natural enemies provides the suitable environment for them to be an effective mortality factor so that the pests could   be   maintained   always   in   low   population. Conservation  of  the  natural  enemies  was  done  by improving the plant material and cultural techniques. These include the use of resistant cotton variety to jassid,  intercropping  with  secondary  food  crops, applying mulch, and adopting the action threshold concept which considers the natural enemies presence, and   using   botanical   insecticide   if   necessary. Conservation of natural enemies on IPM successfully controlled  the  cotton  pests  without  any  pesticide sprays  and  the  production  of  cotton  seed  did  not significantly different with that use insecticide sprays. This leads to reduction of cost production and increase the farmers’ income. Conservation of natural enemies  by applying IPM components should be no difficulty to be applied, as the components are mostly those that usually practice by the farmers.Key words: Cotton, Gossypium hirsutum,Helicoverpa armigera, Amrasca  biguttulla,  action threshold, natural enemies, IPM.
Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu Pada Komoditas Perkebunan Rakyat ADANG AGUSTIAN; BENNY RACHMAN
Perspektif Vol 8, No 1 (2009): Juni 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n1.2009.%p

Abstract

ABSTRAKKajian  ini  dimaksudkan  untuk  mensintesis  tingkat implementasi dari introduksi teknologi pengendalian hama  terpadu (PHT)  pada  usahatani  perkebunan rakyat (kopi,  lada  dan  teh),  efektivitas  penerapan teknologi    PHT,    dan    menganalisis    perspektif keberlanjutan  teknologi  PHT.  Data  dan  informasi diperoleh dari berbagai hasil kajian terkait penerapan teknologi  PHT  perkebunan  rakyat.    Hasil  kajian menunjukkan  bahwa: (1)  Secara  umum  introduksi teknologi PHT relatif baik diterapkan oleh para petani perkebunan  rakyat,  meskipun  penerapannya  belum secara penuh karena terdapatnya kendala internal dan eksternal   yang   dihadapi   petani; (2)   Penerapan teknologi  PHT  pada  komoditas  perkebunan  rakyat masih  dapat  meningkatkan  keuntungan  usahatani yang relatif lebih tinggi dibanding dengan peningkatan biaya usahataninya, dan (3) Penerapan teknologi PHT dapat   berkelanjutan   apabila   didukung   dengan penyuluhan yang intensif menyangkut aspek teknis, manajemen dan pemasaran hasil.Kata kunci: Teknologi PHT, perkebunan rakyat, tingkat adopsi ABSTRACTThe Implementation of IPM Technology on Small Estate Farm CommoditiesThe   purpose   of   this   study   is   to   analyze   the implementation  level    of  introduced  technology  of Integrated  Pest Management  (IPM)  on  small estate farms (coffee, tea and pepper), effectiveness of the implementation of IPM technology, and analyze the perspective of the sustainability of IPM technology. Data and information obtained from  the results of various  studies  related  to  the  application  of  the technology  of  IPM  on  small  estate  farm.  Results showed  that: (1)  In  general  introduction  of  IPM technology is well applied by the farmers, although its application has not been fully adopted due to the internal and external constraints faced by farmers, (2) The application of  IPM technology on small estate commodities is profitable, and (3) The application of IPM technology can be sustained if it is supported with intensive counseling on technical and management, as well as product marketing. Key words: IPM technology, small estate farm, adoption
Sebaran Curah Hujan Sebagai Dasar Penetapan Waktu Tanam Kapas Pada Lahan Sawah Sesudah Padi di Lamongan, Jawa Timur PRIMA DIARINI RIAJAYA
Perspektif Vol 5, No 1 (2006): Juni 2006
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v5n1.2006.%p

Abstract

ABSTRAKCurah hujan menjadi faktor penentu bagi pengusahaan kapas baik di lahan sawah maupun lahan kering. Analisis sebaran hujan dilakukan berdasarkan seri data curah hujan jangka panjang untuk mengetahui peluang turun hujan pada berbagai jumlah curah hujan di Kabupaten Lamongan (Kec. Mantup) sebagai salah satu indikator keberhasilan pengembangan kapas di Jawa Timur. Dengan mengetahui sebaran hujan selama musim tanam, maka kebutuhan tambahan air irigasi dapat ditentukan.  Curah hujan selama musim hujan terdistribusi mulai Nopember hingga April dan berpeluang turun (60%) antara 200-250 mm/bulan. Mulai Mei hingga Oktober (musim kemarau) rata-rata jumlah  hujan  kurang  dari 50  mm/bulan dengan peluang hujan 60%. Penanaman kapas dan kedelai sebaiknya dilakukan sesegera mungkin, paling lambat seminggu setelah padi dipanen atau awal Maret. Penanaman padi  dilakukan pada awal musim hujan yaitu Nopember atau Desember.  Apabila total curah hujan selama musim tanam kapas lebih dari 500 mm maka kebutuhan tambahan air irigasi pada tanaman kapas berkisar 100 mm yang dapat diberikan dalam dua kali irigasi.  Tambahan air irigasi tersebut dapat dilakukan dengan penyiraman langsung yang sumber airnya berasal dari sumur dangkal yang tersebar di beberapa lokasi.  Kebutuhan air tersebut akan semakin meningkat apabila waktu tanam kapas dan kedelai semakin mundur. Pemanfaatan sumur dangkal dan embung sangat dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan air pada musim kemarau, dan pengelolaan tanaman  antara  lain  dengan  mengatur  kerapatan tanaman dan pemberian mulsa juga dianjurkan untuk menekan evaporasi.Kata kunci : Kapas, Gossypium hirsutum, sebaran hujan, hujan, waktu tanam, Jawa Timur ABSTRACTRainfall Distribution As The Base to Determine Cotton Planting Time on The Rice Field in Lamongan, East JavaRainfall is a determining factor in cotton production on rice field and dry areas.  Rainfall analysis is determined based on rainfall data in the long period, to estimate the probability of having certain amount of rainfall from January to December in Lamongan (Mantup District), East Java as and indicator for successful cotton development in East Java. By recognizing rainfall distribution during planting season, the need for irrigation water can be determined. Total rainfall of 200-250 mm/month occurred during the rainy season from November to April with 60% of probability. Moreover, rainfall less than 50 mm/month occurred during the dry season from May to October with 60 % of probability. Cotton planting should be done as soon as possible, or, a week after rice harvesting (early March).  Rice should be planted early  rainy season in November or December.  When the total rainfall is greater than 500 mm over the growing season, the need for additional irrigation water is only about 100 mm, which can be applied 2 times.  Water from a nearby shallow well was used for watering.  The additional irrigation can be taken from the wells near the location. The need for irrigation water will increase if the cotton and soybean planting is delayed. The use of wells and embung is recommended to supply the additional irrigation waterduring dry season, and crop management, plant density and mulching are also recommended to reduse evaporation.Key  words  :  Cotton,  Gossypium  hirsutum,  rainfall distribution,  rainfall,  planting  time, East Java.
Prospek Pengembangan Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr) Mendukung Kebutuhan Bioetanol di Indonesia DEDI SOLEH EFFENDI
Perspektif Vol 9, No 1 (2010): Juni 2010
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v9n1.2010.%p

