cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 16 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen" : 16 Documents clear
TINDAK PIDANA MENYEMBUNYIKAN PELAKU KEJAHATAN Lalelorang, Abdul
LEX CRIMEN Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembunuhan, pencurian, penganiayaan, perkosaan, penipuan, penggelapan, dan berbagai tindak pidana lainnya, di kenal juga oleh berbagai Negara di dunia. Salah satu pasal tindak pidana yang dapat di katakana bersifat universal adalah Pasal 221 ayat (1) KUHP. Tiap Negara tentunya akan berupaya supaya penegakan hukum tidak dihaling-halangi dengan tindakan-tindakan yang berupa menyembunyikan pelaku kejahatan ataupun menolongnya melepaskan diri dari penyidikan dan penuntutan. Dengan ketentuan ini maka jalanya sistem peradilan pidana hendak dijaga agar tidak diganggu oleh perbuatan-perbuatan yang tidak layak tersebut. Penulisan ini bertujuan untuk memahami bahwa mereka yang meyembunyikan orang yang telah melakukan kejahatan itu dapat dipidana. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni penelitian kepustakaan (library research) yakni penelitian dengan menggunakan kepustakaan untuk mendapatkan bahan-bahan yang berkaitan dengan pokok penelitian yang akan dibahas. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana ketentuan hukum Pidana bagi mereka yang dengan sengaja menyembunyikan pelaku pidana serta apakah ada yang dapat dijadikan sebagai alasan penghapusan pidana bagi mereka yang menyembunyikan pelaku pidana. Pertama, dalam pasal 221 ayat (1) KUH Pidana diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Kedua, dalam ayat (2) dari pasal 221 KUH Pidana ini merupakan suatu alasan penghapus pidana. Alasan penghapus pidana ini merupakan alasan penghapus pidana khusus. Disebut sebagai alasan penghapus pidana khusus karena alasan penghapus pidana ini hanya berlaku untuk tindak pidana tertentu saja, yaitu untuk pidana yang dirumuskan dalam pasal 221 ayat (1) KUH Pidana. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Cakupan pasal 221 ayat (1) KUH Pidana adalah perbuatan menyembunyikan, menolong untuk menghindarkan diri dari penyidikan atau penahanan, serta menghalangi atau mempersulit penyidikan atau penuntutan terhadap orang yang melakukan kejahatan. Kemudian Pasal 221 ayat (2) KUH Pidana merupakan alasan pengahapus pidana khusus terhadap tindak pidana yang dirumuskan dalam pasal 221 ayat (1) KUH Pidana. Kata Kunci : Menyembunyikan, kejahatan
HAK REMISI NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI Tucunan, Emy Julia
LEX CRIMEN Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem pemidanaan tindak pidana korupsi di Indonesia dan pelaksanaan hak remisi narapidana tindak pidana korupsi di Indonesia. Pertama, sistem pemidanaan tindak pidana korupsi terdapat penyimpangan dari prinsip-prinsip umum dalam stelsel pidana, menurut KUHP yakni mengenai jenisnya dan sistem penjatuhanpidananya. Dalam hukum pidana korupsi dua jenis pidana pokok yang dijatuhkan bersamaan dapat dibedakan menjadi dua macamyaitu antara pidana penjara dengan pidana denda. Kedua, Remisi atau pengurangan masa pidana merupakan hak setiap narapidana atau terpidana yang menjalani pidana hari kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan, yang diatur dalam Kepres No. 69 Tahun 1999 tentang Pengurangan Masa Pidana (Remisi) jo PP No. 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tatacara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah diubah melalui PP No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP No 32 Tahun 1999. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan dapat disimpulkan bahwa terjadinya tindak pidana korupsi di Indonesia, karena belum adanya sistem pemidanaan yang diberlakukan secara tegas terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia, sehingga efek jera yang ditimbulkan tidak sampai menakutkan orang untuk melakukan korupsi. Karena tindak pidana korupsi di Indonesia telah dilakukan secara sistimatis dan luar biasa oleh kelompok orang tertentu, maka sudah saatnya pemerintah melakukan moratorium (penangguhan) pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana korupsi. Kata kunci: Remisi, Korupsi
TINJAUAN YURIDIS PENJATUHAN HUKUMAN TERHADAP TERDAKWA YANG SUDAH DITAHAN Siregar, Ria Juliana
