AbstractThis article discusses the phenomenon of the development of intolerance in religion, especially that afflicting young people. This study aims to seek input for the development of family-based moderation education. This study used qualitative research, with a case study approach to the incidence of attacks by young people on a priest delivering a sermon at the St. Joseph Church in Medan. This study concludes that children's acts of religious violence are motivated by the teachings of radicalism read on the internet. This research recommends that it is time for agitative religious lectures, hate speech, cyber-net terrorism to be intervened by the state through relevant regulations and supervision. Also, parents need to increase awareness of the negative impact of technology and build more togetherness by developing moderate religious values in the family. AbstrakArtikel ini membahas tentang fenomena perkembangan paham intoleransi dalam beragama, khususnya yang menimpa anak muda. Penelitian ini bertujuan untuk mencari masukan pengembangan pendidikan moderasi berbasis keluarga. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, dengan pendekatan studi kasus pada kejadian penyerangan oleh anak muda pada pastor yang sedang menyampaikan khutbah di Gereja Santo Joseph Medan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tindakan kekerasan agama oleh anak-anak dimotivasi oleh ajaran radikalisme yang dibaca di internet. Penelitian ini merekomendasikan bahwa sudah saatnya ceramah keagamaan sepihak, pidato kebencian, terorisme melalui cyber-net perlu diintervensi oleh negara melalui regulasi dan pengawasan yang relevan. Selain itu, orang tua perlu meningkatkan kewaspadaan dampak negatif teknologi dan membangun lebih banyak kebersamaan dengan mengembangkan nilai-nilai agama yang moderat dalam keluarga.
Copyrights © 2020