cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen" : 20 Documents clear
KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Manoppo, Euginia J. C.
LEX CRIMEN Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan terhadap kedudukan korban kejahatan menurut Sistem Peradilan Pidanadan bagaimana perlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika menurut UU No. 35 Tahun 2009, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normative disimpulkan bahwa: 1. Pengaturan kedudukan korban kejahatan dalam Sistem Peradilan Pidana saat ini belum ditempatkan secara adil bahkan cenderung terlupakan, apalagi dalam KUHAP dan KUHP, namun dalam beberapa perundang-undangan walaupun tidak memberikan porsi yang besar tapi korban sudah lebih diperhatikan seperti dalam: UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Tentang Perobahan Atas UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban , UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT. 2. Perlindungan Hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika menurut UU No. 35 Tahun 2009 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 54 adalah diberikan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial karena korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika. Pemberian Rehabilitasi ini juga ditegaskan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi. Kemudian pada tahun 2014 antara Kejaksaan Agung, Kepolisian, Kemenkumham, MA, Kemensos, Kemenkes menandatangani Peraturan Bersama Tahun 2014 tentang Rehabilitasi Pecandu Narkotika.Kata kunci: narkotika, korban
TINJAUAN YURIDIS ATAS KELALAIAN DALAM PERJANJIAN TERAPEUTIK MENURUT PASAL 58 UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Agustinus, Christiany Jilly Grace
LEX CRIMEN Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Hubungan Hukum antara Tenaga Medis dan Pasien Dalam Perjanjian Terapeutik dan bagaimana Tinjauan Yuridis atas kelalaian dalam perjanjian terapeutik berdasarkan ketentuan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Hubungan hukum antara pasien dengan tenaga kesehatan dapat terjadi antara lain karena pasien sendiri yang datang untuk meminta pertolongan mengobati sakit yang dideritanya, dalam keadaan seperti ini terjadi persetujuan kehendak antara kedua belah pihak, dan terjadi hubungan hukum yang bersumber dari kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan, sehingga pasien bersedia memberikan persetujuan. 2. Tenaga medis yang melakukan pengobatan tidak sesuai dengan Standart Prosedur Operasional dan sesuai Peraturan Perundang-Undangan maka dari pihak pasien dapat menuntut pertanggung jawaban kepada pihak medis kecuali dalam keadaan darurat.Kata kunci: Tinjauan Yuridis, Kelalaian, Perjanjian Terapeutik, Kesehatan
PERAN APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UU NO. 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA Lantapon, Garry T.
LEX CRIMEN Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tindakan aparatur sipil Negara terhadap tindak pidana korupsi menurut undang-undang no. 5 tahun 2014 dan bagaimana peran aparatur sipil negara (ASN) dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Dengan adanya Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dapat dilihat tentang sikap dan tindakan aparatur sipil Negara terhadap tindak pidana korupsi.  kepegawaian negara yang disebut dengan istilah “aparatur sipil Negara” (selanjutnya ASN),mencakup Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan pegawaipemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Pembahasan tentangASN merupakan bagian dari manajemen kepegawaian negara di bawah kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan (Pasal 4 ayat (1) UUD NRI1945). ASN adalah penyelenggara negarayang terdapat dalam semua lini pemerintahan. Pelaksana kegiatan administrasi negaradilaksanakan oleh ASN sebagai sumber daya manusia penggerak birokrasi pemerintah. 2. Dalam mewujudkan sebuah strategi pemberantasan tindak pidana anti korupsi yang efektif dan terstruktur  oleh aparatur sipil negara dibutuhkan pemenuhan “peran” serta prasyarat sebagai berikut : Didorong oleh keinginan politik serta komitmen yang kuat dan muncul dari kesadaran sendiri, Menyeluruh dan seimbang. Transparan dan bebas dari konflik kepentingan. Menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai dampak destruktif dari korupsi, khususnya bagi PNS. Mengsosialisasikan dampak dari perilaku tindak pidana korupsi, dan Serta mempunyai niat, semangat dan komitmen melakukan pencegahan tindak pidana korupsi. Selain dari pada itu, aparatur sipil Negara tentunya mempunyai peranan penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Karena (ASN) yang memegang kekuasaan dan kewenangan atas keuangan. maka perlu menegaskan kembali  diantaranya melalui : Penyempurnaan undang-undang Anti Korupsi yang lebih komprehensif, mencakup kolaborasi kelembagaan yang harmonis dalam mengatasi masalah korupsi. Kontrak politik yang dibuat pejabat public, Pembuatan aturan dan kode etik khusnya bagi PNS, dan Penyederhanaan birokrasi (baik struktur maupun jumlah pegawai).Kata kunci: Peran aparatur sipil negara, pemberantasan tindak pidana korupsi
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERBUATAN CHEAT/HACKING DALAM SISTEM GAME ONLINE SEBAGAI PERBUATAN PIDANA BERDASARKAN UU NOMOR 11 TAHUN 2008 Sidete, Kelvin Immanuel August
LEX CRIMEN Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah ketentuan hukum yang mengatur tentang program cheat/hacking yang terdapat dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik dan bagaimana proses hukum bagi pelaku program cheat/hacking dalam game online menurut KUHAP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Sebuah tindakan cheat/hacking dalam sebuah sistem game online adalah sebagai suatu perbuatan pidana yang diatur dalam pasal 33, pasal 30 ayat (3), dan pasal 34 ayat (1). 2. Perkara tindak pidana pelaku program cheat/hacking dalam game online dapat di proses oleh penyidik pejabat polisi Negara RI atau pejabat PNS tertentu di lingkungan pemerintah yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik (KOMINFO), dengan menggunakan Undang-Undang  RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaski Elektronik yang terdapat dalam pasal 33 junto pasal 30 ayat (3) junto pasal 34 ayat (1).Kata kunci: Tinjauan yuridis, perbuatan cheat/hacking, game online, perbuatan pidana
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERIKANAN Tarussy, Reflin
LEX CRIMEN Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran penegak hukum terhadap tindak pidana di bidang perikanan dan apakah hambatan penegak hukum terhadap tindak pidana di bidang perikanan,serta bagaimana upaya pembenahannya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penegakan hukum yang ada kaitannya dengan kegiatan usaha perikanan ini dikaitkan dengan suatu tindakan yang akan memberikan sanksi kepada setiap orang atau badan hukum yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan di bidang perikanan. Peran penegak hukum itu sendiri terhadap tindak pidana di bidang perikanan yaitu melakukan kerja sama yang baik, melakukan pengawasan, koordinasi dengan berbagai instansi juga dalam hal penyelidikan dan penyidikan harus lebih efektif dan efisien dan juga peran para jaksa penuntut umum yang mampu mengupayakan segala hal agar setiap tindakan tindak pidana di bidang perikanan dapat menimbulkan efek jera dan sanksi kepada pihak-pihak yang sengaja melakukan tindak pidana tersebut. 2. Hambatan Aparat penegak hukum baik dalam arti preventif maupun represif dalam menangani kasus-kasus illegal fishing, disamping jumlahnya sangat terbatas kemampuannya juga masih terbatas. Saat ini aparat penegak hukum kebanyakan baru dapat melaksanakan tugas-tugas preventif, seperti pemantauan, pembinaan, dan peringatan apabila terjadi kegiatan illegal fishing. Kenyataan menunjukan bahwa aparat penegak hukum seperti penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memahami peraturan atau ketentuan hukum jumlah maupun kemampuannya terbatas. Untuk itu perlu mendidik tenaga-tenaga profesional aparat penegak hukum sehingga diharapkan mereka akan mampu menangani kasus-kasus illegal fishing atas dasar wawasan yang komprehensif-integral.Kata kunci: Penegakan Hukum, Tindak Pidana, Perikanan.
KAJIAN YURIDIS TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA DALAM PEMERIKSAAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Silaen, Edo J.
LEX CRIMEN Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hak-hak tersangka dalam pemeriksaan tingkat penyidikan  menurut KUHAP dan bagaimana hak-hak tersangka dalam pemeriksaan tingkat penyidikan dilihat dari sudut hak asasi manusia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan hak tersangka terutama dihimpun dalam Bab VI KUHAP yang mencakup hak untuk: 1)  segera diperiksa oleh penyidik dan dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum. 2) diberitahu dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti tersangka tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai. 3) memberi keterangan secara bebas kepada penyidik. 4) mendapatkan juru bahasa bagi yang tidak mengerti bahasa Indonesia. 5) tersangka yang bisu dan/atau tuli untuk mendapat penerjemah orang yang pandai bergaul dengan tersangka. 6) mendapat bantuan hukum dari penasihat hukum, memilih sendiri penasihat hukum, menghubungi penasihat hukumnya jika dalam penahanan, berhubungan surat menyurat dengan penasihat hukumnya, dan hak bantuan hukum Cuma-Cuma untuk ancaman pidana tertentu. 7) tersangka berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya. 8) hak menghubungi dokter. 9) diberitahu tentang penahanan atas dirinya kepada keluarga, menerima kunjungan keluarga, dikunjungi keluarga untuk kepentingan pekerjaan atau kekeluargaan. 10) menerima kunjungan rohaniwan. 11) mengajukan saksi a de charge. 12) tidak dibebani kewajiban pembuktian.13) menuntut ganti rugi dan rehabilitasi. 2. Hak-hak tersangka dalam pemeriksaan tingkat penyidikan dilihat dari sudut hak asasi manusia belum dapat dilaksanakan secara maksimal karena pelanggaran terhadap hak-hak tersangka oleh penyidik, tidak ada konsekuensi hukum terhadap keabsahan hasil penyidikan.Kata kunci: Kajian Yuridis, Hak-Hak Tersangka, Pemeriksaan.
UPAYA HUKUM KASASI TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN NOMOR 48 TAHUN 2009 Tamusala, Christian Hadinata
LEX CRIMEN Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan kasasi dalam tindak pidana korupsi dan bagaimana upaya hukum kasasi dalam tindak pidana korupsi.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan kasasi terhadap putusan bebas adalah adanya yurisprudensi tetap dari mahkamah agung, meskipun hal tersebut bertentangan dengan pasal 244 KUHAP. Dan pasal 29 UU MA dianggap memperkuat yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut, karena dalam pasal tersebut tidak memuat pengecualian putusan apa yang dapat dimohonkan kasasi. UU MA ini dianggap tidak bertentangan dengan pasal 244 KUHAP, sebab UU MA dipandang sebagai lex specialis dan KUHAP dipandang sebagai lex generalis. Bahwa selain dasar hukum peraturan Perundang-Undangan dan Yurisprudensi tersebut, demi tegaknya hukum dan demi terciptanya kepastian hukum, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan upaya hukum kasasi juga dapat dilakukan bagi putusan bebas. Hal ini tertuang dalam putusan MK Nomor 114/PUU-X/2012. 2. Upaya hukum kasasi adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan pada tingkat terakhir, dengan cara mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung guna membatalkan putusan pengadilan tersebut dengan alasan (secara kumulatif/alternatif) bahwa dalam putusan yang dimintakan kasasi tersebut, peraturan hukum diterapkan atau tidak diterapkan sebagaimana mestinya, cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang, pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Disamping kasasi sebagai upaya hukum, kasasi juga dianggap merupakan suatu hak yang diberikan kepada Terdakwa maupun Penuntut Umum dan hak itu juga menimbulkan kewajiban bagi pejabat pengadilan untuk menerima permintaan kasasi. Tidak ada ada alasan bagi pejabat pengadilan untuk menolak karena permohonan tersebut diterima atau ditolak, bukan wewenang pengadilan negeri untuk menilai, sepenuhnya menjadi wewenang Mahkamah Agung.Kata kunci: Upaya Hukum, Kasasi,Tindak Pidana, Korupsi. Kekuasaan Kehakiman
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA MENGGUNAKAN RACUN Wuwung, Mayrany J.
LEX CRIMEN Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimanakah proses pembuktian terhadap tindak pidana pembunuhan berencana menggunakan racun dan bagaimanakah pertanggung-jawaban pidana pelaku tindak pidana berencana yang menggunakan racun. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Proses pembuktian tentang telah terjadinya tindak pidana pembunuhan berencana menggunakan racun dilakukan dengan pemeriksaan terhadap barang bukti racun yang digunakan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana oleh pelaku, yaitu menggunakan ilmu Kedokteran Forensik dan ilmu Toksikologi Forensik. Untuk mengetahui sebab-sebab kematian korban mati yang mengalami keracunan dan dilakukan terlebih dahulu dengan mengetahui jumlah kadar barang bukti racun yang digunakan pada organ tubuh korban melalui pengambilan barang bukti racun dalam bentuk pengumpulan barang bukti racun, pembungkusan dan penyegelan barang bukti. Pemeriksaan barang bukti racun, baik secara formal maupun teknis. 2. Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pembunuhan berencana dengan menggunakan racun harus didukung oleh alat-alat bukti yang lain, sehingga dapat memenuhi unsur perencanaan, baik atas penggunaan racun maupun perbuatan lain yang membentuk unsur perencanaan itu sendiri. Apabila terbukti dengan sengaja melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dengan menggunakan racun maka pelaku akan di pidana sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 340 KUHP, akan di pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.Kata kunci: Tindak Pidana, Pembunuhan Berencana, Menggunakan Racun”.
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP KASUS PENCEMARAN AIR DALAM PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA Bawole, Grace Yurico
LEX CRIMEN Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap kasus pencemaran air dalam perspektif hukum di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridios normatif disimpulkan, bahwa penerapan sanksi pidana terhadap kasus pencemaran air dalam perspektif hukum di Indonesia diatur dalam Pasal 98 sampai Pasal 101 dan Pasal 104 Undang-undang Nomor  32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tahap-tahap dalam proses penegakan menurut perspektif hukum pidana di Indonesia adalah tahap penyelidikan, tahap penyidikan, tahap penuntutan, tahap peradilan, dan tahap eksekusi.Kata kunci: Penerapan sanksi pidana, kasus pencemaran air, hukum Indonesia.
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME OLEH NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 (STUDI KASUS : BOM BALI II) Manarisip, James Christopher
LEX CRIMEN Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana norma norma Hukum yang berlaku dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang terjadi di Indonesia sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 dan bagaimana Peran Negara dalam Memberantas Kasus Pidana Terorisme di Indonesia, di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1.   Kasus Terorisme adalah kasus yang sangat serius dan dibutuhkan kerjasama banyak pihak untuk memberantas sampai ke akar-akarnya, Tindak Pidana Terorisme dapat menimbulkan bahaya yang multidimensi, yaitu berupa hilangnya nyawa secara massal tanpa memandang siapa yang akan menjadi korban, penghancuran dan pemusnahan lingkungan hidup, sumber-sumber ekonomi, menimbulkan goncangan kehidupan sosial dan politik, dan pada tingkat tertentu dapat menjadi ancaman dan kelangsungan hidup suatu bangsa dan Negara. Bahaya ini secara faktual telah terwujud pada peristiwa Bom Bali II pada tahun 2005 yang merenggut banyak nyawa manusia, harta benda dan kehilangan banyak hal lainnya. Baik itu yang berasal dari Indonesia dan Luar Negeri dan menjadi sorotan dunia internasional karena peristiwa itu terjadi tidak lama setelah peristiwa Bom Bali I (2002). Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sampai sekarang masih menjadi tameng dan dasar Hukum Negara untuk pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, meskipun masih terdapat beberapa unsur dalam perumusan tindak pidana terorisme yang umum atau belum jelas, namun UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dalam praktiknya tetap dapat ditegakkan. Karakter gerakan terorisme yang tertutup, terorganisasi dan bersifat transnasional juga telah diimbangi dengan pembentukan satuan khusus Detasemen Khusus 88 (Densus 88) dalam penegakannya. 2. Perang melawan Terorisme merupakan perang yang paling panjang dalam sejarah umat manusia, mengingat aksi Teroris tidak akan pernah berakhir. Oleh karena itu, untuk mengantisipasinya perlu dikeluarkan berbagai aturan hukum, pembenahan lembaga dan peningkatan kemampuan, pengembangan kebijakan dan strategi, serta langkah dan tindakan operasional untuk menghadapi terorisme itu, sesuai dengan perkembangan situasi yang ada.Kata kunci: terorisme, bom bali

Page 1 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2018 2018


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue