cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen" : 20 Documents clear
PEMBERLAKUAN SANKSI PIDANA AKIBAT TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN TEKNIS DAN LAIK JALAN WAKTU MENGEMUDIKAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN Koday, Muchammad S.
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan hukum mengenai persyaratan teknis dan laik jalan waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dan bagaimanakah pemberlakuan sanksi pidana akibat tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Pengaturan hukum mengenai persyaratan teknis dan laik jalan waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, diatur dalam Pasal 106 ayat (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan. Persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor. Persyaratan teknis dan laik jalan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Persyaratan teknis dan laik jalan dimaksudkan untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan angkutan jalan. 2. Pemberlakuan sanksi pidana akibat tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dan ada juga yang dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Tujuan pemberlakuan sanksi pidana dimaksudkan untuk memberikan peringatan kepada pengemudi kendaraan bermotor untuk memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan.Kata kunci: kendaraan bermotor; laik jalan;
TINJAUAN HUKUM PIDANA DALAM PENERAPAN HUKUMAN TAMBAHAN KEBIRI KIMIA BAGI PELAKU KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK BERDASARKAN PASAL 81 UU NO.17 TAHUN 2016 Umar, Cindrawati S.
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian untuk mengetahui bagaimana Sanksi Pidana Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 dan bagaimana Penerapan Pidana Tambahan Kebiri Kimia di Indonesia di manadengan metode penelitian hukum normaif disimpulkan: 1. Semakin banyaknya kasus-kasus kekerasan pada anak terutama kasus kekerasan seksual (sexual violence againts) dan menjadi fenomena tersendiri pada masyarakat modern saat ini. Anak-anak rentan untuk menjadi korban kekerasan seksual karena tingkat ketergantungan mereka yang tinggi. Sementara kemampuan untuk melindungi diri sendiri terbatas. Berbagai faktor penyebab sehingga terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak dan dampak yang dirasakan oleh anak sebagai korban baik secara fisik, psikologis dan sosial. Trauma pada anak yang mengalami kekerasan seksual akan mereka alami seumur hidupnya. Luka fisik mungkin saja bisa sembuh, tapi luka yang tersimpan dalam pikiran belum tentu hilang dengan mudah. Hal itu harus menjadi perhatian karena anak-anak. Selain memang wajib dilindungi, juga karena di tangan anak-anaklah masa depan suatu daerah atau bangsa akan berkembang. Kekerasan seksual pada anak dapat terjadi di mana saja dan kapan saja serta dapat dilakukan oleh siapa saja, baik itu anggota keluarga, pihak sekolah, maupun orang lain. Oleh karena itu, anak perlu dibekali dengan pengetahuan seksualitas yang benar agar anak dapat terhindar dari kekerasan seksual. Melihat dampak yang diakibatkan oleh kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak yang menjadi korban, maka dalam penanganan kekerasan seksual terhadap anak sangat penting peran aktif masyarakat, individu, dan pemerintah. Perlu adanya pendekatan berbasis sistem dalam penanganan kekerasan seksual anak. Sistem perlindungan anak yang efektif mensyarakatkan adanya komponen-komponen yang saling terkait. Komponen-komponen ini meliputi sistem kesejahteraan sosial bagi anak-anak dan keluarga, sistem peradilan yang sesuai dengan standar internasional, dan mekanisme untuk mendorong perilaku yang tepat dalam masyarakat. Selain itu, juga diperlukan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung serta sistem data dan informasi untuk perlindungan anak. Kejahatan kekerasan seksual di Indonesia mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hukuman pidana bagi pelaku kekerasan seksual sebagaimana tercantum dalam KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak dianggap belum efektif sehingga Pemerintah mengesahkan PERPU No 1/2016 menjadi UU 17/2016 yang menerapkan pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan kekerasan seksual diantaranya dengan memberlakukan kebiri secara kimiawi. Penerapan kebiri kimia ini menuai begitu banyak pro dan kontra. Namun, terlepas dari adanya pro kontra tersebut, seyogianya Pemerintah perlu menyiapkan sumber daya manusia, sarana prasarana, dan peraturan pelaksananya agar aturan ini dapat diberlakukan secara efektif, efisien, dan tepat sasaran guna mengurangi peningkatan jumlah kekerasan seksual dan mencegah kejahatan yang berulang.Kata kunci: kebiri kimia; kekerasan seksual; anak;
PENGATURAN HUKUM PENGGUNAAN SENJATA KIMIA DALAM KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Anggraini, Dian Febry
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan Hukum penggunaan senjata kimia dalam konflik bersenjata menurut Hukum Humaniter Internasional dan bagaimanakah penyelesaian kasus kejahatan terhadap perang yang menggunakan senjata kimia menurut Hukum humaniter Internasional, yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Pengaturan Hukum tentang larangan Penggunaan senjata kimia termuat dalam Deklarasi St. Petersburg 1868, Deklarasi Brusleess 1874 , Deklarasi Den Haag 1899, Konvensi Den Haag ke IV 1907, Protokol jenewa 1925, Deklarasi paris 1989 kemudian tahap akhir pengaturan penggunaan senjata kimia lebih jelas dan spesifik dalam Chemical Weapons Convention 1993 atau Conventions on the Prohibition of the Development, Production, Stockpilling and Use of Chemical Weapons and on Their Destruction. 2. Penyelesaian Kejahatan Perang yang menggunakan Senjata Kimia dapat diselesaikan melalui Mahkamah Pidana Internasional yang memiliki kewenangan untuk mengadili kasus Kejahatan Perang. Organization Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) sebagai implementasi dari Konvensi Senjata Kimia memiliki kewenangan untuk menyelesaikan masalah penggunaan senjata kimia dalam Konflik Bersenjata dan untuk negara yang bukan pihak Konvensi Senjata Kimia OPCW dapat bekerja sama dengan Sekretaris Jendral PBB untuk menyelesaikan kasus penggunaan senjata kimia.Kata kunci: senjata kimia; konflik bersenjata;
INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK YANG MEMILIKI MUATAN PERJUDIAN Lesar, Elisa Venesa
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian dan bagaimana sanksi pidana apabila mendistribusikan, mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian. 2. Sanksi pidana apabila mendistribusikan, mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).Kata kunci: Informasi Dokumen Elektronik; Muatan Perjudian; Informasi Dan Transaksi Elektronik
KAJIAN YURIDIS WEWENANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA PELAYARAN Sondakh, Gabriela Christie
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan yang mengatur tindak pidana pelayaran menurut UU No. 17  Tahun 2008 dan bagaimana kewenangan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dalam proses penyidikan tindak pidana pelayaran menurut UU No. 17 Tahun 2008 yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Tindak pidana pelayaran telah diberi pengaturan secara khusus melalui undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, yang dirumuskan dalam Pasal 284 hingga Pasal 336. 2. 2. Proses pelaksanaan penyidikan tindak pidana pelayaran dilakukan sama dengan proses penyidikan pada umumnya,namun terdapat sedikit kekhususan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya yaitu KUHAP, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Bahwa penyidik Pegawai Negeri Sipil Ditjen Hubla di dalam proses  penyidikan tindak pidana di bidang pelayaran menurut UU No. 17 Tahun 2008, memiliki kewenangan sbb : a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan sehubungan dengan tindak pidana di bidang pelayaran; b. menerima laporan atau keterangan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang pelayaran; c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang pelayaran; e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang pelayaran; f. memotret dan/atau merekam melalui media audiovisual terhadap orang, barang, kapal atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanyatindak pidana di bidang pelayaran; g. memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut undang-undang ini danpembukuan lainnya yang terkait dengan tindakpidana pelayaran; h. mengambil sidik jari; i. menggeledah kapal, tempat dan memeriksabarang yang terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang pelayaran; j. menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang pelayaran; k. memberikan tanda pengaman dan mengamankanapa saja yang dapat dijadikan sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang pelayaran.Kata kunci: tindak pidana pelayaran; penyidik pegawai negeri sipil;
PENEGAKAN HUKUM PIDANA KARENA KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN YANG MENGAKIBATKAN KECELAKAAN LALU LINTAS Ruusen, Andrew Stefanus
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap pelanggaran pengemudi kendaraan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dan bagaimana faktor kelalaian pengemudi kendaraan yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Penegakan hukum pidana terhadap kelalaian pengemudi yang menimbulkan kecelakaan dapat dilakukan dengan menerapkan ketentuan KUHP Pasal 359 apabila akibat kelalaian pengemudi mengakibatkan kematian orang lain sedangkan   sebagai kelalaian yang dalam Pasal 360 KUHP bilamana akibat kelalaian pengemudi tersebut tidak mengakibatkan kematian. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi keselamatan dan tingkat kepatuhan Hukum Lalu Lintas Masyarakat, antara lain; Faktor internal, Kualitas sumber daya Polantas yang belum sepenuhnya dapat memberikan keteladanan kepada pengguna jalan, perlakuan petugas terhadap pelanggar lalu lintas masih terkesan pilih kasih, sikap arogansi/sok kuasa yang masih sering ditampilkan oleh petugas di lapangan, sistem pendataan di bidang lalu lintas yang kurang baik, perolehan Surat Ijin Mengemudi (SIM) yang diterbitkan oleh Polri belum memberi jaminan akan kualitas pemegang SIM, terbatasnya dukungan anggaran untuk peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan tugas belum memadai, terutama pada daerah-daerah yang tingkat kerawanan lalu lintasnya tinggi.Kata kunci: pengemudi; kelalaian; kecelakaan lalu lintas;
PENYALAHGUNAAN SENJATA TAJAM DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PIDANA DI INDONESIA Lembong, Ridel
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah semua senjata tajam termasuk ke dalam cakupan istilah senjata pemukul, senjata penikam, dan senjata penusuk dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 12/Drt/1951 tentang senjata api dan bahan peledak dan bagaimanakah senjata tajam dari sudut KUHPidana yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Istilah senjata  pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk (slag, steek of stoot wapen) dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 12/Drt/1951 tidak mencakup semua senjata tajam. Dalam pasal 2 ayat (2) sudah ditentukan pengecualian, yaitu tidak termasuk di dalamnya: 1) barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian; 2) barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk pekerjaan-pekerjaan rumah tangga; 3) barang-barang yang nyata-nyata untuk kepentingan melakukan dengan sah pekerjaan; dan 4) barang-barang yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid). Senjata-senjata yang penggunaannya terutama dengan cara ditebaskan, misalnya klewang, dapat ditafsirkan dengan memasukkanya ke dalam senjata penusuk sebab klewang dapat juga digunakan untuk menusuk orang. Tetapi karena tidak disebutkan secara tegas, maka hal ini dapat menimbulkan keragu-raguan. 2. Perbuatan berkenaan dengan senjata tajam dalam UU No. 12/Drt/1951 bukan hanya penggunaan senjata tajam yang secara langsung merugikan orang lain. Perbuatan memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia. Dengan demikian, pengaturan bersifat komprehensif yang mencakup baik penanggulangan maupun pencegahan kejahatan dengan menggunakan senjata tajam. Dalam KUHPidana tidak disebutkan tentang senjata tajam, karena pengaturan dalam KUHPidana hanyalah ditujukan pada perbuatan  yang merugikan orang lain (seperti pembunuhan dan penganiayaan) dengan tidak mempersoalkan alat apa yang digunakan.Kata kunci: senjata tajam; senjata;
TANGGUNGJAWAB PELAKU TERHADAP TINDAK PIDANA KESUSILAAN BERDASARKAN PASAL 286 KUHP Mokodongan, Dessy Wanisari
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana kesusilaan dan bagaimana pertanggungjawaban pelaku berdasarkan Pasal 286 KUHP yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Pasal 286 KUHP adalah salah satu aturan tindak pidana kesusilaan berupa persetubuhan dengan wanita dalam keadaan pingsan dan tidak berdaya oleh pelaku di luar perkawinan. Tindak pidana ini berkaitan erat dengan sejumlah peraturan perundangan di luar KUHP antara lainnya ialah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 2. Pelaku dimintakan pertanggungjawaban pidananya berdasarkan unsur subjektif yakni unsur yang berasal dari dalam dri pelaku sendiri berdasarkan Kesengajaan (opzet). Pasal 286 KUHP adalah delik aduan (klacht-delict) yang hanya dapat dituntut dengan adanya pengaduan. Jika pelaku bertanggungjawab, mengakui bayi/anak serta menikahi wanita tersebut, pengaduan dapat ditarik dan masalah hukumnya dapat terselesaikan.Kata kunci: tindak pidana kesusilaan; pasal 286 kuhp;
MENGHALANGI AMBULANS YANG MENGANGKUT ORANG SAKIT DARI SUDUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Mandagi, Anastasya J.
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaturan perbuatan menghalangi ambulans yang mengangkut orang sakit dari sudut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan  KUHP dan bagaimana pengenaan pidana terhadap perbuatan menghalangi ambulans yang mengangkut orang sakit, di mana dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Pengaturan perbuatan menghalangi ambulans yang mengangkut orang sakit dari sudut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu perbuatan seperti itu merupakan pelanggaran terhadap hak utama bagi kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau Pasal 134) dan diancam pidana dalam Pasal  287 ayat (4);  sedangkan dari sudut KUHP merupakan perbuatan secara melawan hukum di jalan umum mengikuti orang lain secara mengganggu yang diancam pidana dalam Pasal 493. 2. Pengenaan pidana terhadap perbuatan menghalangi ambulans yang mengangkut orang sakit merupakan pengenaan pidana terhadap perbarengan peraturan (eendaadse samenloop; concursus idealis) antara Pasal 287 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan Pasal 493 KUHP, di mana karena yang berlaku yaitu sistem absorpsi sehingga yang akan dikenakan hanya satu aturan saja yakni yang terberat pidana pokoknya, maka yang akan dikenakan yaitu Pasal 493 KUHP.Kata kunci: ambulans; mengangkut orang sakit;
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA DI LUAR PROSES PENGADILAN Wendersteyt, Anatasyah Nur Ain
LEX CRIMEN Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana  perspektif  penyelesaian perkara pidana diluar Pengadilan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan bagaimana kebijakan penyelesaian perkara pidana melalui perdamaian diluar Pengadilan dalam hukum positif, yang dengan metode penelitianhujkum normatif disimpulkan: 1. Adanya praktek-praktek penyelesaian sengketa pidana di luar pengadilan melalui musyawarah, khususnya pada tahap penyidikan perlu kiranya disikapi secara bijak. Karena munculnya praktek tersebut disebabkan masyarakat sebagai pencari keadilan memandang bahwa keadilan yang mereka inginkan tidak harus selalu melalui sidang pengadilan. Dalam kasus-kasus pidana tertentu, khususnya yang berkaitan dengan finansial sebagian masyarakat menganggap bahwa keadilan yang mereka inginkan adalah kembalinya nilai kerugian yang mereka dapat dari sengketa yang terjadi. Sehingga mereka melaporkan kasus mereka kepada pihak penyidik dengan harapan bahwa akan ada tekanan terhadap lawan mereka, sehingga akan ada proses negosiasi atau musyawarah untuk penyelesaian sengketa yang mereka hadapi. 2. Penyelesaian perkara secara damai terjadi karena antara pelaku tindak pidana dan korban atau keluarga korban mencapai suatu kesepakatan perdamaian dimana biasanya pelaku menyatakan kesediaanya melakukan atau memberikan bagi atau kepada korban untuk melakukan penuntutan atas peristiwa yang terjadi baik secara pidana maupun secara perdata. Beberapa faktor yang mendorong terjadinya perdamaian, ialah baik terutama terletak pada sifat tindak pidananya, maupun pada orang, pelaku dan korban/keluarga korban. Faktor pada tindak pidana  ialah tindak pidana ringan seperti penganiayaan ringan atau tindak pidana yang terjadi karena kealpaan, terutama adalah dalam kecelakaan lalu lintas.Kata kunci: di luar proses pengadilan; tindak pidana;

Page 2 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2021 2021


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue