Dunia keilmuan sosiologi dalam analisis-analisisnya terjerembab kedalam kebekuan teoritis. Jika tidak terperangkap ke dalam mazhab fenomenologisme maka ia terpasung dalam strukturalisme. Mazhab fenomenologisme di satu sisi menempatkan aktor sebagai dewa yang mampu mewujudkan sendiri semua tindakan-tindakannya. Maka para sosiolog yang tergabung dalam mazhab teoritis ini dalam bahasanya Weber selalu berusaha mencari motif apa dibalik tindakan aktor. Sebaliknya disisi lain penganut paham strukturalisme menempatkan aktor seperti robot yang dikendalikan oleh remote kontrol. Remote kontrol itu adalah struktur atau fakta sosial dalam bahasanya Durkheim. Aktor individu yang terpasung, tidak kreatif dan hanya bertindak berdasarkan apa yang diinginkan oleh struktur atau fakta sosial. Maka para sosiolog yang semazhab dengan strukturalisme ini dalam analisisnya terhadapfenomena sosial selalu berusaha menelusuri struktur dan norma-norma sosial seperti apa yang mempengaruhi aktor. Giddens menilai kedua mazhab ini menggunakan kacamata kuda (hanya mampu melihat satu arah) dalam analisis sosialnya. Akibatnya mereka tidak mampu memahami realitas sosial secara utuh dan komprehensif. Untuk mengatasi problem teoritis dari kedua mazhab teoritik yang dominan dalam ranah sosiologi ini, Giddens kemudian menawarkan teorinya yang dinamakan teori strukturasi. Apa itu teori strukturasi?. Bagaimana kerangka epistemologi teori ini dalam memahami realitas sosial?. Kedua pertanyaan itulah yang akan dijawab dan dikupas dalam tulisan ini. Kata Kunci : Strukturasi, Fenomenologisme, Strukturalisme
Copyrights © 2013