LEX CRIMEN Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana syarat-syarat untuk dilakukan penahanan kepada seorang Tersangka/Terdakwa menurut KUHAP dan bagaimana perlindungan hukum bagi terdakwa yang telah dijatuhi pidana bersyarat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dan dapat disimpulkan: 1. Seorang pelaku tindak pidana dapat dikenakan tindakan penahanan hanya jika terdapat bukti yang cukup dan jika terdapat keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. 2. Perlindungan hukum bagi pidana bersyarat dapat diberikan suatu kesempatan bagi tersangka/terdakwa melakukan suatu tindak pidana di luar penahanan, agar tidak merampas hak kemerdekaannya, namun hal demikian haruslah mempunyai persetujuan terhadap Hakim yang memutuskan masalah tersebut. Kata kunci: Penjatuhan hukuman, terdakwa
PENYALAHGUNAAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR DALAM PENGATURAN HUKUM DI INDONESIA Kamuh, Henry
LEX CRIMEN Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap anak dibawah umur akibat penyalahgunaan seksual serta penegakan hukum (Law Enforcement) terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan seksual terhadap anak dibawah umur.Pertama,Undang-Undang No 23 Tahun 2002 menjadi dasar bagi dan pedoman melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta bagaimana Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengatur ketentuan pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pun mengatur tentang penegakan hukum terhadap kekerasan seksual terhadap anak pada umumnya bukan bagi anak yang tereksploitasi secara sexual. Metode penelitian yang digunakan yaitu metodologi penelitian hukum normatif dan dapat disimpulkan bahwa setiap upaya penanggulangan terhadap tindak pidana kekerasan seksualterlebih khusus bagi anak yang di eksploitasi dalam dunia industri seks komersial tidaklah lepas dari upaya penegakan hukum oleh aparat penegak hukum dan hubungannya dengan lembaga-lembaga independen lainnya baik dari para medis, Komisi Perlindungan Anak, Lembaga Swadaya Masyarakat, Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Wanita serta pendidikan dan sosialisasi terhadap masyarakat. Kata kunci: Sexual, dibawah umur
KEBIJAKAN LEGISLATIF DALAM RANGKA PENETAPAN SANKSI PIDANA PENJARA DALAM PERKARA PIDANA Igom, Silfester
LEX CRIMEN Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hasil penelitian skripsi ini ada terdapat beberapa masalah yang penulis dapatkan. Masalah dari hasil penelitian ini dapat di kemukakan sebagai berikut: Pertama apakah sanksi pidana penjara masih perlu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan kedua bagaimana efektifitas upaya badan legislatif dalam menetapkan dan merumuskan pidana penjara dalam perundang-undangan guna menunjang usaha penanggulangan tindak pidana kejahatan. Dari permasalahan pertama dapat di katakan bahwa Eksistensi dasar pembenaran ditetapkannya pidana penjara selama ini, tidak pernah dipersoalkan, yang pada umumnya dipersoalkan adalah mengenai berat ringannya ancaman pidana penjara dan sistem perumusanya dalam undang-undang. Tidak dipersoalkan eksistensi dan dasar pembenaran penjara yang berhubungan dengan adanya kebijaksanaan yang mempertahankan jenis-­jenis pidana sebagaimana dalam Pasal 10 KUHP, menurut UU No. Tahun 1946. Tetapi menurut pertibangan kriminalisasi masih patutnya dipidana perbuatan tertentu, sehingga penggunaan sanksi pidana pada umumnya dan pidana penjara khususnya tetap bersipat selektif yang diorientasikan pada pola kebijaksanaan tertentu, yakni ditujukan terhadap perbuatan-perbuatan, pertama yang bertentangan dengan kesusilaan, agama dan moral Pancasila, Kedua yang membahayakan atau merugikan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, Ketiga, yang menghambat tercapainya pembangunan nasional. Jadi mengenai sanksi pidana penjara masih perlu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Kedua efektifitas upaya badan legislatif dalam menetapkan dan merumuskan pidana penjara dalam perundang-undangan yaitu kebijakan legislatif atau kebijakan perundang-undangan mengenai pidana, dilihat secara fungsional merupakan bagian dari mekanisme penanggulangan kejahatan. Maka oleh karena itu badan legislatif secara fungsional harus melihat keadaan perkembangan masyarakat yang ada. Jadi permasalahan pertama dapat disimpulkan bahwa Eksistensi dasar pembenaran ditetapkannya pidana penjara selama ini, tidak pernah dipersoalkan, yang pada umumnya dipersoalkan adalah mengenai berat ringannya ancaman pidana penjara dan sistem perumusanya dalam undang-undangan jadi dapat dikatakan sanksi pidana penjara masih perlu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan yang kedua dapat disimpulkan bahwa badan legislatif untuk mengupayakan efektifitas dalam menetapkan dan merumuskan pidana penjara dalam perundang-undangan badan legislatif secara fungsional harus melihat perkembangan masyarakat yang ada secara keseluruhan. Kata Kunci : Kebijakan, Sanksi Pidana
PROSES PENYELESAIAN PELANGGARAN DALAM KEGIATAN PENYIARAN IKLAN NIAGA Umboh, Harry Richard
LEX CRIMEN Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Informasi telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat dan telah menjadi komoditas penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah membawa implikasi terhadap dunia penyiaran, termasuk penyiaran di Indonesia. Penyiaran sebagai penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum, perannya makin sangat strategis, terutama dalam mengembangkan alam demokrasi di negara kita. Penyiaran telah menjadi salah satu sarana berkomunikasi bagi masyarakat, lembaga penyiaran, dunia bisnis, dan pemerintah. Perkembangan tersebut telah menyebabkan landasan hukum pengaturan penyiaran yang ada selama ini menjadi tidak memadai. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui mengenai larangan dalam melakukan kegiatan siaran iklan niaga dan proses penyelesaiannya serta pemberlakuan sanksi hukum akibat terjadinya pelanggaran dalam kegiatan penyiaran iklan niaga. Sesuai dengan metode penelitian hukum yang digunakan, maka penulis berupaya mengumpulkan Bahan-bahan hukum yang terdiri dari: bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan dan juga bahan-bahan hukum sekunder yang terdiri dari: literatur, karya-karya ilmiah hukum, dan referensi lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana larangan dalam melakukan kegiatan penyiaran iklan niaga, dan bagaimana proses penyelesaian pelanggaran dan pemberlakuan sanksi hukum akibat terjadinya pelanggaran dalam kegiatan penyiaran iklan niaga. Pertama larangan dalam melakukan kegiatan penyiaran siaran iklan niaga, yaitu melakukan promosi yang merendahkan dan menyinggung perasaan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok dan bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama. Kedua, proses penyelesaian pelanggaran dan pemberlakuan sanksi hukum akibat terjadinya pelanggaran dalam kegiatan siaran iklan niaga, dilaksanakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia yang berwenang menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran,serta mengawasi pelaksanaannya sesuai standar program siaran. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan materi siaran iklan niaga wajib memenuhi persyaratan Komisi Penyiaran Indonesia. Apabila lembaga penyiaran terbukti melakukan pelanggaran, maka dikenakan sanksi administrasi dan denda administratif bahkan sanksi pidana dan/atau denda. Kata Kunci : Pelanggaran, Iklan Niaga
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM PERSPEKTIF (SUATU KAJIAN UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN) Sembel, Golden Oktavianus
LEX CRIMEN Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tugas dan kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen serta bagaimana penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Penelitian ini merupakan penelitian normative dan dapat disimpulkan, bahwa: 1. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak menghilangkan tanggungjawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa dan gugatan diajukan kepada peradilan umum. Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. 2. Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen dilakukan melalui mediasi, arbitrase atau konsiliasi; konsultasi perlindungan konsumen; pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran undang-undang konsumen; menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen; melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen. Putusan majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dimintakan penetapan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan. Kata kunci: Konsumen, pelaku usaha
KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM PEMBERANTASAN TERORISME DI INDONESIA Efendy, Rifki
LEX CRIMEN Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui: bagaimana kedudukan Tentara Nasional Indonesia dalam sistem pertahanan negara Republik Indonesia, dan bagaimana kewenangan Tentara Nasional Indonesia dalam pemberantasan terorisme di Indonesia. Dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Kedudukan Tentara Nasional Indonesia merupakan komponen utama dalam sistem pertahanan Negara sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002. 2. Kewenangan dalam mengatasi aksi terorisme sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia sebagai salah satu kegiatan Operasi Militer Selain Perang. Kata kunci: TNI, Pemberantasan Terorisme
PERMASALAHAN DAN SEGI HUKUM TENTANG ALKOHOLISME DI INDONESIA Lomban, Kevin
LEX CRIMEN Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah faktor penyebab timbulnya serta dampak perilaku peminum minuman keras dan bagaimana hubungan antara perilaku peminum minuman keras dengan tindak pidana kekerasan serta bagaimanakah segi hukum dalam pengelolaan penanggulangan alkoholisme. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis normative dan dapat disimpulkan, bahwa: 1. Dampak dari meminum minuman keras itu jika dilihat dari segi kesehatan jika berlebihan akan berdampak negatif terhadap kesehatan dan jika dilihat dari segi sosial, kebiasaan meminum minuman keras ini banyak menimbulkan masalah, seperti misalnya mudah tersinggung, ketidaknyamanan orang yang tinggal di sekitarnya, serta penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Selain itu minuman keras juga biasanya menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. 2. Secara kriminologis, alkoholisme merupakan faktor kriminogen penyebab timbulnya dampak kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana. 3.Upaya mengatasi alkoholisme yang meliputi pertolongan, perawatan, pengobatan kepada pecandu alkohol dan langkah-langkah pencegahan yang berupa usaha pembinaan lingkungan dalam arti luas diusahakan agar mengurangi niat untuk mendekati minuman keras. Kata kunci: Segi hukum, Alkoholisme
AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN Panauhe, Noldi
LEX CRIMEN Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif, di mana penelitian yang dilakukan adalah dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan yang ada (library research) yang berhubungan dengan judul yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benda-benda apa saja yang dapat disita untuk dijadikan barang bukti, bagaimana bentuk dan tatacara penyitaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum serta bagaimana tanggung jawab penyidik atas benda sitaan. Pertama, benda yang dapat disita. Penyitaan merupakan tindakan pengambilalihan benda untuk disimpan dan ditaruh di bawah penguasaan penyidik. Terhadap benda apa saja penyitaan dapat diletakkan, atau terhadap jenis benda yang bagaimana sita dapat dilakukan, apabila benda yang bersangkutan ada keterlibatannya dengan tindak pidana guna untuk kepentingan pembuktian pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan sidang peradilan. Kedua, bentuk dan tatacara penyitaan. Penyitaan dengan bentuk dan prosedur biasa merupakan aturan umum penyitaan. Sebagai pengecualian penyitaan biasa berdasar aturan umum yang diuraikan terdahulu, KUHAP Pasal 38 ayat (2) memberi kemungkinan melakukan penyitaan tanpa melalui tata cara yang ditentukan KUHAP Pasal 38 ayat (1). Ketiga, peralihan tanggung jawab penyidik atas benda sitaan.Terhadap benda sitaan terjadi peralihan status, kewenangan dan pertanggungjawaban yuridis sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkara. Peralihan kewenangan dan tanggung jawab yuridis atas benda sitaan, sama prinsipnya dengan peralihan kewenangan dan tanggung jawab yuridis atas penahanan.Tanggung jawab yuridis atas benda sitaan menjadi kewenangan dan beban hukum bagi setiap aparat penegak hukum sesuai dengan tingkat pemeriksaan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan telah diatur secara rinci dalam pasal 39 KUHAP. KUHAP mengatur dan memberikan kewenangan kepada Penyidik untuk melakukan tindakan penyitaan terhadap benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud.Mengenai peralihan tanggung jawab yuridis benda sitaan dapat dikatakan sama dengan peralihan tanggung jawab yuridis terhadap tahanan. Kata kunci: Penyidik, Benda Sitaan

Page 1 of 2 | Total Record : 16


Filter by Year

2014 2014


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue