Artikel ini berfokus untuk mendalami konsep ekspresi eksistensi manusia dengan merinci dan menganalisis ritual cear cumpe, sebuah tradisi unik di Kampung Runtu, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tradisi ini bertujuan untuk memberi nama kepada bayi yang baru lahir, dan biasanya dilakukan setelah bayi tersebut berumur tiga sampai tujuh hari. Pendekatan filosofis Kierkegaard digunakan sebagai landasan teoretis untuk memahami makna mendalam dari ekspresi keberadaan manusia melalui ritual ini. Tujuan utama artikel ini adalah mengungkap dan menganalisis bagaimana ritual cear cumpe menjadi bentuk ekspresi eksistensi manusia, serta menjelaskan relevansi pemikiran Kierkegaard dalam konteks tradisi ini. Artikel ini bertujuan untuk memperkaya pemahaman tentang keberadaan manusia dalam konteks budaya lokal, dan mengaitkannya dengan pemikiran filosofis. Penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data diperoleh melalui studi literatur baik buku, jurnal ataupun artikel yang terkait. Pendekatan filosofis Kierkegaard diterapkan untuk merinci elemen-elemen eksistensial yang terkandung dalam ritual ini. Penulis menemukan bahwa ritual cear cumpe bukan sekadar serangkaian tindakan formal, tetapi merupakan ekspresi mendalam dari eksistensi manusia. Ritual ini mencerminkan keberadaan individual dan kolektif, serta menggambarkan perjalanan spiritual dalam kerangka pemikiran Kierkegaard. Artikel ini menyoroti signifikansi ritual ini dalam memahami konsep eksistensi manusia di tengah kompleksitas budaya dan nilai lokal. Artikel ini memberikan kontribusi pada pemahaman lintas budaya tentang ekspresi eksistensi manusia. Implikasi praktis termasuk peningkatan penghargaan terhadap keanekaragaman budaya dan pemikiran filosofis dalam konteks lokal. Selain itu, artikel ini dapat menjadi dasar untuk pelestarian dan pengembangan budaya lokal, sambil membuka ruang dialog antara tradisi lokal dan pemikiran global
Copyrights © 2024