Abstract

ABSTRAKTanaman Aren (Arenga pinnata, MERR) adalah tanaman perkebunan berpotensi besar untuk dikembangkan. Produk utama tanaman aren sebagai hasil  dari  penyadapan  nira  bunga  jantan  dapat dijadikan gula, minuman, cuka dan alkohol. Selain itu bagian tanaman yang lain dapat dibuat bahan makanan. Data tahun 2004 luas areal tanaman aren telah mencapai 60.482 ha yang tersebar di 14 provinsi. Sehubungan produk nira aren dapat dijadikan bahan baku etanol, maka pengembangan tanaman ini untuk mendukung   kebutuhan   bioenergi   perlu   segera ditindaklanjuti. Peluang mengembangkan tanaman ini selain ketersediaan teknologi yang ada, tanaman aren mudah beradaptasi pada berbagai tipe tanah diseluruh Indonesia termasuk lahan kritis, alang-alang dan untuk reboisasi  dan  konservasi  hutan.  Sedang tantangan yang perlu ditanggulangi untuk mengembangkan tanaman ini meliputi : input teknologi masih minim, perbaikanmanajemenproduksi,          perbaikan pengolahan,  pemasaran masih tradisional, diseminasi masih   terbatas   pada   sebagian   kecil   petani,   dan kesulitan bibit unggul. Potensi tanaman aren untuk dijadikan etanol saat ini sudah cukup besar, dapat mencapai  1,43  juta  KL  bioetanoll  per  tahun.  Agar produk aren yang ada tidak bersaing dalam bentuk penyediaan  pangan  dan  bioetanol  diperlukan  pilot projek di beberapa provinsi yang berminat. Komitmen pelaksanaan  diserahkan  kepada  provinsi/kabupaten berminat   untuk   pembiayaan,   pelaksanaan dan monitoring. Penelitian  jangka  pendek dan panjang perlu mendapat prioritas  untuk memberikan kontribusi yang jelas dalam rangka menghasilkan bioetanol sebagai bioenergi dari tanaman aren.Kata  kunci  :   Arenga   pinnata,   prospek,   penghasil,bioetanol. ABSTRACTProspect of Arenga Plant As Producer Bioethanol in IndonesiaSugar palm (Arenga pinnata MERR) is a crop that has very high potention to be developed.  Sugar palm main products are produced from extracting male flower it can be made as sugar, drinks, acetic and alcohol.  Other parts of the plant can be use for ingredient.  Data from 2004 shows sugar palm plantation covers 60.482 acres that are spread in 14 province.  Because of the sugar palm product can be used to made etanol so it has potential to be developed in order to support biofuel. The opportunity in developing sugar palm besides the avalaible technology are that this plants are easy to adapt in any kind soil type in Indonesia including; critical     soil,                 weeds, reforestation and forest conservation. The obstacles that need to overcome are: low technology input, revising production management, revising production process, traditional marketing, dissemination still limited only to a few farmer, and diffculties in finding good seeds.  Sugar palm can produce etanol until millions of litres, in order not to mixed sugar palm potention in food suply with biofuel a pilot project is needed.  Commitment in delivering the project is given to each province that is interested in funding the project.  Further research should be a priority in order to give a real contribution in producing bioethanol as a bioenergy from sugar palm.Keywords: Arenga pinnata, prospect,produce, bioetanol
Strategi Pengembangan Sistem Agribisnis Lada Untuk Meningkatkan Pendapatan Petani SYAFRIL KEMALA
Perspektif Vol 6, No 1 (2007): Juni 2007
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v6n1.2007.%p

Abstract

RINGKASANLada merupakan ”rajanya” rempah-rempah di dunia, dan merupakan produk pertama yang diperdagangkan antara Barat dan Timur.  Saat ini, lada sangat berperan dalam  perekonomian  Indonesia  sebagai  penghasil devisa, penyedia lapangan kerja, bahan baku industri dalam  negeri  dan  konsumsi  langsung.  Meskipun demikian, usahatani lada yang ada sekarang tidak terkait dengan industri pengolahan, industri hilir, serta industri  jasa,  keuangan  dan  pemasaran.  Akibatnya agribisnis lada tidak berhasil mendistribusikan nilai tambah, sehingga tidak dapat meningkatkan pendapatan petani.  Faktor-faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya sistem agribisnis lada di Indonesia antara lain adalah ; (1). Sebagian besar teknologi belum dapat digunakan oleh petani, (2). Tidak tersedianya peralatan yang mudah didapat dan murah,  (3).  Kurangnya  diversifikasi produk lada, (4). Adanya  pesaing  Indonesia  sebagai  produsen  lada dunia (Brazilia, India, Malaysia, Srilangka, Thailand dan Vietnam), dan (5). Hasil-hasil penelitian berupa komponen dan paket teknologi serta kebijakan sudah banyak dihasilkan, tetapi belum banyak terserap oleh petani. Oleh karena itu, strategi pengembangan sistem agribisnis lada di Indonesia, harus dilakukan melalui ; (1). Program pengendalian hama dan penyakit terpadu, (2). Pengembangan industri alat dan mesin pertanian dengan jaringan distribusinya, (3).Diversivikasi produk melalui pembuatan lada menjadi barang jadi dan setengah jadi, sehingga dapat merubah permintaan menjadi elastis untuk meningkatkan daya serap pasar, (4). Program promosi pasar di pasar dunia baik melalui kantor kedutaan maupun kelembagaan lain, dan (5).Pemberdayaan petani dalam kelembagaan yang sudah ada seperti KUAT (Kelembagaan Usaha Agribisnis Terpadu), Asosiasi Petani Lada  Indonesia (APLI), KIMBUN (Kelompok Industri Masyarakat Perkebunan), dan Koperasi Unit Desa (KUD)Kata kunci : Lada (Piper nigrum L.), sistem agribisnis, pendapatan petani,  difersifikasi produk ABSTRACTDevelompment Strategy Of  Black Pepper Agribusiness System To Increase Farmer’s IncomePepper as  “King of Spice”  is the first product to be commerced between West and East. Nowadays, black pepper have and important role on the economy of Indonesia as foreign exchange, providing job opportunity, raw material of internal country industry, and direct consumption in the country. Pepper farming that present now, however, is not related with processing industry, downstream industry, as well as monitory service industry  and marketing. As the consequences, pepper agribusiness failed to distribute additional value, did not able to increase farmer’s income. Some factors that caused system agribusiness in Indonesia unable to develop i.e. (1). Most of technology can not be adopted by the farmers, (2). Unavailable of cheap equipment, (3). Less pepper product diversification, (4). The existence of competitors in the world pepper market (Brazil, India, Malaysia, Thailand, and Vietnam), and (5). Technology component resulted from experiments, as well as policy can not be adopted by the farmers. The strategy to develop of black pepper agribusiness in Indonesia, therefore, must be conducted through ; (1). Integrated pest and diseases management program,(2). Agricultural equipment industry follows with the distribution network, (3). Product diversification to increase of market absorption capacity, (4). The promotion program of marketing on the world market, through embassy and other institutions, and (5). Making efficient use of farmers in the existing organization such as KUAT, APLI, KIMBUN and KUD. Key   words:   Black   pepper (Piper   nigrum   L.),agribusiness system, farmer’s income, product diversification
KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN MOLEKULER SERTA PENGENDALIAN VIRUS PENYEBAB PENYAKIT KERDIL PADA LADA MIFTAKHUROHMAH MIFTAKHUROHMAH; RODIAH BALFAS
Perspektif Vol 13, No 1 (2014): Juni 2014
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v13n1.2014.%p

Abstract

ABSTRAKPiper yellow mottle virus (PYMoV) dan Cucumber mosaik virus  (CMV)  adalah  penyebab  penyakit  kerdil    yang merupakan  satu  penyakit  utama  pada  lada. Perkembangan  penelitian  tentang  penyakit  ini  dan pengendaliannya berlangsung lambat. Hasil penelitian terkini  menyebutkan  bahwa  gejala  penyakit  akibat infeksi tunggal virus adalah berupa klorotik pada daun, sedangkan  infeksi  ganda  menyebabkan  gejala  lebih parah sampai tanaman kerdil. PYMoV yang tergolong ke dalam genus Badnavirus memiliki genom DNA dengan panjang 7.662  nukleotida,  sedangkan  CMV (Cucumovirus) pada lada tergolong ke dalam subgrup I, dekat  dengan  CMV  dari  sirih  dan  Indian  long  pepper.Kedua virus ini menyebar sangat efektif melalui bahantanaman  yang  diperbanyak  secara  vegetatif,  serangga vektor  atau  secara  mekanis.  PYMoV  memiliki  kisaran inang  yang  sempit,  sedangkan  CMV  kisaran  inangnya luas. Kehadiran virus dapat dideteksi secara serologi di Indonesia  dengan  antiserum  BSV.  Secara  molekuler deteksi dilakukan dengan PCR. Pengendalian virus yang disarankan  adalah  secara  preventif,  yaitu  penggunaan bahan  tanaman  bebas/tahan  virus,  pengendalian serangga  vektor  dan  sanitasi  lingkungan.  Perlu dukungan penelitian tentang potensi penularan kedua virus  melalui  biji  dan  vektor  lain,  jenis  tanaman  inang lain  dari  famili  Piperaceae,  mendapatkan  protokol standar  multiplex  PCR,  dan  produksi  bahan  tanaman bebas dan tahan virus.Kata kunci:  PYMoV,  CMV,  penularan,  deteksi, pengendalian  Characteristics and Molecular Biology and Control of Viral Diseases of Dwarf PepperABSTRACTPiper  yellow  mottle  virus  (PYMoV)  and  Cucumber mosaic  virus (CMV)  are  the  causal  agents  of  dwarf disease,  one  of  the  major  diseases  on  pepper.  The development of research on the disease and its control is  slow.  The  results  of  the  current  study  states  that  the symptoms  of  diseases  caused  by  a  single  infectious  virus is a chlorotic on leaves, whereas double infection causes  more  severe  symptoms  until  the  dwarf  plants.PYMoV  belonging  to  the  genus  Badnavirus  have genomic  DNA  with  a  length  of  7,662  nucleotides, whereas CMV (Cucumovirus) on pepper belong to the subgroup  I,  close  to  CMV  of  betel  and  Indian  long pepper.  Both  of  these  viruses  spread  very  effectively through plant material which propagated vegetatively, insect  vectors  or  mechanically.  PYMoV  has  a  narrow host  range,  whereas  CMV  has  a  wide  host  range. The presence of the virus can be detected serologically in  Indonesia  with  antiserum  BSV.  Molecular  detection performed  by  PCR.  Management  strategies  to  control virus  are :  using  virus­free  plant  material,  insect vector  control  and  environmental  sanitation.  The research  support  which  are  required  :  the  potential  of virus  transmission  through  seeds  and  other  vectors, other  host  plants  from  Piperaceae,  get  a  standard multiplex PCR protocol and production of virus­free and  resistant plant material.Keyword :  PYMoV,  CMV,  transmission,  detection, control
Potensi Pengembangan Budidaya Artemisia annua L. di Indonesia GUSMAINI GUSMAINI; HERA NURHAYATI
Perspektif Vol 6, No 2 (2007): Desember 2007
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v6n2.2007.%p

