cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX PRIVATUM
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 1,358 Documents
KEDUDUKAN BANK SEBAGAI PEMEGANG JAMINAN KEBENDAAN TERHADAP ADANYA PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN Sengkey, Yosua
LEX PRIVATUM Vol 3, No 4 (2015): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menmgetahui bagaimana kedudukan Bank sebagai pemegang jaminan kebendaan apabila objek jaminan tersebut dieksekusi dan bagaimana kedudukan hak kreditur pemegang jaminan kebendaan terhadap kredit macet akibat kepailitan terhadap adanya penangguhan eksekusi objek jaminan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini dapat disimpulkan: 1. Pemegang jaminan kebendaan dalam pelunasan piutangnya memiliki kedudukan yang lebih terjamin di mana kedudukannya lebih tinggi dibanding kreditur lainnya, kecuali Undang-Undang menentukan sebaliknya. Pemegang jaminan kebendaan dalam kepailitan terhadap hasil penjualan obyek jaminan memiliki hak preferen sampai nilai jaminan yang dibebankan tersebut. Hasil dari penjualan obyek jaminan baik yang dilakukan oleh kreditur pemegang jaminan maupun kurator, kelebihannya dimasukkan dalam harta pailit. Sedangkan jika ternyata tidak mencukupi jumlah hutang tetapi tidak termasuk bunga maka sisanya berlaku bagi kreditur konkuren apabila telah diajukan dalam rapat verifikasi. 2. Penangguhan eksekusi jaminan hutang dalam hukum pailit adalah dalam masa-masa tertentu, sungguhpun hak untuk mengeksekusi jaminan hutang ada di tangan kreditur separatis (kreditur dengan hak jaminan), tetapi kreditur separatis tersebut tidak dapat mengeksekusinya karena ia berada dalam “masa tunggu” untuk masa tertentu, di mana jika masa tunggu tersebut sudah lewat baru ia dibenarkan untuk mengeksekusi jaminan hutangnya. Selama berlangsung jangka waktu untuk memperoleh penangguhan segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang badan peradilan dan baik kreditur maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas barang yang menjadi agunan. Kata kunci: Bank, jaminan kebendaan, penangguhan, eksekusi objek jaminan
KAJIAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA TANAH BERSERTIFIKAT GANDA Bagali, Dekt Purwanto
LEX PRIVATUM Vol 3, No 4 (2015): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk, maka kebutuhan akan ketersediaan tanah menjadi semakin tinggi pula. Dalam perkembangannya, kebutuhan terhadap tanah telah memunculkan berbagai konflik/sengketa, baik antar perorangan maupun suatu kelompok terkait. Sengketa waris, kepemilikan, penguasaan tanpa hak atas tanah secara perorangan bahkan organisasi dan perusahaan adalah konflik yang kian hari kian banyak terjadi. Secara umum, kasus sengketa tanah muncul karena adanya “klaim” kepemilikan hak milik, maupun penguasaan atas tanah. Masing-masing pihak bersengketa merasa paling berhak atas tanah yang disengketakan. Hal ini sebagai akibat dari adanya kepemilikan sertifikat tanah ganda antara masing-masing pihak yang bertikai. Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam karya tulis ini yaitu bagaimana konsep sengketa tanah bersertifikat ganda dalam perspektif Hukum Pertanahan Indonesia serta bagaimana tahapan penyelesaian sengketa tanah bersertifikat ganda. Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perspektif hukum pertanahan Indonesia, sengketa tanah bersertifikat ganda merupakan bentuk kriminalisasi dalam bidang pertanahan yang terjadi di dalam hukum pertanahan di Indonesia. Badan pertanahan Nasional memiliki kewenangan secara sah untuk menerbitkan sertifikat hak atas tanah. Oleh karena itu, maka jika terjadi penyalahan prosedur dan adanya kepemilikan sertifikat ganda, maka sebenarnya yang sangat bertanggungjawab adalah pihak Badan Pertanahan Nasional. Menurut peraturan perundangan yang berlaku, mekanisme penyelesaian sengketa tanah bersertifikat ganda dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur melalui jalur pengadilan dan di luar jalur peradilan. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa sengketa tanah bersertifikat ganda dalam perspektif hukum pertanahan Indonesia adalah: sertifikat ganda merupakan bentuk produk hukum sertifikat yang salah; sertifikat ganda merupakan bentuk kriminalisasi dalam pendaftaran tanah; dan sertifikat ganda merupakan bentuk pemalsuan sertifikat. Tahapan penyelesaian sengketa tanah bersertifikat ganda yang dilakukan di Indonesia terdiri dari dua tahapan, yakni: tahapan penyelesaian dalam peradilan dan tahapan penyelesaian di luar peradilan. Di dalam peradilan dengan Gugatan perdata di Pengadilan Negeri; Banding ke Pengadilan Tinggi dan Kasasi dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Mekanisme penyelesaian sengketa tanah bersertifikat ganda di luar jalur peradilan antara lain dengan memanfaatkan upaya hukum: Negosiasi; Mediasi; Fasilitasi; Penilai independen; Konsiliasi; Arbitrase; dan Memanfaatkan lembaga adat
KEWAJIBAN HAKIM PENGADILAN TINGGI DALAM MEMPERTIMBANGKAN MEMORI BANDING DAN KONTRA MEMORI BANDING DARI ASPEK HUKUM ACARA PERDATA Latiki, Wirda
LEX PRIVATUM Vol 3, No 4 (2015): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah Hakim Pengadilan Tinggi Dalam Mempertimbangkan Memori Banding Dan Kontra Memori Banding Dari Aspek Hukum Acara Perdata dan bagaimanakah Kewajiban dan Tanggung Jawab Hakim Memutuskan Perkara Perdata Dalam Persidangan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Kewajiban hakim Pengadilan Tinggi dalam mempertimbangkan memori banding dan kontra memori banding di lihat dari aspek hukum acara perdata meskipun tidak merupakan keharusan dan kewajiban di karenakan tidak ada peraturan yang mengatur bahwa hakim pengadilan tinggi wajib mempertimbangkan memori banding dan kontra memori banding tersebut. Hal ini berdasarkan putusan-putusan pengadilan tinggi dimana hakim dalam putusannya tidak mempertimbangkan memori banding dan kontra memori banding yang di ajukan oleh para pihak yang berperkara diantaranya,yaituPutusan MA Reg. No.: 247 K/Sip/1953 tgl. 6 April 1955.  2. Kewajiban dan  Tanggung jawab hakim dalam memutus suatu perkara memang sesuatu yang tidak mudah, karena idealnya putusan itu harus memuat idée des recht atau ide hukum yang meliputi 3 unsur, yaitu keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Ketiga unsur ini merupakan suatu yang harus dipertimbangkan oleh hakim dan diterapkan secara propesional sehingga dapat diciptakannya suatu keputusan yang berkualitas. Kata kunci: Kewajiban hakim, memori banding, kontra memori banding
PENGELOLAAN DANA BANK BERDASARKAN UU NO. 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN Liusanda, Beny P.
LEX PRIVATUM Vol 3, No 4 (2015): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah cara pengelolaan dana pada suatu bank dan bagaimanakah resiko jika terjadi masalah Likuiditas di dalam lembaga perbankan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Cara pengelolaan dana pada bank merupakan strategi yang penting bagi manajemen bank. Untuk menyalurkan dana pun bank juga harus berhati-hati tidak boleh hanya sekedar menghabiskan dana yang mengendap di bank atau hanya sekedar mengejar target. Untuk pengumpulan dana dari masyarakat bank bisa menggunakan simpanan atau tabungan dengan berbagai jenis yang bisa disesuaikan kebutuhan masyarakat. 2. Resiko masalah Likuiditas dalam lembaga keuangan Bank adalah Resiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat dia gunakan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Kata kunci: Pengelolaan, dana, bank
KAJIAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA TANAH BERSERTIFIKAT GANDA Bagali, Deky Purwanto
LEX PRIVATUM Vol 3, No 4 (2015): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah Konsep sengketa tanah bersertifikat ganda dalam perspektif Hukum Pertanahan Indonesia dan bagaimanakah tahapan penyelesaian sengketa tanah bersertifikat ganda. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Sengketa Tanah Bersertifikat Ganda Dalam Perspektif Hukum Pertanahan Indonesia adalah bahwa: Sertifikat Ganda merupakan bentuk Produk Hukum Sertifikat Yang salah; Sertifikat ganda merupakan bentuk Kriminalisasi dalam Pendaftaran Tanah; dan Sertifikat ganda merupakan bentuk Pemalsuan Sertifikat. 2. Tahapan penyelesaian sengketa tanah bersertifikat ganda yang dilakukan di Indonesia terdiri dari dua tahapan, yakni: tahapan penyelesaian dalam peradilan dan tahapan penyelesaian di luar peradilan. Di dalam peradilan dengan Gugatan perdata di Pengadilan Negeri; Banding ke Pengadilan Tinggi dan Kasasi dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Mekanisme penyelesaian sengketa tanah bersertifikat ganda di luar jalur peradilan antara lain dengan memanfaatkan upaya hukum: Negosiasi; Mediasi; Fasilitasi; Penilai independen; Konsiliasi; Arbitrase; dan Memanfaatkan lembaga adat. Kata kunci: Penyelesaian sengketa, tanah, sertifikat ganda.
WAKAF TANAH MILIK SEBAGAI BENTUK PERALIHAN HAK Paputungan, Dennise R. H.
LEX PRIVATUM Vol 3, No 4 (2015): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan peralihan hak wakaf tanah milik dalam perspektif hukum Islam dan bagaimana pengelolaan dan pengembangan wakaf tanah milik dalam perspektif hukum Islam. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Bahwa suatu peralihan hal wakaf tanah milik dalam Islam juga dapat diatur melalui KUH Perdata; UUPA serta dapat diatur melalui hukum adat yang pada prinsipnya tidak terdapat perbedaan yang menonjol yang perlu diingat bahwa dari peralihan tanah milik tersebut bagaimana cara memperoleh atau terjadinya hak milik (tanah) dan peruntukannya (dari siapa dan untuk siapa), yaitu dengan; pemilikan, peletakan, daluwarsa, pewarisan dan perwujudan atau penyerahan. Adapun peralihan dan penguasaan melalui UUPA berada di tangan negara dan warga negara (hak bangsa) sesuai bunyi Pasal 1 ayat (1) dengan ayat (3) UUPA. Peralihan tanah milik secara adat yaitu diperoleh melalui pemberian masyarakat hukum adat, dan diperoleh melalui pembukaan tanah/ hutan; yang berkenaan dengan perwakafan adat menyerahkan tanah milik adat kepada yayasan  (wakaf). Khusus perwakafan dalam hukum Islam dengan melalui peralihan hak wakaf tanah milik; bagi pemberi atau pelepas hak tanah milik ikhlas; hal ini sebagai bentuk ibadah, dan bagi si penerima tanah milik atau hak punya kewajiban untuk mengelola dan mengembangkan sesuai amanat pemberi “milik atau hak”. 2.  Pengelolaan dan pengembangan wakaf tanah milik dalam Islam; apabila wakaf tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap; maka sebagai pengelola dan pengembangnya adalah nazhir/nadir; ini dapat dilakukan secara perorangan; organisasi atau badan hukum; nashir ini harus profesional dalam melaksanakan pengelolaan dan pengembangan wakaf tanah milik (milik atau hak), ini biasanya diperuntukkan untuk kepentingan umat (sesuai amanahnya), misalnya bidang pendidikan; pendirian ruko, masjid, yayasan amal; maupun bidang-bidang ekonomi syariah, kali ini sesuai dengan ikrar wakaf sesuai dengan peruntukkannya; Adapun pengawasan wakaf tanah milik adalah pemerintah dan masyarakat setempat dan wakaf tanah milik tidak/ dilarang untuk dipindah/ alihkan kepada pihak lain maupun ditarik oleh pemberi (milik atau hak) wakaf. Kata kunci: Wakaf, tanah milik, peralihan hak.
ANALISIS YURIDIS KEHILANGAN HAK MEWARIS MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Rorong, Weidy V. M.
LEX PRIVATUM Vol 3, No 4 (2015): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah sistem pembagian warisan yang berlaku di Indonesia dan bagaimanakah  kehilangan hak  mewaris  menurut  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Terdapat perbedaan diantara tiga sistem pembagian hukum waris di Indonesia mengenai unsur-unsur pewarisan. Hukum adat juga memandang  warisan sebagai proses peralihan harta kekayaan berupa materiil maupun immaterial dari satu generasi ke generasi lainnya.Menurut sistem hukum perdata, pewaris adalah orang yang telah meninggal dunia atau orang yang diduga meninggal dunia yang meninggalkan harta yang dimiliki semasa hidupnya.  2. Hukum waris perdata menentukan empat sebab seseorang kehilangan hak mewaris, sebagai berikut : - Ahli waris yang dipidana karena membunuh atau melakukan percobaan pembunuhan terhadap pewaris. - Ahli waris yang dipidana karena menfitnah dan mengadukan bahwa pewaris telah melakukan kejahatan dengan ancaman empat tahun atau lebih. - Ahli waris yang melakukan kekerasan untuk menghalangi pewaris membuat atau mencabut surat wasiat. - Ahli waris yang menggelapkan atau memusnahkan atau memalsukan surat wasiat. Kata kunci: Kehilangan hak mewaris, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB TERBATAS PEMEGANG SAHAM ATAS KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS Muaya, Devvy
LEX PRIVATUM Vol 3, No 4 (2015): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab terbatas pemegang saham atas kepailitan Perseroan Terbatas  dan bagaimana tugas dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini dapat disimpulkan: 1. Tanggung jawab pemegang saham atas pailitnya Perseroan Terbatas yaitu hanya pada sebatas modal saham yang disetorkan oleh pemegang saham kepada perseroan. Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya tidak berlaku apabila pemegang saham terbukti, antara lain: persyaratan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum belum atau terpenuhi, pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan Terbatas untuk kepentingan pribadi, pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas, atau pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan Terbatas yang mengakibatkan kekayaan Perseroan Terbatas menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan Terbatas.Tanggung jawab pemegang saham ini dikenal dengan doktrin Piercing The Corporate Veil. 2. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Sebagai salah satu organ PT yang cukup penting, maka tugas dan wewenang organ RUPS dalam UUPT yakni: melakukan perubahan Anggaran Dasar, menambah modal perseroan, pengurangan modal perseroan, mengangkat direksi, menetapkan besarnya gaji dan tunjangan anggota direksi, memberhentikan direksi, mengangkat komisaris, menetapkan besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota komisaris, mengangkat komisaris independen, dan pembubaran perseroan. Kata kunci: Tanggungjawab terbatas, pemegang saham, kepailitan, perseroan terbatas
TINJAUAN YURIDIS ALASAN PERCERAIAN KARENA PERZINAAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Puspitasari, Tiara Ayu
LEX PRIVATUM Vol 3, No 4 (2015): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana larangan perzinaan dalam peraturan perundang-undangan perspektif Hukum Islam dan bagaimana alasan perceraian karena perzinaan dalam perspektif Hukum Islam. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Berdasarkan pengaduan perzinaan, maka dapat dilakukan penuntutan sampai pada persidangan dan apabila terbukti maka dapat dikenakan hukuman sesuai dengan kesalahan/pelanggaran.  Prinsip hukuman dalam hukum Islam bagi pelaku zina berupa cambuk (Jilid) dan rajam, ketentuan mana ditentukan dalam Al-qur’an, an-Nur ayat 2; “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, maka jilidlah kedua seratus kali jilid, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah jika kamu beriman kepada Allah dan dari akhirat, dan kehendak hukuman disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”, ini hak Allah. 2. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam pada point 1, menyebutkan salah satu pihak berbuat zina karena menjadi mabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan dan tata cara perceraian di atur dalam Undang-Undang Peradilan Agama No. 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, tentang Peradilan Agama.  Pasal 87 ayat (10 dalam paragraf 4 cerai dengan alasan zina dan akibat perceraian (1) akibat talak dan (2) akibat perceraian, Pasal 156 Inpres No. 1 Tahun 1991 terdapat 3 hal yakni (10 terhadap anak-anak ; (20 terhadap harta bersama dan (3) terhadap mut’ah. Kata kunci:  Alasan perceraian, perzinaan, perspektif hukum Islam
STATUS HUKUM TANAH WAKAF DALAMPERSPEKTIF HUKUM POSITIF (STUDI KASUS DI KOTA MANADO) Rasmana, Reza Fauzan
LEX PRIVATUM Vol 3, No 4 (2015): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di kota manado ada beberapa permasalahan berkaitan dengan perwakafan. Pada tahun 2014 berdasarkan data dari Kantor Kementerian Agama Kota Manado 87% tanah perwakafan belum ada sertifikat. Tujuan penelitian 1) untuk mengetahui status hukum tanah wakaf dalam perspektif hukum positif di Kota Manado; 2) Untuk mengetahui penyelesaian sengketa tanah wakaf dalam perspektif hukum positif. Metode penelitian yaitu data-data tersebut diolah atau dianalisa untuk diperiksa kembali validitas data dan sekaligus melakukan kritik sumber dengan metode deskriptif, yaitu menguraikan tentang permasalahan status tanah wakaf di Kota Manado, selanjutnya dilakukan penafsiran terhadap makna kata-kata dan kalimat-kalimat tersebut kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif yang kemudian dilaporkan secara deskriptif.Hasil penelitian yaitu tanah Wakaf di Kota Manado berjumlah 128 yang tersebar di 7 (tujuh) kecamatan yaitu Wanea, Singkil, Bunaken, Tuminting, Tikala, Mapanget, Sario. Status tanah wakaf di Kota Manado tidak semuanya sudah dilandasi oleh dasar hukum tentang wakaf, sebahagian besar belum bersertifikat. Hal ini akan memberikan peluang pada pihak-pihak yang terkait dengan tanah wakaf.Pandangan hukum positif tanah yang tidak bersertifikat statusnya masih dimiliki oleh pemilik terdahulu, sehingga pemilik tersebut mempunyai kekuatan hukum untuk mengambil kembali aset wakaf tersebut, karena belum balik nama dan belum ada sertifikat. Untuk itu pemerintah dalam hal ini Kantor Kementerian Agama Kota manado harus menekankan persyaratan kepada wakif dan nadzir agar supaya harus dibalik nama dan diurus sertifikatnya baru tanah tersebut dapat diwakafkan. Hal ini akan berimplikasi positif terhadap penggunaan tanah wakaf yang memang tujuan utamanya adalah untuk kemaslahatan umat. Kata Kunci: Tanah wakaf, Wakif, dan Nadzir

Page 1 of 136 | Total Record : 1358


Filter by Year

2013 2023


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Privatum Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Privatum Vol. 11 No. 5 (2023): Lex Privatum Vol. 11 No. 4 (2023): Lex Privatum Vol. 11 No. 3 (2023): Lex Privatum Vol. 11 No. 2 (2023): lex privatum Vol. 11 No. 1 (2023): Lex Privatum Vol. 10 No. 5 (2022): Lex Privatum Vol 10, No 1 (2022): Lex Privatum Vol 9, No 13 (2021): Lex Privatum Vol 9, No 12 (2021): Lex Privatum Vol 9, No 11 (2021): Lex Privatum Vol 9, No 10 (2021): Lex Privatum Vol 9, No 9 (2021): Lex Privatum Vol 9, No 8 (2021): Lex Privatum Vol 9, No 7 (2021): Lex Privatum Vol 9, No 6 (2021): Lex Privatum Vol 9, No 5 (2021): Lex privatum Vol 9, No 4 (2021): Lex Privatum Vol 9, No 3 (2021): Lex Privatum Vol 9, No 2 (2021): Lex privatum Vol 9, No 1 (2021): Lex Privatum Vol 8, No 4 (2020): Lex Privatum Vol 8, No 3 (2020): Lex Privatum Vol 8, No 2 (2020): Lex Privatum Vol 8, No 1 (2020): Lex Privatum Vol 7, No 7 (2019): Lex Privatum Vol 7, No 6 (2019): Lex Privatum Vol 7, No 5 (2019): Lex Privatum Vol 7, No 4 (2019): Lex Privatum Vol 7, No 3 (2019): Lex Privatum Vol 7, No 2 (2019): Lex Privatum Vol 7, No 1 (2019): Lex Privatum Vol 6, No 10 (2018): Lex Privatum Vol 6, No 9 (2018): Lex Privatum Vol 6, No 8 (2018): Lex Privatum Vol 6, No 7 (2018): Lex Privatum Vol 6, No 6 (2018): Lex Privatum Vol 6, No 5 (2018): Lex Privatum Vol 6, No 4 (2018): Lex Privatum Vol 6, No 3 (2018): Lex Privatum Vol 6, No 2 (2018): Lex Privatum Vol 6, No 1 (2018): Lex Privatum Vol 5, No 10 (2017): Lex Privatum Vol 5, No 9 (2017): Lex Privatum Vol 5, No 8 (2017): Lex Privatum Vol 5, No 7 (2017): Lex Privatum Vol 5, No 6 (2017): Lex Privatum Vol 5, No 5 (2017): Lex Privatum Vol 5, No 4 (2017): Lex Privatum Vol 5, No 3 (2017): Lex Privatum Vol 5, No 2 (2017): Lex Privatum Vol 5, No 1 (2017): Lex Privatum Vol 4, No 8 (2016): Lex Privatum Vol 4, No 7 (2016): Lex Privatum Vol 4, No 6 (2016): Lex Privatum Vol 4, No 5 (2016): Lex Privatum Vol 4, No 4 (2016): Lex Privatum Vol 4, No 3 (2016): Lex Privatum Vol 4, No 2 (2016): Lex Privatum Vol 4, No 1 (2016): Lex Privatum Vol 3, No 4 (2015): Lex Privatum Vol 3, No 3 (2015): Lex Privatum Vol 3, No 2 (2015): Lex Privatum Vol 3, No 1 (2015): Lex Privatum Vol 2, No 3 (2014): Lex Privatum Vol 2, No 2 (2014): Lex Privatum Vol 2, No 1 (2014): Lex Privatum Vol 1, No 5 (2013): Lex Privatum Vol 1, No 4 (2013): Lex Privatum Vol 1, No 3 (2013): Lex Privatum Vol 1, No 2 (2013): Lex Privatum Vol 1, No 1 (2013): Lex Privatum More Issue