cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen" : 20 Documents clear
PEMERIKSAAN ALAT BUKTI PERKARA TINDAK PIDANA HAK CIPTA PADA TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA Marwan, Jesmen
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan perkara tindak pidana hak cipta di tingkat penyidikan dan bagaimana pemeriksaan alat bukti perkara tindak pidana hak cipta pada tingkat penyidikan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pemeriksaan perkara tindak pidana hak cipta di tingkat penyidikan dilakukan oleh penyidik pejabat kepolisian negara Republik lndonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana hak cipta dan hak terkait. Pemeriksaan perkara tindak pidana hak cipta akan dilakukan apabila ada pihak yang mengadukan peristiwa pidana yang terjadi dan untuk tingkat penyidikan dilakukan pemeriksaan bukti-bukti melalui rangkaian tindakan penyidik untuk membuat terang peristiwa pidana dan menemukan tersangka tindak pidana hak cipta. 2. Pemeriksaan alat bukti perkara tindak pidana hak cipta di tingkat penyidikan, dilakukan terkait dengan tahapan peradilan pidana pada tingkat penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan. Pemeriksaan alat bukti dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik diakui sebagai alat bukti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga memerlukan kecermatan dan ketelitian penyidik dalam melakukan pemeriksaan alat bukti.Kata kunci: Pemeriksaan Perkara, Tindak Pidana, Hak Cipta, Di Tingkat Penyidikan .
SANKSI ADMINISTRATIF DALAM HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Ngala, Andrew Korompis
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang sanksi administratif dalam hukum lingkungan dan bagaimana penerapan sanksi administratif dalam hukum lingkungan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan sanksi administrasi yang ditentukan dalam hukum lingkungan, yaitu : teguran tertulis; paksaan pemerintah; pembekuan izin lingkungan; atau pencabutan izin lingkungan yang secara jelas tercantum dalam: Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaaan Lingkungan Hidup; Undang-Undang No.51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara; Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan; Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administrasi di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Penerapan sanksi administrasi sebagai salah satu bentuk tindakan pemerintahan berupa keputusan tata usaha negara harus didasarkan pada keabsahan suatu keputusan, mekanisme, jenis dan bentuk putusan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.Kata kunci: Sanksi Administratif, Hukum Lingkungan, Perlindungan dan Pengeloaan Lingkugan Hidup
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERSANGKA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Yushatu, Fadli
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak-hak tersangka dalam perundang-undangan menurut sistem peradilan di indonesia dan bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak tersangka dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1.Penegakan  perlindungan Hak Asasi Manusia khusunya dalam proses penyidikan, telah tercantum dan diatur dalam beberapa Undang-undang, yaitu dalam  UU  No.  48  Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 8, Pasal 5,  Pasal 19,  Pasal 21-23, Pasal 29,  Pasal 37 s/d 40; dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM khususnya Pasal 17 DAN 18; dan dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHP  yang terdapat dalam Pasal 50 sampai 68.   2. Selain  tercantum  dalam  Pasal 50  sampai 68 UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP, perlindungan terhadap tersangka  menurut  HAM pada dasarnya  juga  sudah  tercantum  jelas dalam Undang-undang No. 39 Tahun  1999   tentang Hak Asasi Manusia paa Pasal 17 dan 18, juga di dalamnya  terdapat hak-hak  yang.  harus diterima oleh tersangka dalam menjalani serangkaian pemeriksaan perkara pidana seperti Hak Perlindungan, Hak rasa aman, Hak bebas dari Penyiksaan, Hak tidak diperlakukan sewenang-wenang, maupun Hak untuk tidak disiksa.Kata kunci: Perlindungan Hukum, Tersangka, Sistim Peradilan Pidana di Indonesia
UPAYA HUKUM TERDAKWA TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA PIDANA Mawuntu, Julio
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah yang menjadi tujuan pengajuan upaya hukum biasa dalam perkara pidana dan apakah yang menjadi dasar pengajuan upaya hukum luar biasa dalam perkara pidana.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Tujuan pengajuan upaya hukum biasa dalam perkara pidana adalah untuk upaya hukum banding tujuannya untuk menguji kembali pemeriksaan yang telah dilakukan oleh pengadilan negeri sehingga putusan yang nyata-nyata telah keliru dapat diperbaiki dan terhadap putusan yang telah mencerminkan keadilan dan kebenaran tetap dipertahankan. Untuk kasasi tujuannya untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum. 2. Dasar pengajuan upaya hukum luar biasa terhadap putusan hakim dalam perkara pidana adalah untuk kasasi demi kepentingan hukum diajukan jaksa sudah tidak ada lagi upaya hukum biasa yang dapat dipakai. Untuk peninjauan kembali diajukan atas dasar terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui waktu sidang masih berlangsung, maka hasilnya akan berupa putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu ditetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.Kata kunci: Upaya Hukum, Terdakwa, Putusan Hakim, Perkara Pidana
TINDAK PIDANA MENELANTARKAN ORANG DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA (PASAL 49 HURUF A UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA) Lantang, Virginia
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga yang dirumuskan dalam Pasal 49 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dan bagaimana penerapan tindak pidana menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 120 K/MIL/2012.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan tindak pidana Pasal 49 ayat (1) selalu harus sehubungan dengan (juncto)  Pasal 9 ayat (1) sehingga keseluruhan unsur tindak pidana ini, yaitu: a. setiap orang; b. yang menelantarkan orang lain; c. dalam lingkup rumah tangganya; dan d. padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberi kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. 2. Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 120 K/MIL/2012, titik berat Pasal 49 huruf a junto Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, terletak pada perbuatan pelaku yang menelantarkan seorang dalam rumah tangganya. Karenanya, sekalipun korban mempunyai nafkah/pendapatan sendiri, tidak menghapus kesalahan terdakwa sebagai suami yang menelantarkan keluarga dengan tidak memberi nafkah. Ini berbeda dengan titik berat Pasal 304 KUHP yang mengharuskan korban benar-benar berada dalam keadaan sengsara.Kata kunci: Tindak Pidana, Menelantarkan Orang, Lingkup Rumah Tangga.
ALAT BUKTI KETERANGAN TERDAKWA DAN KEKUATAN PEMBUKTIANNYA MENURUT PASAL 183 KUHAP Asimin, Izmi Afifurahman K. D.
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kekuatan hukum alat bukti keterangan terdakwa dalam hukum pidana dan bagaimana pembuktian terhadap alat bukti keterangan terdakwa menurut Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Alat bukti keterangan terdakwa dalam persidangan merupakan salah satu syarat sahnya hakim dalam menjatuhkan vonis atau putusan, untuk itu perlu ditambahkan yakni alat bukti seperti (keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk) diambil salah satu. Kekuatan hukum terhadap alat bukti dalam hukum pidana (KUHAP) sebagai obyek materiil seperti barang atau benda ini dipandang lebih akurat nilainya, sebaliknya barang bukti materiil ini tidak ada nilainya apabila tidak diidentifikasi oleh para saksi dan terdakwa, sehingga memperkuat keyakinan hakim yang timbul dari penguatan alat bukti tersebut. 2. Pembuktian tentang benar atau tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan merupakan bagian yang terpenting dalam acara pidana, di mana hak asasi manusia dipertaruhkan. Alat bukti keterangan terdakwa bermakna lebih luas dibanding alat bukti yang lain, karena keterangan terdakwa meliputi pengakuan dan pengingkaran dan menyerahkan penilaian kepada hakim tentang apa yang dilakukan dalam peristiwa pidana.Kata kunci: Alat bukti, keterangan, terdakwa, kekuatan pembuktian.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN YURISDIKSI DALAM PERADILAN KONEKSITAS MENURUT PASAL 89 KUHAP Salamba, Restu
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan peradilan tindak pidana umum dan militer sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman dan bagaimana penerapan yurisdiksi dalam peradilan koneksitas menurut pasal 89 KUHAP tentang koneksitas.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Kedudukan peradilan militer sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman ditinjau dari UUD 1945 pasal 24 ayat (2) yaitu berada dibawah Mahkamah agung setara dengan peradilan umum, peradilan agama dan peradilan tata usaha negara yang sama – sama berada dibawah Mahkamah agung. Dapat kita tinjau kedudukan dari pada perdilan militer pada Undang – undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang peradilan militer, dimana peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman dilingkungan angkatan bersenjata untuk menengakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggara pertahanan keamanan negara. 2. Yurisdiksi peradilan koneksitas ditinjau dari pasal 89 KUHAP yaitu Diutamakan diadili oleh lingkup peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh peradilan militer dengan mengadakan suatu penyidikan terlebih dahulu yang dilakukan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari sebagaimana dimaksud pada pasal 6 KUHP, Polisi Militer ABRI dan Oditur Militer atau Oditur militer tinggi sesuai dengan wewenangnya masing – masing, sehingga hasil dari penyidikan tersebut atau penelitian yang dilakukan tersebut dapat diambil kesimpulan peradilan mana yang akan mengadili.Kata kunci: Tinjauan Yuridis, Penerapan Yurisdiksi, Peradilan Koneksitas.
DALUWARSA PENUNTUTAN PIDANA DITINJAU DARI PASAL 78 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) Kaligis, Indah Febriari
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukaan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan daluwarsa penuntutan dalam Hukum Pidana ditinjau dari Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan bagaimana penerapan daluwarsa dalam penuntutan menurut hukum Pidana Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Daluwarsa adalah lampau waktu untuk menuntut suatu tindak pidana. Begitu suatu tenggang waktu menurut undang ? undang berlaku (pasal 78 KUHP dan aturan lain diluar KUHP), maka daluwarsa menggugurkan wewenang untuk memproses hukum terhadap pelaku, baik tenggang waktu itu berlaku sebelum perkara dimulai ataupun selama berlangsungnya tenggang waktu daluwarsa berada dalam stadium, bahwa alat penegak hukum tidak dapat lagi melakukan proses hukum. (vide pasal 78 KUHP) Satu tahun, bagi semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan. Enam tahun, bagi kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun. Dua belas tahun, bagi kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun. Delapan belas tahun, bagi kejahatan yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup. Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan, usianya belum delapan belas tahun, masing ? masing tenggang waktu untuk daluwarsa diatas, dikurangi menjadi sepertiga. 2. Penerapan daluwarsa penuntutan terdapat dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pengungkapan peristiwa itu memerlukan bukti-bukti yang ditentukan dan diatur menurut ketentuan Undang-Undang, baik mengenai macam-macamnya maupun cara dan sistem penggunaannya. Semakin lama lewatnya waktu akan semakin sulit untuk memperoleh alat-alat bukti tersebut. Semakin lama ingatan seorang saksi akan semakin berkurang bahkan lenyap atau lupa tentang suatu kejadian yang dilihatnya atau dialaminya. Demikian juga benda-benda bukti, dengan waktu yang lama akan menyebabkan benda itu menjadi musnah atau hilang dan tidak ada lagi. Dengan berlalunya waktu yang lama memperkecil keberhasilan, bahkan dapat menyebabkan kegagalan dari suatu pekerjaan penuntutan.Kata kunci: Daluwarsa, Penuntutan, Pidana.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG BELUM DIATUR UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Kawuwung, Nofel Theodorus Anes
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses hukum terhadap penyalahgunaan narkotika dan bagaimana proses penanganan narkoba yang jenis-jenisnya belum di kategorikan sebagai narkotika.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Proses pelaksanaan proses hukum penyalahgunaan narkotika dewasa ini sangat gencar dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Narkotika Nasional dan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara bersama-sama  dalam menggungkap penyelundupan narkotika maupun melakukan penangkapan terhadap oknum-oknum penyalahgunaan narkotika. Dari rumusan masalah yang pertama tentang proses hukum terhadap penyalahgunaan narkotika, dapat disimpulkan bahwa dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika, penyidik harus mengacu kembali pada kitab undang-undang hukum acara pidana, karena undang-undang narkotika belum mengatur secara khusus mengenai proses penyelidikan tindak pidana narkotika. 2. Penanggulangan peredaran obat-obatan saat ini menjadi perhatian serius pemerintah, hal ini disebabkan dengan maraknya penyalahgunaan obat-obatan secara tidak bertanggung jawab oleh oknum-oknum guna mendapat keuntungan ekonomis tanpa memperhatikan efek negatif dari penyalahgunaan obat-obatan tersebut. Penyalahgunaan obat-obatan dewasa ini dilakukan dengan cara konsumsi obat-obatan secara berlebihan dan tanpa resep dokter, hal ini disebabkan karena mahalnya biaya narkotika dan gampang diperolehnya obat-obatan tersebut. Dalam pengawasan obat-obatan dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM), fungsi lembaga pemerintah non kementerian ini untuk mengawasi setiap obat-obatan produk farmasi dan menjamin ketersedian narkotika dalam bidang dunia kesehatan sesuai peraturan yang berlaku.Kata kunci: Tinjauan Yuridis, Penyalahgunaan Narkotika, Belum Diatur Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP FUNGSI ODITUR MILITER DALAM HAL PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI Mewengkang, Kristopheros Imanuel
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Fungsi Oditur Militer dalam melakukan Penuntutan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI dan bagaimana Hambatan-hambatan yang ditemui Oditur Militer dalam melakukan Penuntutan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1.  Fungsi Oditur Militer dalam melakukan Penuntutan Tindak Pidana Pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI diatur dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Jo. Pasal 14 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pada dasarnya Penuntutan yang dilakukan oleh Oditur Militer mengenai Tindak Pidana Pembunuhan sama halnya seperti Penuntutan tindak pidana lainnya, dikarenakan Tindak Pidana Pembunuhan merupakan tindak pidana umum. Ketentuan dalam KUHP maupun KUHAP tetap berlaku bagi anggota militer. 2. Hambatan-Hambatan yang ditemui Oditur Militer dalam melakukan Penuntutan Tindak Pidana Pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI antara lain: berkas perkara yang masih kurang sempurna, kesulitan dalam memanggil para saksi, keterangan para saksi yang diberikan berbeda, keluarga korban keberatan untuk dilakukannya otopsi. Selain daripada hambatan tersebut, ada pula beberapa faktor penghambat Oditur Militer dalam melakukan Penuntutan yaitu karena faktor penegakan hukum, faktor masyarakat, faktor kebudayaan dan faktor undang-undang.Kata kunci: Tinjauan Yuridis, Fungsi Oditur Militer, Penuntutan, Tindak Pidana Pembunuhan, Anggota TNI.

Page 1 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2018 2018


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue