Sejak ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Untuk Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional pada 13 April 2020 dan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). ) berdampak pada produksi barang dan jasa. menurun, yang juga terkait dengan nasib pekerja di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja. Rumusan masalah yang diangkat adalah 1. Apa implikasi Pandemi Covid-19 bagi Pekerja/Buruh, 2. Apakah tepat pengusaha memberhentikan pekerja dengan alasan force majeure di tengah Pandemi Covid 19? Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian melalui studi kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, terutama yang berkaitan dengan masalah yang diangkat. Hasil dan pembahasan bahwa Implikasi Pandemi Covid-19 bagi Pekerja/Buruh menyebabkan 15,6 persen pekerja di Indonesia terkena PHK, bahkan 13,8 persen tidak mendapatkan pesangon. Pemutusan hubungan kerja tanpa pesangon merupakan bentuk kesepakatan dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. PHK di tengah pandemi Covid-19 dengan alasan fore meajure atau kondisi siap pakai Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata jo Pasal 164 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah beralasan dan benar secara hukum. . Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena tindakan paksa dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, perjanjian pemberhentian dengan alasan penjaminan harus dituangkan dalam perjanjian kerja yang menyebutkan jenis-jenis tenaga kerja. Kedua, tidak berlaku untuk perjanjian kerja seperti pandemi Covid-19 yang berdampak pada pengusaha dan pekerja. Kata Kunci : Force Majeure, Perjanjian Kerja, Pandemi Covid-19
Copyrights © 2022