Abstract

ABSTRAKArtemisia terbukti efektif mengatasi penyakit malaria yang mulai kebal terhadap pil kina.  Artemisia berasal dari daerah sub tropis (iklim temprate), dan dapat tumbuh baik di daerah tropis. Peluang pengembangan artemisia di Indonesia cukup besar. Beberapa wilayah memiliki lingkungan tumbuh yang sesuai bagi pertumbuhan artemisia dan klon lambat berbunga yang cocok tumbuh di Indonesia juga tersedia. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya artemisia di Indonesia agar produksi dan kadar artemisininnya tinggi antara lain: (1) pemilihan lokasi atau wilayah yang sesuai, (2) pemilihan bahan tanaman yang tepat,, dan (3) memanipulasi agronomik seperti  pemangkasan,  pemupukan  anorganik  dan organik, naungan, dan mikroba.Kata kunci: Artemisia annua L., budidaya, artemisinin, pengembangan. ABSTRACTPotency of Artemisia annua Development in IndonesiaArtemisia as medicinal plant was proven can cure malaria disease more effective than quinine pill. Artemisia is introducted plant from sub tropical area but it can grow well in tropical area.  The potency to develop Artemisia in Indonesia is big since some areas have suitable agro ecology for Artemisia’s growth and the availability of delayed flowering clones which gan grow well in Indonesia. To obtain high yield and also high artemisinin content, some factors need attention in cultivating Artemisia in Indonesia: (1) selected locat-ion suitable for its growth, (2) selected plant material, and (3) manipulated agro climate environment such as prunning, application of organic and inorganic fertilizer, shading, and microbe application.Keywords: Artemisinin annua L., cultivation, artemi-sinin, development,
PEMANFAATAN STEARIN SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK FORMULASI ASAM LEMAK MIRIP ASI STEIVIE KAROUW
Perspektif Vol 13, No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v13n2.2014.%p

Abstract

ABSTRAKAir Susu Ibu (ASI) merupakan sumber gizi pokok bagi bayi, tetapi sebagian ibu pasca melahirkan tidak dapat memberikan ASI dan menggantikannya dengan susu formula. Perbedaan karakter utama antara lemak ASI dan susu formula yaitu distribusi asam lemak terutama pada posisi sn-2. Asam lemak utama pada posisi sn-2 ASI  adalah  asam  palmitat,  sedangkan  pada  susu formula asam palmitat teresterifikasi pada posisi sn-1 dan sn-3. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menghasilkan trigliserida baru yang memiliki profil asam lemak mirip ASI atau Human Milk Fat analog (HMF analog) dengan ciri komposisi palmitat tinggi pada  sn-2.  Pembuatan  HMF  analog  telah  dilakukan dengan proses interesterifikasi enzimatis menggunakan enzim yang   spesifik   mengkatalisis posisi  sn-1,3  dari  triasilgliserol  seperti  lipase  dari Rhizomucor miehei. Sintesis HMF analog menggunakan sumber asam palmitat dari tripalmitin dan lemak babi yang  diketahui  mengandung  asam  palmitat  tinggi pada  posisi  sn-2.  Stearin  sawit  mengandung  asam lemak   palmitat   yang   sebagian   besar (41,7  %) teresterifikasi   pada   posisi   sn-2,   sehingga   sangat potensial  digunakan  sebagai  sumber  asam  palmitat untuk sintesis HMF analog. Pada posisi sn-1 dan sn-3 dari HMF analog selanjutnya dapat diesterifikasi asam lemak rantai medium dari minyak kelapa. Asam laurat merupakan  asam  rantai  medium  dengan  proporsi tertinggi pada minyak kelapa.Kata kunci: HMF analog, stearin sawit, minyak kelapa, asam palmitat, asam laurat ABSTRACTHuman milk fat contains high percentage of palmitic acid, that predominantly located in the sn-2 position of the triglycerides. Meanwhile infant formulas contain palmitic acid predominantly in sn-1,3 positions.  In recent years, there  has been a considerable researchs conducted  on  structured  lipids  contain  fatty  acid profile similar to that of human milk which is called Human  Milk  Fat  analog  (HMF  analog).  Generally, tripalmitin or lard oil were used as sources of palmitic acid in sn-2 position. Palmitic acid is the major fatty acid in palm stearin, in which 41.7 % mainly located in the sn-2 position. Thus, palm stearin is a good source of  palmitic  acid  to  synthesis  HMF  analog.  Then, medium chain fatty acids isolated from coconut oil could be esterified in sn-1 and sn-3 position of HMF analog. Lauric acid was the main fatty acid in coconut oil.Keywords:  HMF  analog,  palm  stearin,  coconut  oil, palmitic acid, lauric acid
Perbaikan Ketahanan Abaka Terhadap Fusarium dan Prospek Pengembangannya SUDJINDRO SUDJINDRO
Perspektif Vol 7, No 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v7n2.2008.%p

Abstract

ABSTRAKPerbaikan genetik klon abaka melalui hibridisasi relatif sulit dilakukan karena sempitnya keragaman genetik tanaman   tersebut. Hal  ini  disebabkan  abaka diperbanyak  secara  vegetatif.  Sebagai  alternatif, peningkatan keragaman genetik tanaman abaka dapat dilakukan  dengan  mutasi  dan  induksi  keragaman somaklonal  dalam  kultur  in  vitro. Untuk mengidentifikasi mutan atau varian  dengan karakter unggul tertentu, perlu dilanjutkan dengan seleksi in vitro. Mutasi dengan menggunakan mutagen kimia Etil Metan Sulfonat (EMS) yang dilanjutkan dengan seleksi in vitro telah menghasilkan varian-varian abaka yang resisten terhadap Fusarium oxysporum f.sp cubense (Foc). Pengembangan klon abaka resisten terhadap Foc dapat mengurangi biaya produksi  sehingga  akan meningkatkan  keuntungan  petani  atau  pengusaha dalam  pengembangan agribisnis abaka di Indonesia.Kata kunci: Musa textilis Nee., Fusarium oxysporum f.sp. cubense, seleksi in-vitro ABSTRACTImprovement of Abaca Resistance to Fusarium and its Development ProspectGenetic  improvement  of  abaca  clones  through hybridization is relatively difficult due to the narrow genetic variability of this crop. The narrow genetic variability   of   abaca   caused   by   its   propagated vegetatively.  Alternatively,  genetic  improvement  of abaca could be conducted by mutation and somaclonal variation  inductions  through  in  vitro  culture.  To identify  mutants  or  variants  with  certain  superior character,  it  is  necessary  continued  with  in  vitro selection.  Mutation  of  abaca  which  was  conducted using chemical mutagen Ethyl Methane Sulphonate (EMS) followed by in vitro selection has resulted in resistant variants to Fusarium oxysporum f.sp cubense (Foc). Cultivation of the abaca variants resistant to Foc will  decrease  total  production  cost  and  of  crease farmers’ profit in abaca agribusiness in Indonesia.Key words: Musa textilis Nee, Fusarium oxysporum f.sp. cubense, in-vitro selection

Page 1 of 21 | Total Record : 203