Harmoni
Vol. 15 No. 1 (2016): Januari-April 2016

KONFLIK DAN KERUKUNAN ANTARUMAT BERAGAMA DI GRABAG KABUPATEN MAGELANG

Zakiah Zakiah (Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, Semarang)



Article Info

Publish Date
30 Apr 2016

Abstract

Artikel ini membahas tentang konflik dan kerukunan antarumat beragama di kecamatan Grabag Kabupaten Magelang. Beberapa tahun yang lalu wilayah ini pernah mengalami konflik antar dan inter umat beragama. Konflik tersebut tidak sampai menimbulkan kekerasan dan kerusuhan dalam skala besar, dan dapat teratasi. Hingga saat ini kondisi masyarakat dalam keadaan damai, hal ini di antaranya disebabkan oleh peran agama dan tradisi lokal yang mampu menjadi perekat kerukunan umat beragama. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif di tiga desa di Kecamatan Grabag meliputi desa Grabag, desa Losari dan desa Ngrancah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perayaan nyadran, merti desa dangenduranan merupakan tempat “terbuka” bagi masyarakat tanpa membedakan latar belakang agama tanpa ada diskriminasi dan ekslusi. Dalam kegiatan tersebut, setiap warga mempunyai kesempatan untuk bertemu dan berinteraksi dengan warga lainnya. Interaksi tersebut telah menjadi salah satu faktor terbentuknya kohesi sosial, disamping faktor prinsip dan norma agama yang dijalankan oleh masyarakat. Kerukunan umat beragama terbentuk. This article discusses about the conflict and harmony between religious followers in the sub-district of Grabag, Magelang district. In the past few years, among religious adherents in the area had ever experienced conflicts both internally and externally. However, the conflict did not lead to exessive violence and riot, was successfully resolved. Until recently, the condition of society is condusive and harmonious. This is due to the important role of religion and local traditions in building social cohesion among religious believers. This researchuses qualitative approach. This study was conducted in Grabag Sub district in the villages of Losari, Ngrancah and Grabag. The result shows that local traditions such as nyadran, merti desa and genduranan have become open spaces for people to meet and interact to each other regardless of their religious backgrpund. In these activities, every resident has same opportunity to participate, there is no discrimination and exclusion among them. Such an interaction has become one of the contributing factors to build social cohesion., along with the religious principle and norm practiced by community. The religious harmony is created.

Copyrights © 2016






Journal Info

Abbrev

harmoni

Publisher

Subject

Education

Description

Ruang lingkup jurnal ini meliputi: 1. Aliran, Paham dan Gerakan Keagamaan 2. Pelayanan Keagamaan 3. Hubungan Antarumat Beragama 4. Toleransi Umat ...