Reklamasi hampir selalu menjadi polemik di Indonesia karena diduga berdampak buruk pada lingkungan. Namun, reklamasi juga sebagai opsi untuk meningkatkan fungsi ruang. Terlepas dari masalah ini, penelitian ini mencoba untuk melihat dari perspektif lain, yaitu dari aspek hukum perencanaan tata ruang. UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menetapkan bahwa “ruang” tidak hanya tentang ruang darat, tetapi juga ruang laut. Namun, dalam UU tersebut, penataan ruang laut tidak diatur. UU menegaskan bahwa tata ruang laut diatur dengan UU tersendiri. Kemudian, dasar penataan ruang laut diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Hal ini menunjukkan adanya dualisme pengaturan antara perencanaan tata ruang darat dan laut dalam UU yang berbeda. Ini menimbulkan pertanyaan yang menarik ketika dikaitkan dengan reklamasi, yaitu terkait dengan status ruang sebagai hasil dari reklamasi, apakah itu menjadi bagian dari tata ruang darat atau laut? Peneliti bermaksud untuk menjawab pertanyaan berikut: (a) bagaimana pengaturan tata ruang sebelum dan sesudah reklamasi? (b) bagaimana status hukum ruang yang dihasilkan dari reklamasi? Apakah tunduk pada peraturan tata ruang darat atau laut? Ini adalah penelitian hukum normatif yang menggunakan tinjauan pustaka untuk membedah data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dualisme mengenai peraturan tata ruang daratan dan laut membuat perencanaan tata ruang non-integratif, yang hampir selalu menyebabkan polemik reklamasi di Indonesia.
Copyrights © 2018