cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen" : 20 Documents clear
PENEGAKAN HUKUM AKIBAT MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN Gerungan, Felicita M. P. S.
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah terjadinya tindak pidana menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan dan bagaimanakah pemberlakuan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Tindak pidana menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang otoritas jasa keuangan diantaranya seperti: a. Perseorangan atau korporasi yang menjabat atau pernah menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner, pejabat atau pegawai OJK atau yang bertindak untuk dan atas nama OJK atau dipekerjakan di OJK, atau sebagai staf ahli di OJK atau yang mengetahui informasi yang bersifat rahasia, baik karena kedudukannya, profesinya, sebagai pihak yang diawasi, maupun hubungan apapun dengan OJK menggunakan atau mengungkapkan informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas,dan wewenangnya berdasarkan keputusan OJK atau diwajibkan oleh Undang-Undang; b. Perseorangan atau korporasi dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK; c. Perseorangan atau korporasi dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu menetapkan penggunaan pengelola statuter. 2. Pemberlakuan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, berupa pidana penjara bagi perseorangan dan pidana denda terhadap korporasi sesuai dengan tindak pidana yang telah terbukti secara sah berdasarkan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pelaku tindak pidana.Kata kunci: otoritas jasa keuangan; ojk;
KEWENANGAN MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL DALAM MENGADILI KEJAHATAN INTERNASIONAL BAGI NEGARA NON PESERTA STATUTA ROMA 1998 BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Sumilat, Charles Frera
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimanakah KewenanganMahkamah Pidana Internasional berdasarkan hukum internasional dan bagaimanakah yuridiksiMahkamah Pidana Internasional terhadap warga Negara non peserta Statuta Roma 1998 yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Mahkamah Pidana Internasional memiliki yuridiksi yang terbagi ke dalam empat kategori yaitu, crimes against genocide humanity, war crimes dan aggression. Parameter kewenangan Mahkamah Pidana Internasional dapat dilihat dari yurisdiksi yang berkaitan dengan pokok perkara (ratione materiae), yurisdiksi yang berkaitan dengan waktu  (ratione temporis) dan yurisdiksi personal/individual (ratione personae) juga Mahkamah Pidana Internasional bersifat pelengkap terhadap yurisdiksi pengadilan nasional dalam hal penyelesaian perkara kejahatan internasional. 2. Berdasarkan Statuta Roma 1998 Mahkamah Pidana Internasional memiliki yurisdiksi terhadap warga negara yang berasal dari non state parties dalam kondisi-kondisi bahwa kasus diserahkan oleh Dewan Keamanan PBB kepada Mahkamah Pidana Internasional,kasus warga negara dari non state parties melakukan kejahatan di wilayah atau territorial negara anggota Statuta Roma atau Negara yang sudah menerima yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional berkaitan dengan kejahatan tersebut, serta dalam kasus negara non state parties sudah menyetujui untuk melaksanakan yurisdiksi berkaitan dengan kejahatan-kejahatan tertentu. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional terhadap warga dari non state party didukung berdasarkan asas universal sebagaimana doktrin hukum internasional.Kata kunci: mahkamah pidana internasional; non peserta statuta roma;
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENELANTARAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA Sjamsuddi, Febriarni Lolita
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana prinsip fundamental hukum perlindungan penelantaran anak dan bagaimana penegakan hukum pidana terhadap penelantaran anak, di mana dengana metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Perlindungan Anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia, jika perlindungan anak tidak diberikan orang tua maka orang tua sama saja membuat pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Tentu saja pelanggaran ini akan memiliki implikasi hukum di kemudian hari. 2. Aspek pidana penelantaran anak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan pidana, hal tersebut telah diatur secara jelas pada Pasal 305 dan Pasal 308 KUHP dan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Pasal 77 huruf (B). Secara normatif baik KUHP  dan undang-undang perlindungan anak sudah mengatur mengenai sanksi bagi orang tua yang menelantarkan anak.Kata kunci: anak; penelantaran anak;
IMPLIKASI PERKEMBANGAN ALAT BUKTI PADA PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Kumendong, Natanael Israel
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan alat bukti dalam ketentuan KUHAP dan perundang-undangan khusus di Indonesia dan bagaimana implikasi yuridis perkembangan alat bukti dalam KUHAP dan perundang-undangan khusus pada pembuktian perkara pidana yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Perkembangan dari ilmu pengetahuan dan teknologi, kejahatan dan modus operandinya, serta masyarakat akan selalu mempengaruhi perkembangan alat bukti pada hukum acara pidana di Indonesia, baik yang diatur dalam KUHAP maupun dalam perundang-undangan khusus. 2. Perkembangan alat bukti baik pada pembuktian tindak pidana di Indonesia, baik yang sudah diatur dalam perundang-undangan khusus maupun masih murni berlandaskan KUHAP tentunya memberi dampak kemajuan bagi penegakkan hukum di Indonesia. Namun persebarannya dalam undang-undang khusus maupun belum adanya ketegasan dalam pengaturan di KUHAP akan memberikan implikasi dalam perkembangan hukum pidana materiil dan formilnya.Kata kunci: pembuktian; alat bukti; kuhp
TINDAK PIDANA MENYEBARKAN BERITA BOHONG DAN MENYESATKAN YANG MENGAKIBATKAN KERUGIAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK Utami, Yuffriska Putri
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini dalah untuk mengetahui bagaimanakah tindak pidana menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dan bagaimanakah ketentuan pidana terhadap perbuatan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Tindak pidana menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, merupakan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan serta melakukan penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, dan bertentangan dengan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Ketentuan pidana terhadap perbuatan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dapat dipidana dengan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000. 000.000,00 (satu miliar rupiah).Kata kunci: berita bohong; konsumen; transaksi elektronik;
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA ILLEGAL FISHING OLEH NEGARA ASING DI PERAIRAN TALAUD SULAWESI UTARA MENURUT UU NO 45 TAHUN 2009 TENTANG PERIKANAN Larenggam, Sepjan W.
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana upaya penegakan hukum terhadap kasus tindak pidana Illegal Fishing diwilayah perairan Kabupaten Kepulauan Talaud dan bagaimanakah kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap Illegal Fishing diwilayah perairan Kabupaten Kepulauan Talaud, di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal fishing menunjukan Indonesia perlu mengambil tindakan tegas dalam penegakan hukum, terutama di wilayah-wilayah perairan terluar yang  berbatasan langsung dengan Negara-negara tetangga termasuk di wilayah perairan Sulawesi utara Talaud yang notabene berbatasan langsung dengan Negara Filiphina. Di wilayah perairan Indonesia, berdasarkan Pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan Indonesia membakar dan/atau menenggelamkan setiap kapal asing yang melakukan illegal fishing dan awak kapalnya dapat ditahan serta dikenakan sanksi pidana. Hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan hukum internasional yaitu Pasal 2 UNCLOS  1982, yang menyatakan bahwa laut teritorial, perairan pedalaman, dan perairan kepulauan yang selanjutnya disebut perairan Indonesia merupakan wilayah kedaulatan Republik   Indonesia, maka Indonesia berwenang menetapkan hukum nasionalnya demi menjaga kedaulatannya. Di ZEEI, Indonesia hanya memberikan   sanksi   berupa   denda   administrasi   dan   meminta reasonable bond (uang jaminan yang layak) kepada kapal asing tersebut, kemudian kapal dan awak kapalnya harus segera dilepaskan sesuai dengan ketentuan Pasal 73 UNCLOS 1982. 2. Kendala penegakan hukum terhadap tindak pidana Illegal Fishing terdiri dari kendala secara umum dan kendala dalam proses hukum. Kendala secara umum menunjukkan proses hukum selama ini hanya menyentuh para ABK yang sebenarnya hanya sebagai pelaksana saja. Aparat penegak hukum dari aspekkuantitas perlu ditingkatkan termasuk kualitas berkaitan dengan kemampuan dan kemahiran (profesionalisme) aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus illegal fishing di wilayah perairan Indonesia. Fasilitas dan sarana adalah alat untuk mencapai tujuan penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia perlu lebih ditingkatkan. Indikator kesadaran hukum masyarakat terletak pada kepatuhan kepada ketentuan hukum dan peran serta masyarakat dalam upaya penegakan hukum.  Kendala dalam berbagai tahapan proses hukum seperti penyelidikan dan penyidikan terlihat dari kurangnya kesadaran dan wawasan masyarakat maupun aparat dalam memahami hahikat illegal fishing dan kemampuan teknis aparat yang belum memadai dapat menimbulkan menimbulkan keragu-raguan dan keterlambatan bertindak. Untuk tahap penuntutan adanya perbedaan presepsi antara hakim dengan jaksa mengenai hukuman dan kontruksinya, kurangnya alat bukti yang kuat dan relevan.Kata kunci: illegal fishing; perairan talaud;
PEMBERLAKUAN KETENTUAN PIDANA TERHADAP KORPORASI AKIBAT MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERINDUSTRIAN Lazuardi, Muhammad
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yakni untuk mengetahui bagaimanakah terjadinya tindak pidana berupa perbuatan dengan sengaja atau kelalaian oleh korporasi di bidang perindustrian dan bagaimanakah pemberlakuan ketentuan pidana terhadap korporasi akibat melakukan tindak pidana di bidang perindustrian yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Tindak pidana korporasi di bidang perindustrian seperti perbuatan dengan sengaja memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di bidang Industri dan adanya kelalaiannya memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di bidang Industri. Perbuatan pidana tersebut dapat dilakukan oleh setiap orang ataupun korporasi. 2. Pemberlakuan ketentuan pidana terhadap korporasi akibat melakukan tindak pidana di bidang perindustrian dan apabila korporasi melakukan perbuatan dengan sengaja dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Terhadap korporasi yang karena kelalaiannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).Kata kunci: korporasi; tindak pidana perindustrian;
EKSISTENSI PIDANA MATI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 Jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 KAITANNYA DENGAN HAK ASASI MANUSIA Cherry, Kumayas B.
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana Eksistensi Pidana Mati dalam Tindak Pidana Korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan bagaimana Pandangan Hak Asasi Manusia mengenai Pidana Mati dalam Tindak Pidana Korupsi di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menerapkan pidana mati dalam pasal 2 ayat (2) berdasarkan “ketentuan tertentu” menurut pasal 2 ayat (1) yang merupakan perbuatan korupsi pada saat negara mengalami bencana nasional dan korupsi pada saat kondisi negara sedang mengalami krisis moneter. Pidana mati masih tetap hidup dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, baik di dalam KUHP maupun di luar KUHP. 2. Pidana Mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusia terlebih khusus hak untuk hidup karena dipandang melanggar hak asasi manusia yang tidak dapat dicabut maupun dikurang-kurangi.Kata kunci: pidana mati; korupsi;
SYARAT MATERIIL SURAT DAKWAAN MENURUT PANDANGAN DOKTRIN SERTA PRAKTIK PERADILAN PIDANA Terok, Melati Theresia
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk surat dakwaan dalam Hukum Acara Pidana Indonesia dan bagaimana pandangan doktrin tentang syarat materiil surat dakwaan di mana dengan menggunakabn metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Surat dakwaan yang  merupakan landasan titik tolak pemeriksaan perkara di sidang pengadilan, penyusunannya mesti dibuat dalam bentuk rumusan spesifik sesuai dengan ruang lingkup peristiwa pidana yang terjadi dihubungkan dengan kenyataan yang terkandung didalam perbuatan peristiwa pidana yang bersangkutan. Sebab itu diperlukan kecermatan dan keterampilan teknis menyusun rumusan dan bentuk surat dakwaan dalam kasus peristiwa pidana sehubungan kaitannya dengan sistem penjatuhan hukuman yang ditentukan dalam pasal-pasal pidana yang bersangkutan. Bentuk-bentuk surat dakwaan pada dasarnya ada empat yaitu, surat dakwaan tunggal, surat dakwaan alternatif, surat dakwaan kumulatif dan surat dakwaan subsidairitas (bersusun lapis). 2. Pandangan doktrin tentang syarat materiil surat dakwaan  berkaitan dengan suatu surat dakwaan tidak cermat, jelas dan lengkap apabila surat dakwaan itu tidak jelas dan terang dalam hal tidak disebutkannya unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan sehingga menyebabkan ketidakjelasan terhadap tindak pidana yang dilanggar oleh perbuatan terdakwa, dan juga dalam surat dakwaan terdapat pertentangan antara satu dengan yang lainnya, terdapat pertentangan isi perumusan perbuatan pidana satu dengan lainnya, misalnya terhadap terdakwa didakwa turut melakukan dan turut membantu melakukan tindak pidana pencurian. Terhadap terdakwa untuk perbuatan dan tindak pidana yang sama didakwa turut melakukan dan membantu melakukan, hal ini jelas terjadi pertentangan antara dakwaan yang satu dengan dakwaan yang lainnya.Kata kunci: surat dakwaan;
DASAR PEMIDANAAN DELIK PERCOBAAN MELAKUKAN KEJAHATAN BERDASARKAN PASAL 53 KUHP Marentek, Merren
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana syarat untuk dapat dipidananya delik percobaan melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 53 KUHP dan bagaimana dasar teori dalam hukum pidana untuk dapat dipidananya delik percobaan melakukan kejahatan, yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Syarat untuk dipidananya delik percobaan melakukn kejahatan berdasarkan Pasal 53 KUHP adalah adanya niat, adanya permualaan pelaksanaan, dan tidak selesainya perbuatan itu bukan karena kehendaknya sendiri. Niat adalah sama dengan kesengajaan, permulaan pelaksanaan berarti suatu delik telah dimulai pelaksanaannya. Tidak selesainya perbuatan hukum karena kehendaknya sendiri. Artinya suatu delik tidak selesai karena dihalangi oleh orang lain. 2. Dasar teori dalam hukum pidana untuk dapat dipidananya delik percobaan melakukan kejahatan ada dua teori yaitu teori percobaan yang objektif dan teori percobaan yang subyektif. Berdasarkan teori percobaan yang objektif dasar dapat dipidananya delik percobaan melakukan kejahatan adalah karena ada perbuatan yang telah membahayakan suatu kepentingan hukum, sedangkan berdasarkan teori percobaan yang subyektif dapat dipidananya delik percobaan melakukan kejahatan adalah watak yang berbahaya bagi sipelaku.Kata kunci: dasar pemidanaan; percobaan;

Page 1 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2021 2021


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue