Sebagaimana telah diketahui oleh masyarakat luas maka dalam beberapa tahun yang terakhir ini Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mengaplikasi model Ujian Masuk Perguruan Tinggi Ne-geri (UMPTN) dalam menyeleksi peserta sebagai kandidat mahasiswa baru PTN. Model UMPTN ini dianggap paling baik di antara model-model yang pernah dikembangkan di tahun-tahun yang sebelumnya; utamanya Model Skalu dan Model Perintis.      Ujian tulis UMPTN biasanya diikuti oleh peserta yang dari sisi jumlah biasanya berlipat ganda dibandingkan dengan daya tam-pung mahasiswa baru PTN. Adapun angka kelipatannya bisa mencapai enam, tujuh atau delapan. Bahkan, beberapa tahun lalu pernah mencapai angka 13 atau 14. Kiranya hal ini wajar saja oleh karena di negara kita sampai sekarang ini PTN masih merupakan "universi-ty of choice" bagi masyarakat.      Dari pengalaman mengikuti perjalanan UMPTN selama ini ada hal yang amat menarik untuk diketahui masyarakat luas, utamanya kalangan perguruan tinggi, yaitu mengenai prestasi peserta dalam UMPTN itu sendiri. Sebenarnya, selama ini prestasi peserta UMPTN kita relatif tidak memadai alias jelek. Hal ini dapat kita lihat dari rendahnya skor yang dicapai oleh kebanyakan peserta UMPTN kita. Lebih dari separuh peserta UMPTN kita hanya sanggup mencapai skor di bawah 500 dari kemungkinan skor maksimal 1.000. Keadaan ini berlangsung dari tahun ke tahun.      Keadaan tersebut menimbulkan pertanyaan pada kita; apakah kualitas kandidat mahasiswa baru PTN memang rendah ataukah ada sesuatu yang tidak beres pada materi UMPTN itu sendiri. Secara metodologis ada dua aspek yang perlu diwaspadai menyangkut keti-dakberesan materi UMPTN; yaitu menyangkut tingkat kesulitan soal UMPTN dan keselarasan soal UMPTN dengan materi kurikulum pen-didikan dibawahnya, dalam hal ini kurikulum SMU.
Copyrights © 2000