Eksistensi dari lembaga yudisial tertinggi yang bertugas sebagai penegak konstitusi lahir sejak adanya amandemen pasca reformasi yang menentang semua tidak perilaku korupsi, nepotisme dan kolusi di antara para penyelenggara negara yang telah membenamkan negara ke titik nol demokrasi. Mahkamah Konstitusi semestinya tidak boleh dijadikan sebagai kendaraan penguasa. Tujuan artikel untuk mengetahui etika dan kewenangan hakim konstitusi yang bebas dan mandiri. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan serta pendekatan konsep. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa sebagai lembaga yudikatif yang bertugas menjunjung tegaknya supremasi hukum tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan kekuasaan dan pribadi. Bagi, mereka ancaman arus balik itu bisa terjadi sekalipun mereka memiliki prosedur formal untuk membatasi kekuasaan pemerintah. Caranya membuat para hakim menjadi tidak lagi independen terutama ketika mengadili perkara-perkara yang menyangkut kepentingan pemerintah. Poros keadilan sejatinya bertumpu pada Mahkamah Konstitusi sebagai the guardian of constitution, artinya segala produk yang dibuat oleh pembuat undang-undang dan apabila produk tersebut pertentang dengan nilai-nilai keadilan maka Mahkamah Konstitusi hadir untuk mengoreksi produk tersebut. Namun, apabila Mahkamah Konstitusi dijadikan sebagai kendaraan penguasa maka semakin tampak ketidakadilan di negeri ini.
Copyrights © 2023