cover
Contact Name
Yahya Wijaya
Contact Email
gemateologika@staff.ukdw.ac.id
Phone
+62274563929
Journal Mail Official
gemateologika@staff.ukdw.ac.id
Editorial Address
Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin no 5-25 Yogyakarta 55225
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
GEMA TEOLOGIKA : Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
ISSN : 25027743     EISSN : 25027751     DOI : https://doi.org/10.21460/gema.2020.52.614
GEMA TEOLOGIKA receives articles and book reviews from various sub disciplines Theology, particularly contextual theology Divinity Studies in the context of socio cultural religious life Religious Studies Philosophy of Religion Received articles will be reviewed through the blind review process. The submitted article must be the writers original work and is not published in another journal or publisher in any language. Writers whose articles are accepted and have account in google scholar profile will be requested to participate as peer reviewers.
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian" : 10 Documents clear
Kebangkitan Kristus dan Upaya Membangkitkan Manusia dari Kematian: Telaah Teologis Terhadap Transhumanisme-krionik Defrita Rufikasari; Yahya Wijaya
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2023.82.960

Abstract

AbstractThe resurrection of Christ is often associated exclusively with the context of Easter, the redemption of the sinful humans, and the hope of the future resurrection of the faithful. The resurrection from the dead is mentioned several times both in the Old and the New Testaments. Interestingly, both Christianity and transhumanism tend to deny death. In terms of Christianity, that is indicated in the theological view of the resurrection of Christ and the believers; while in that of transhumanism the denial of death is implied in thedevelopment of nanotechnology and cryogenics aiming at raising people from the dead. They both promise an incorruptible and antifragile life. But do they share the same meeting point or have a common ground? Can the resurrection of Christ be interpreted from the vision of transhumanism that opens up opportunities for humans to improve their quality of life? This writing describes the views of several thinkers about transhumanism and their relations to theology, especially concerning the issue of the resurrection. The method used is qualitative research with a descriptive model based on a literature study and a public  theology approach putting into discussion the existing thoughts on transhumanism, their relationshipswith religions, and the interpretation of Christ’s resurrection as the meeting point of the redemption theology and transhumanism. AbstrakPemaknaan kebangkitan Kristus acapkali hanya dilekatkan dalam konteks Paskah, penebusan dosa manusia dan harapan akan kebangkitan yang sama akan dialami oleh umat beriman. Peristiwa kebangkitan dari kematian sebetulnya beberapa kali muncul dalam Alkitab baik Perjanjian Lama atau Baru. Menariknya, jika dilihat sekilas, baik Kekristenan dan Transhumanisme nampak sama-sama menolak kematian. Kekristenandengan pandangan teologi kebangkitan Kristus dan orang beriman, sedangkan transhumanisme dengan pengembangan nanoteknologi dan kriogenik yang membangkitkan orang dari kematian. Keduanya nampak sama-sama menjanjikan kehidupan yang tidak fana dan rapuh. Namun benarkah keduanya memiliki titik temu yang sama? Memiliki landasan yang sama? Apakah kebangkitan Kristus nantinya akan dapat juga dimaknai dari visi transhumanisme yang membuka peluang bagi manusia meningkatkan kualitas hidupnya? Penulisan ini bertujuan untuk menguraikan pandangan-pandangan beberapa pemikir tentang transhumanisme dan kaitannya dengan teologi, khususnya kebangkitan dari mati. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan model deskriptif berdasarkan studi pustaka dan pendekatan teologi publik untuk mendialogkan pemikiran-pemikiran yang ada terkait topik transhumanisme, relasi dengan agama, dan pemaknaan kebangkitan Kristus sebagai titik temu dari karya penebusan dan transhumanisme.
Korupsi dan Budaya Malu: Kontribusi Budaya Malu bagi Pengembangan Teologi Malu dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia Romeo Ronny Panly Sinaga; Alokasih Gulo
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2023.82.984

Abstract

AbstractCorruption is a classical problem that continues to this day. This problem occurs in almost all aspects of human life, occurs anywhere, and Indonesia is no exception. Various efforts have been made to eradicate corruption, including by involving religious institutions believed in providing the theological basis for efforts to eradicate corruption in question. In the Indonesian context, the state’s efforts to overcome corruption are still based on a legal approach. However, handling corruption only through legal approaches is less effective and has not created a deterrent effect for the perpetrators. The legal approach focuses more on legal wrongdoing or corrupt acts, so the perpetrators try to commit corruption secretly. In other words, efforts to eradicate corruption which only emphasize the wrong dimension, have not yet reached the point of integrity or the character of the perpetrators of corruption. Using the synthesis approach of Bevan’s Contextual Theology, we argue that issues of integrity or character can be built in and through a culture of shame. AbstrakKorupsi dapat dikatakan sebagai suatu persoalan klasik yang terus terjadi sampai hari ini. Persoalan ini terjadi hampir dalam semua aspek kehidupan umat manusia, terjadi di mana saja, tidak terkecuali Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pemberantasan korupsi ini, termasuk dengan melibatkan lembaga keagamaan yang dipercaya dapat memberikan landasan teologis bagi upaya pemberantasan korupsi dimaksud. Dalam konteks Indonesia, upaya negara untuk mengatasi korupsi masih didasarkan pada pendekatan hukum. Namun demikian, penanganan korupsi hanya melalui pendekatan hukum kurang efektif, dan belum menimbulkan efek jera bagi para pelakunya. Pendekatan hukum memang lebih berfokus pada perihal salah secara hukum perbuatan koruptif, sehingga para pelakunya berupaya untuk melakukan korupsi secara tersembunyi. Dengan kata lain, upaya pemberantasan korupsi yang hanya menekankan dimensi salah belum sampai pada pokok integritas atau karakter dari pelaku korupsi. Dengan menerapkan pendekatan sintesis Teologi Kontekstual Bevans dalam budaya Batak dan Nias, kami berpendapat bahwa persoalan integritas atau karakter dapat dibangun dalam dan melalui budaya malu.
Spiritualitas Rengget: Sebuah Ruang Meratap dan Menghayati Communio Sanctorum bagi Mereka yang Berduka Karena Kehilangan Joice Ria Br. Sitepu
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2023.82.1034

Abstract

AbstractChristianity in cultural life often fades cultural values that have a positive impact on human life. One of them is in the cultura of the Karo people, who recognize ancestral heritage called “rengget”. Rengget as a Karo work of art, related to singing and vocals contains many elements. However in reality the rengget or merengget culture is fading because Christian Karo Batak people consider to be un-Christian because of the dominative approach taken by Christianity. It can also point to a belief system, which is related to animism. Culturally, rengget has a deep meaning in life, especially for those who are grieving because of loss. Rengget becomes a mourning room for those who grieve. In addition, rengget can help grieving Karo Batak Christian to enter into an appreciation of the communio sanctorum contained in the Apostle’s Creed of Faith. AbstrakKristianitas dalam kehidupan budaya kerap memudarkan nilai-nilai budaya yang memiliki dampak positif bagi kehidupan manusia. Salah satunya dalam budaya masyarakat Karo, yang mengenal warisan leluhur bernama “rengget”. Rengget sebagai sebuah karya seni Karo, terkait dengan nyanyian dan vokal mengandung banyak unsur, seperti artikulasi, resonansi, intonasi, vokal, pernapasan, penekanan (cengkok) tubuh. Namun, faktanya budaya rengget atau merengget memudar karena orang-orang Batak Karo Kristen menganggap budaya rengget tidak kristiani karena pendekatan yang dilakukan oleh kekristenan yang dominatif. Juga dapat mengarahkan pada sistem kepercayaan, yang terkait animisme. Secara kultural, rengget memiliki makna mendalam dalam kehidupan, khususnya bagi mereka yang mengalami duka karena kehilangan. Rengget menjadi ruang ratap bagi yang berduka. Selain itu, rengget dapat menolong orang-orang Batak Karo Kristen yang berduka untuk memasuki penghayatan akan communio sanctorum yang terdapat dalam Pengakuan Iman Rasuli.
Kesepuluh Orang Kusta (Lukas 17:11-19) dari Perspektif Penyintas Hiv di Maumere- Flores Servinus Haryanto Nahak; Gabriel Galus; Yohanes Nepa; Krispianus Wedho; Fransiskus Sempo
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2023.82.1056

Abstract

AbstractThis paper aims to analyze the text of Luke 17:11-19 about the ten lepers from the perspective of People Living with HIV/AIDS (PLWHA) in Maumere. The author conducts this research by using qualitative method. The data is taken from depth interviews and participatory observation at Flores Plus Support-Maumere Peer Support Group (KDS). By using a reader-oriented approach, this paper analyzed the experiences of PLWHA and their perspectives on the account of the ten lepers. Thefindings showed that for HIV survivors in Maumere, peer groups play an important role in raising their hopes in the midst of high rate of stigma and discrimination. In the eyes of PLWHA, the role of KDS can be juxtaposed with the “group” of the ten lepers in Luke’s story. AbstrakArtikel ini bertujuan untuk menganalisis teks Lukas 17:11-19 tentang kesepuluh orang kusta dari perspektif Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Maumere. Untuk membahas masalah ini penulis melakukan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi partisipatoris di Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Flores Plus Support-Maumere. Dengan menggunakan pendekatan reader oriented artikel ini menganalisis pengalaman para ODHA dan sudut pandang mereka tentang kisahkesepuluh orang kusta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, bagi para ODHA di Maumere, kelompok sebaya memainkan peran penting untuk membangkitkan harapan mereka di tengah tingginya stigma dan diskriminasi. Dalam kacamata para ODHA, peran KDS dapat dibandingkan dengan “paguyuban” sepuluh orang kusta dalam kisah Lukas.
Memikirkan Liturgi Pengharapan Emanuel Pranawa Dhatu Martasudjita
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2023.82.1057

Abstract

AbstractThe year of 2023 is a year full of challenges. The pandemic of Covid-19 is almost gone yet the Russian aggression against Ukraine just started its second year and this has been involving more countries and causing significant global setback. Ecological problem has been aggravated by series of recent natural calamities. And Indonesia itself has entered a political year. Amid this crisis, which sources of hoperemain? Are there liturgical celebrations that would generate hope and empowerment? This article will focus on a hope-generating liturgy. This paper uses Michelle Baker-Wright’s theory that develops the liturgy of hope as a public work. Through a literature study with a critical analysis method, the author explores the meaning of hope from Moltmann and Suharyo. This research will present a meaning of liturgy of hope, its theological dimensions, and the elements of liturgy of hope that must be considered. A Christian liturgy is itself a celebration of hope rooted in an Easter faith.  AbstrakTahun 2023 merupakan tahun penuh tantangan. Setelah pandemi covid-19 hampir surut, peperangan antara Rusia dan Ukraina malah memasuki tahun kedua, dan peperangan ini telah melibatkan banyak negara serta mengakibatkan begitu banyak krisis dan kemunduran global. Sementara itu masalah ekologi telah diperparah oleh serangkaian bencana alam baru-baru ini. Dan Indonesia sendiri sudah memasuki tahun politik. Di tengah situasi krisis ini adakah sumber pengharapan yang masih tinggal? Adakah perayaan-perayaan liturgi yang menumbuhkan pengharapan dan pemberdayaan? Artikel ini ingin menyampaikan sebuah pemikiran mengenai perayaan liturgi yang menumbuhkan pengharapan. Tulisan ini menggunakan teori Michelle Baker-Wright yang mengembangkan liturgi pengharapan sebagai karya publik. Melalui studi kepustakaan dengan metode analisa kritis, penulis menggali makna pengharapan dari Moltmann dan Suharyo. Dari penelitian ini penulis menyampaikan makna liturgi pengharapan, dimensi-dimensi teologisnya dan unsur-unsur liturgi pengharapan yang mesti diperhatikan. Suatu liturgi kristiani semestinya merupakan suatu perayaan pengharapan yang berakar pada iman akan misteri Paskah.
Resensi Buku: Changing Hearts and Minds: Queer Identities in Religions and Cultures Danangg Kurniawan
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2023.82.1067

Abstract

Resensi Buku: Yang Tak Berhingga Menurut Yohanes Duns Scotus Paulus Eko Kristianto
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2023.82.1133

Abstract

Konseling Pastoral dan Seni Berkomunikasi Jozef Mepibozef Nelsun Hehanussa
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2023.82.1135

Abstract

AbstractPastoral counseling is an important part of church life. Pastoral counseling does not solely focus on overcoming problems and finding ways to overcome these problems, but also on the relationship between the counselor and the counselee. There are three contexts that need to be considered in the relationship, namely community life, spiritual relationships or friendships and pastoral conversations.Good communication skills are needed to build and maintain these relationships. Good communication is necessary because pastoral counseling should aim at liberating service. In a modern perspective, counseling ministry is not enough to simply read a passage of the Bible and people start talking to each other. Counseling ministry also needs other approaches that support it, such as medical, psychological, and other approaches. This paper aims to provide an understanding of the importance of communication in pastoral counseling. Communication techniques that support pastoral counseling will be put forward to provide the practical side of this paper. The method used is a qualitative method based on literature study. AbstrakKonseling pastoral adalah bagian penting dalam kehidupan gereja. Konseling pastoral tidak semata-mata fokus pada upaya mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut, tetapi juga pada relasi antara konselor dengan konseli. Ada tiga konteks yang perlu diperhatikan dalam relasi tersebut, yaitu kehidupan komunitas, relasi atau persahabatan spiritual dan percakapan pastoral. Kemampuan berkomunikasi yang baik diperlukan untuk membangun dan menjaga relasi tersebut. Komunikasi yang baik diperlukan karena konseling pastoral harus bertujuan pada pelayanan yang membebaskan. Dalam perspektif modern, pelayanan konseling tidak cukup hanya dengan membaca bagian Alkitab dan orang mulai berbicara satu dengan yang lain. Pelayanan konseling juga membutuhkan pendekatan-pendekatan lain yang mendukungnya, seperti pendekatan medis, psikologi, dan yang lainnya. Tulisan ini bertujuan memberikan pemahaman tentang pentingnya komunikasi dalam konseling pastoral. Teknik berkomunikasi yang mendukung konseling pastoral akan dikemukakan untuk memberikan sisi praktis dari tulisan ini. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan berbasis pada studi pustaka. 
Tamar dan Yusuf: Perbedaan Sikap Terhadap Kasus Pelecehan Seksual Perempuan dan Laki-laki Asnath Niwa Natar
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2023.82.1137

Abstract

AbstractAnyone can experience sexual harassment, both men and women, although most victims are women and most perpetrators are men. However, sometimes, the attitude of humans and God towards male victims is different from that of female victims. There are two stories of sexual abuse in the Bible where the victims are man and woman, namely the story of Tamar, whom Amnon abused, and Joseph, whom Potiphar’s wife abused. Although these stories have similarities, there is a difference in how God treated these two victims of sexual abuse. By using qualitative research methods in the form of literature studies, I analyze why there are differences in attitudes towards them. This article uses critical feminist interpretation through a hermeneutic of suspicion or investigation to see the influence of power relations in patriarchal and kyriarchy culture in this story and togive a voice to victims of sexual harassment, especially women, so that they receive gender justice treatment, not only from humans but also from God. AbstrakSiapa pun bisa mengalami pelecehan seksual, baik laki-laki maupun perempuan, walau kebanyakan korban adalah perempuan dan kebanyakan pelaku adalah laki-laki. Namun kadang sikap manusia dan Allah terhadap korban laki-laki berbeda dengan korban perempuan. Ada dua kisah pelecehan seksual dalam Alkitab yang korbannya adalah laki-laki dan perempuan, yaitu kisah Tamar yang dilecehkan oleh Amnon dan kisah Yusuf yang dilecehkan istri Potifar. Meskipun kisah-kisah ini memiliki kesamaan, namun terdapat perbedaan sikap Allah terhadap kedua korbanpelecehan seksual tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dalam bentuk studi literatur, saya menganalisa mengapa terdapat perbedaan sikap terhadap mereka. Tulisan ini menggunakan tafsir feminis kritis melalui hermeneutik kecurigaan atau investigasi, untuk melihat pengaruh relasi kuasa dalam budaya patriarkhi dan kyriarkhi dalam kisah ini serta memberi suara pada korban-korban pelecehan seksual secara khusus perempuan sehingga mendapatkan perlakuan yang adil gender, tidak saja dari sesama manusia tetapi juga dari Allah. 
Resensi Buku: Sacred Nature: Bagaimana Memulihkan Keakraban dengan Alam Emanuel Gerrit Singgih
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2023.82.1138

Abstract

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2023 2023


Filter By Issues
All Issue Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 1 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 2 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 1 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 2 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 6 No. 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 2 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 1 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 4 No. 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 3 No. 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 3 No. 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 2 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 1 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 2 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 1 No 2 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian More Issue