cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 21 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen" : 21 Documents clear
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN OBJEK WISATA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 Lawang, Marcella Apriani
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengawasan terhadap ancaman pencemaran dan perusakan lingkungan objek wisata bahari dan bagaimana pemberlakuan sanksi pidana terhadap pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan objek wisata bahari. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif sehingga dapat disimpulkan: 1. Pengawasan terhadap ancaman perusakan dan pencemaran lingkungan objek wisata bahari merupakan aspek penting dalam menjaga dan melestarikan objek wisata bahari sebagai aset nasional dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional berupa penyediaan lapangan pekerjaan dan aktivitas ekonomi lainnya (multiplier effect) serta pemasukan devisa bagi Negara. Terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan objek wisata bahari di Indonesia menunjukkan mekanisme pengawasan dan monitoring oleh pemerintah dan pemerintah daerah belum berjalan dengan efektif. 2. Pemberlakuan sanksi pidana terhadap pelalu perusakan dan pencemaran lingkungan objek wisata bahari diatur dalam UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dalam Pasal 64 menyatakan: (1)      Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2)      Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan hukum, merusak fisik, atau mengurangi nilai daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak   Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Kata kunci: Pencemaran dan perusakan, lingkungan, objek wisata.
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM RANGKA PENANGGULANGAN PERJUDIAN Mamonto, Indra Mahreza
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa kebijakan hukum pidana saat ini telah memadai dalam rangka menanggulangi perkembangan perjudian dan bagaimana kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi perjudian di masa yang akan datang. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Kebijakan formulasi hukum pidana di Indonesia sudah dapat digunakan untuk mengatasi tindak pidana perjudian, tapi mengandung beberapa kelemahan atau kendala yaitu: (a) “Unsur tanpa izin” inilah melekat sifat melawan hukum dari tindak pidana perjudian itu. Artinya tiadanya unsur tanpa izin, atau jika ada izin dari pejabat atau instansi yang berhak memberi izin, semua perbuatan dalam rumusan tersebut tidak lagi atau hapus sifat melawan hukumnya oleh karena itu tidak dipidana. Ketentuan ini membuka peluang adanya legalisasi perjudian. Sebab permainan judi hanya bersifat melawan hukum atau menjadi larangan apabila dilakukan tanpa izin; (b) Pertanggungjawaban pidana tentang tindak pidana perjudian hanya dibebankan kepada orang perorangan tidak menganut sistem pertanggungjawaban yang dibebankan kepada korporasi. 2. Kebijakan penanggulangan di masa yang akan datang untuk mengantisipasi tindak pidana perjudian di Indonesia dapat dilakukan dengan menggunakan sarana penal. Adapun beberapa alternatif kebijakan formulasi yang akan dilakukan pembenahan adalah sebagai berikut:(a) Tindak pidana perjudian sebagai salah satu bentuk tindak pidana di bidang kesusilaan seharusnya tidak hanya diancam dengan pidana penjara dan pidana denda saja melainkan harus juga ditentukan pidana tambahan seperti pencabutan hak untuk menjalankan profesi terhadap pembuat yang melakukan tindak pidana perjudian dalam menjalankan profesinya; (b) Setiap bentuk tindak pidana perjudian tidak hanya individu pribadi yang dimintai pertanggungjawaban pidananya melainkan korporasi atau badan hukum juga bisa dimintai pertanggungjawaban pidana; (c) Dalam hal pemidanaan harus dipertimbangkan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Artinya pidana yang dijatuhkan harus disesuaikan dan diorientasikan pada kepentingan individu. Selain itu juga rasa keadilan dan perlindungan terhadap masyarakat perlu dijadikan pertimbangan dalam melakukan suatu pemidanaan. Kata kunci:  Kebijakan, penanggulangan, perjudian
PENERAPAN SANKSI TERHADAP IBU SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK Bowonsili, Nindy N.
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah perumusan tindak pidana pembunuhan anak menurut Pasal 341 KUHP dan bagaimanakah penerapan sanksi hukum terhadap ibu sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan anak menurut Pasal 341 KUHP. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1.  Rumusan Pasal 341 KUHP ini mengangkat  tentang tindak pidana pembunuhan dilakukan oleh ibu terhadap nyawa bayinya yang dilakukan pada saat bayi dilahirkan atau tidak lama setelah dilahirkan. Dari unsur- unsur ini dapat dilihat bahwa sesungguhnya pembunuhan bayi ini nyata-nyata harus dilakukan oleh ibu dan bukan orang lain begitu juga korbannya harus seorang bayi dari ibu sebagai pelaku pembunuhan. 2.  Tindak pidana pembunuhan bayi ini dilakukan pada saat bayi dilahirkan atau tidak lama setelah bayi dilahirkan, karena jika pembunuhan bayi ini dilakukan sebelum dilahirkan maka hal ini menjadikategori pengguguran kandungan Pasal 346.Sedangkan jika dilakukan pada saat bayi telah lama dilahirkan maka hal ini masuk dalam kategori pembunuhan biasa Pasal338. Pembunuhan ini dilakukan oleh ibu dengan pertimbangan bahwa ia takut ketahuan orang bahwa ia telah melahirkan anak. Bahkan perbuatan ini pun mengandung unsur kesengajaan. Ibu sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan bayi ini dikenakan sanksi paling lama tujuh tahun penjara dengan pertimbangan bahwa ringannya sanksi hukum karena ibu ini berada dibawah tekanan. Kata kunci:  Ibu, pelaku, pembunuhan anak.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KORPORASI PERBANKAN AKIBAT DARI TINDAK PIDANA PEMBOBOLAN BANK Wurangian, Frilly Margareth
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk megetahui  baimanakah modus operandi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana perbankan dalam melakukan kejahatan pembobolan Bank dan bagaimanakah pertanggungjawaban pidana oleh korporasi terhadap tindak pidana pembobolan Bank. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Metode yang dilakukan oleh para pihak yang akan melakukan aksi kejahatan pembobolan ini, diantaranya: - Mekanisme transfer dana, mekanisme transfer dana ini terjadi pada transfer dana di dalam satu bank maupun transfer dana bank pengirim dan penerima yang melibatkan bank yang berbeda. Kejahatan pembobolan bank melalui mekanisme transfer dana ini biasanya terjadi dengan menggunakan system RTGS, dimana pihak dalam bank dengan sengaja merubah tujuan nasabah penerimanya ataupun dengan mengurangi jumlah uang yang akan di transfer kepada si penerima.  Skimming, pelaku mencuri data digital kartu ATM nasabah dengan skimmer yang terpasang di mesin ATM, kemudian untuk mencuri nomor pin nasabah pelaku menggunakan bantuan kamera pengintai, serta menyalin data ke kartu palsu dan selanjutnya menguras tabungan nasabah. 2.  Meskipun Undang-Undang Perbankan belum mengatur bahwa korporasi dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana sebagimana terdapat dalam pasal 46 ayat (2) Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan,  namun dalam hal ini setiap tindakan kejahatan yang dilakukan oleh para pihak dalam korporasi dikenakan sanksi terhadap pihak pengurus tersebut, berdasarkan ajaran pertanggungjawaban pidana vikarius, dimana jika dihubungkan dengan pertanggungjawaban korporasi, maka yang bertanggungjawab adalah pengurus koperasi.
KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM Sompotan, Stenli
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana keterangan ahli sebagai salah satu alat bukti telah mendapatkan pengaturan yang memadai dalam KUHAP dan bagaimana pengaruh keterangan ahli terhadap pengambilan putusan oleh hakim.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Jika dalam sistem HIR, keterangan ahli tidak dicantumkan sebagai salah satu alat bukti yang sah, dan kedudukannya hanya sebagai pemberi keterangan saja kepada Hakim, maka   dalam sistem KUHAP, keterangan ahli telah memiliki kedudukan sebagai salah satu alat bukti yang sah. Perbedaan rumusan keterangan ahli antara Pasal 1 butir 28 dengan Pasal 186 KUHAP adalah karena Pasal 1 butir 28 dimaksudkan untuk memberikan pengertian umum tentang keterangan ahli, yang mencakup permintaan keterangan ahli di luar dan di depan pengadilan.  Pasal 186 memberi pengertian lebih khusus tentang keterangan ahli, yaitu keterangan ahli yang diberikan secara lisan di depan pengadilan. 2. Hakim  tidak  terikat/tidak wajib tunduk pada apa yang dikemukakan dalam keterangan ahli.  Berdasarkan sistem pembuktian negatief-wettelijk (Pasal 183 KUHAP), selain harus ada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah juga harus ada keyakinan hakim berdasarkan alat-alat bukti tersebut. Sekalipun demikian,  Hakim tidak dapat  mengabaikan  keterangan  ahli.  Ini karena keterangan  ahli  berkenaan dengan ketepatan suatu ilmu pengetahuan. Kata kunci: Keterangan ahli, pengaruhnya, putusan Hakim.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK TERSANGKA YANG DI LAKUKAN OLEH PENYIDIK BERDASARKAN KUHAP Kopalit, Priscillia Angelina
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap hak tersangka pada perkara pidana dan bagaimana pelanggaran hukum hak tersangka pada penyidikan perkara pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yurifdis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Setiap hak-hak asasi seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman merupakan hak-hak asasi tersangka yang harus dipenuhi pada saat terjadinya pemeriksaan awal hingga sampai pada pemeriksaan akhir. 2. Pelanggaran terhadap hak-hak asasi tersangka yang dilakukan oleh penyidik baik dari awal proses penyidikan hingga akhir proses tersebut, undang-undang telah mengatur jaminan terhadap hak-hak asasi tersangka yang harus dipenuhi dan diterima oleh tersangka, namun dalam praktiknya terdapat beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh penyidik baik secara sengaja atau dengan menggunakan wewenangnya diantaranya, pelanggaran terhadap hak-hak asasi tersangka yang dilakukan oleh penyidik baik dari awal proses penyidikan hingga akhir proses tersebut. Kata kunci:  Perlindungan hukum, hak tersangka, penyidik
EKSISTENSI SEKS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Takasihaeng, Yoane Angeline
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemika. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan suatu kebiasaan.Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,itu berarti perbuatan apapun yang dilakukan di negara ini dilakukan berdasarkan hukum, tidak terkecuali dengan korupsi.Berbicara tentang gratifikasi dalam tindak pidana korupsi di Indonesia dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, yang melatarbelakangi permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimanaklasifikasi tindak pidana korupsi dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001 serta bagaimana hubungan eksistensi seks dengan tindak pidana korupsi. Penelitian ini dilakukan dengan mempergunakan metode juridis normatif. Mengingat penulisan ini menerapkan pendekatan normatif, maka pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan prosedur identifikasi dan inventarisasi hukum positif sebagai suatu kegiatan pendahuluan. Penulisan hukum normatif yang diteliti melalui bahan pustaka yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanyamerugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Atas dasar hal itu, penanggulangan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara khusus. Undang-undang korupsi memiliki delik-delik: adanya kerugian negara; tindak pidana penyuapan; korupsi penyalahgunaan jabatan; tindak pidana pemerasan; tindak pidana kecurangan; korupsi benturan kepentingan dalam pengadaan; dan tindak pidana gratifikasi. Korupsi politik yang terjadi di Indonesia telah menunjukkan berbagai kasus korupsi yang terbukti dilakukan oleh pejabat atau penyelenggara negara yang telah banyak pemangku kekuasaan politik yang dipidana karena melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara.Namun, saat ini terdapat praktek seks dimana pelakunya berasal dari kalangan para pejabat atau penyelenggara negara yang pada akhir-akhir ini sedang hangat-hangatnya diperbincangkan. Munculnya istilah gratifikasi seks ini karena menjadi salah satu modus yang diberikan kepada seseorang yang memiliki jabatan. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Atas dasar hal itu, penanggulangan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara khusus. Suatu terobosan baru didunia hukum pidana atas munculnya perbuatan-perbuatan baru yang dapat mengarah kedalam suatu perbuatan yang merupakan tindak pidana gratifikasi sex. Dapat dikategorikan atau dikriminalisasikan sebagai suatu bagian dari gratifikasi yang telah diatur dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi saat ini sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 12B ayat (1) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001.
EKSISTENSI PIDANA DENDA DALAM KONTEKS KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Kalianget, Reymond
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengethaui bagaimana implementasi pidana denda di Indonesia dan bagaimana eksistensi pidana denda dalam rancangan KUHP Indonesia. Dengan menngunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. dorongan dilaksanakannya penjatuhan pidana denda. Penerapan atau pelaksanaan pidana denda di Indonesia belum efektif atau belum maksimal karena penegak hukum atau hakim cenderung lebih memilih pidana penjara dari pada pidana denda. Ini dikarenakan minimnya nilai tukar rupiah yang dijatuhkan kepada si terpidana sehingga hakim lebih memilih pidana penjara atau kurungan karena mempunyai efek jera yang lebih memuaskan ketimbang pidana denda. 2. Pidana denda dalam prospeknya hanya sebagai pidana alternatif atau pengganti dari pidana penjara atau kurungan, dikarenakan pidana denda dan peraturan perundang-undangan yang ada kurang optimal dalam  memberikan. Kata kunci: Eksistensi pidana denda, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PERDAGANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Sumangkut, Fiska Angelia
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perdagangan anak yang sering terjadi di Indonesia dan bagaimana bentuk pengaturan hukum tentang perlindungan anak. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Masalah perdagangan anak (trafficking) di Indonesia ini dengan alasan dan tujuan apapun juga tetap merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Negara indonesia sebagai anggota PBB mengmban tanggung- jawab moral dan hukum untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat yang dimilikioleh seseorang manusia. 2. Secara umum penegakan hukum terhadap perdagangan manusia dapat dilakukan dengan cara : Pencegahan (prevention), Perlindungan (protection), Penindakan hukum (prosecution). Tindakan nyata yang dilakukan pemerintah indonesia sebagai upaya menangani masalah trafficking (perdagangan manusia) yaitu dengan mengeluarkan undang-undang No 21 tahun 2007 yang berisi tentang tindakan pidana bagi orang yang melakukan perdagangan manusia terutama terhadap anak sebagai korban perdagangan manusia baik secara nasional maupun secara internasional dan disamping itu ada juga pencegahan dan penanganan untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia dan juga perlindungan hukum bagi anak sebagai korban trafficking serta adanya kerja- sama internasional dan peran serta masyarakat untuk membantu perlindungan terhadap anak sebagai korban trafficking. Kata kunci:  Perlindungan hukum, anak, korban perdagangan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEJAHATAN PERDAGANGAN PEREMPUAN Palembang, Glenn Ch.
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perdagangan orang merupakan suatu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia dan sangat bertentangan dengan nilai -nilai kemanusiaan serta nilai keadilan tetapi saat ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan dan perempuan serta anak adalah kelompok yang rentan menjadi korban perdagangan orang. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menginventarisasi dan mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan perlindungan hukum terhadap korban perdagangan (trafficking) perempuan saat ini.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi KonvensiPenghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, pengaturan mengenai perdagangan perempuan terdapat dalam Pasal 6.Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.Dalam Konsideran huruf b Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, perdagangan orang lebih dikhususkan kepada perempuan dan anak. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak AsasiManusiadilihat dari Pasal 9.Kelemahan dan Kelebihan Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Perdagangan (Trafficking) Perempuandi Indonesia, ada 2 aturan yang saling tumpang tindih, yaitu antara Undang-Undang Nomor 26  Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Korban perdagangan orangkhususnya perdagangan perempuan secara nasional terdapat dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dibuatnya undang-undang ini merupakan suatu bentuk kemajuan yang berarti karena sebelumnya belum ada undang-undang yang mengatur secara lengkap dan spesifik sebagai upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang termasuk didalamnya diatur mengenai perdagangan perempuan. Mensinkronkan peraturan yang ada supaya tidak terjadi tumpang tindih aturan, sehingga diharapkan pembuat peraturan perundang-undangan tidak hanya fokus pada satu permasalahan saja pada saat membuat peraturan perundang-undangan, tetapi juga memperhatikan peraturan perundang-undangan lain yang sudah ada sebelumnya dan permasalahan-permasalahan lain yang terkait yang dapat dijadikan referensi. Selain itu diharapkan adanya tindak lanjut dalam menyikapi segala aturan dan rencana atau kegiatan yang telah diprogramkan, sehingga tidakhanya menjadi sebuah kata-kata atau aturan saja

Page 1 of 3 | Total Record : 21


Filter by Year

2015 2015


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue