cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 19 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen" : 19 Documents clear
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN SEBAGAI KORBAN DAN SAKSI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT HUKUM POSITIF Paulina, Stevany Vionita Santa
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa  penyebab  terjadinya  tindak  kekerasan  dalam  rumah  tangga dan bagaimana perlindungan hukum bagi perempuan sebagai korban dan saksi korban kekerasan dalam rumah tangga menurut hukum positif. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Penyebab  terjadinya  kekerasan  dalam  rumah  tangga  adalah  budaya  patriarkhat  (dominasi laki-laki)  yang  menempatkan  perempuan  sebagai  subordinasi  laki-laki.  Laki-laki  merasa  dirinya  adalah  lebih  kuat  dibandingkan  perempuan  dan  ada  toleransi  penggunaan  kekuatan  oleh  laki-laki.  Selain  itu  terdapat  faktor-faktor  pendorong,  yang  berbeda-beda  menurut  kasus  demi  kasus,  yaitu  terutama  penghasilan  yang  rendah,  tumbuh  dalam  keluarga  yang  penuh  kekerasan,  penyalahgunaan  alkohol  dan  obat-obatan,  pengangguran,  problema  seksual,  pertengkaran  tentang  anak,  istri  ingin  sekolah  lagi  atau  bekerja,  kehamilan  serta  adanya  gangguan  kepribadian  yang  bersifat  antisosial. 2. Perlindungan hukum bagi perempuan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga sudah diatur terlebih dahulu dalam KUHP khusus mengenai kejahatan kekerasan berupa penganiayaan, dan kekerasan seksual seperti pencabulan, perkosaan, perzinahan dan merusak kesusilaan di depan umum yang kemudian diatur secara khusus dalam UU No 23 Tahun 2004 khususnya Pasal 16 sampai dengan Pasal 38.Kata kunci: Perlindungan Hukum, Perempuan, Korban Dan Saksi Korban Kekerasan, Rumah Tangga, Hukum Positif
KAJIAN YURIDIS TENTANG UPAYA PEMBERANTASAN PERDAGANGAN PEREMPUAN Joseph, Victory
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui bagaimanakah  bentuk-bentuk  perdagangan  perempuan  di  Indonesia dan bagaimanakah  upaya pemberantasan perdagangan  perempuan menurut perspektif hukum pidana  di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Perdagangan  perempuan  merupakan  bentuk  kejahatan  terutama  terhadap  kehormatan  mental  maupun  fisik  yang  akan  dideritanya  selama  hidup,  yang  merupakan  pelanggaran  tidak  saja  terhadap  hak  azasi  manusia  secara  hukum,  tetapi  juga  terhadap  pelanggaran  norma-norma  sosial  dan  budaya  bangsa.  Perdagangan  perempuan  yang  dilakukan  dengan  tujuan  dijadikan  pemuasan  seksual  dan  pekerjaan  yang  tidak  manusiawi  seperti  kerja  paksa,  perbudakan  dan  pengambilan  organ  tubuh,  merupakan  kejahatan  terhadap  kehormatan  dan  eksploitasi  serta  perbudakan. 2. Sejumlah  upaya  harus  dilakukan  untuk  mencegah  dan  menanggulangi  terjadinya  perdagangan  perempuan  misalnya  :  pemberlakuan  ketentuan  hukum  yang  memberi  perlindungan  khusus  terhadap  perempuan  yang  menjadi  korban.  Pembentukan  lembaga  yang  berskala  nasional  sudah  sangat  mendesak  untuk  diadakan,  dalam  rangka  menampung  kaum  perempuan  yang  menjadi  korban  tindakan  semacam  ini,  mengingat  viktimisasi  yang  terjadi  di  Indonesia  pada  beberapa  tahun  terakhir  ini  sudah  sangat  memprihatinkan.Kata kunci: perdagangan perempuan; perempuan;
PENGHENTIAN PENYIDIKAN DALAM PRAKTEK PERKARA PRA PERADILAN Mamengko, Eva
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah penghentian penyidikan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan bagaimanakah penghentian penyidikan dalam praktek perkembangan, di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Pasal 109 ayat (2) KUHAP di atas, terdapat beberapa keadaan dimana sebuah penyidikan terhadap kasus pidana dapat dihentikan. Keadaan tersebut adalah : 1) Tidak terdapat cukup bukti, 2) Peristiwa ternyata bukan tindak pidana; dan 3) Perkara tersebut ditutup demi hukum (Nebis in idem, Tersangka meninggal dunia, Kedaluwarsa). 2. Umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, Penuntut Umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan. Artinya, penafsiran mengenai hal tersebut sepanjang mengenai “penyidikan” tidak harus secara penuh dan mutlak hanya diterapkan “penghentian penyidikan yang bersifat formil, melainkan dapat pula dimaknai adanya “penghentian penyidikan yang bersifat materiil” termasuk dalam praktek ialah bentuk Pasal 109 ayat 2 KUHAP tidak dapat diterapkan secara imperatif sebagaimana terhadap penerapan Pasal 140 ayat (2) a KUHAP, yang dalam rumusannya menyebutkan “dalam hal Penuntut pembiaran proses penyidikan yang berlarut-larut yang hubungannya dengan pembahasan ini tidak ada penetapan Saksi dan Tersangka baru terkait pidana korupsi pemecah ombak Kabupaten Minahasa Utara.Katakunci: penyidikan; penghentian penyidikan; praperadilan;
URGENSI PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN KEJAHATAN TINDAK PIDANA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Paputungan, Murti Akbar
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana urgensi acara pemeriksaan biasa kejahatan tindak pidana di sidang Pengadilan menurut KUHAP dan bagaimana urgensi acara pemeriksaan singkat dan cepat perkara pelanggaran pidana di sidang pengadilan menurut KUHAP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Urgensi acara pemeriksaan biasa, sidang diperiksa oleh Majelis Hakim dipimpin oleh Hakim Ketua, diawali dari pemanggilan terdakwa dan saksi melalui surat panggilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara sah, dan harus diterima oleh terdakwa/saksi kurang dari tiga hari sebelum sidang dimulai. Pemeriksaan biasa sebagai bagian dari pemeriksaan perkara di sidang pengadilan, karena terdapat pemeriksaan singkat dan cepat. Selanjutnya hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan/anak-anak. 2. Urgensi acara pemeriksaan singat dan cepat, pemeriksaan yang hanya dipimpin oleh hakim tunggal menurut pelanggarannya dan pembuktiannya serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. Adapun pemeriksaan cepat terbagi dua adalah pemeriksaan ringan dan pemeriksaan pelanggaran lalu lintas, dan ancaman dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan, dan pada prinsipnya pemeriksaannya sama dengan pemeriksaan biasa.Kata kunci: Urgensi Pemeriksaan, Sidang Pengadilan, Kejahatan, Tindak Pidana,  Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
KEDUDUKAN PENUNTUT UMUM KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Tuegeh, Yolanda Graciella Vemmy
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana  argumentasi yuridis sehingga Komisi Pemberantasan Korupsi  diwerwenang dalam penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang dan bagaimana prospek penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang yang terkait dengan kasus Tindak Pidana Korupsi di masa mendatang, yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Komisi Pemberantasan Korupsi tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan penuntutan dalam tindak pidana pencucian uang, hal ini didasarkan pada Pasal 76 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang hanya menjelaskan redaksi kata penuntut umum, sementara yang kita ketahui bahwa penuntut umum menurut KUHAP merupakan jaksa. Jaksa sendiri ada yang bekerja pada instansi Komisi Pemberantasan Korups dan ada yang bekerja pada instansi Kejaksaan, Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi hanya memiliki wewenang dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan atas tindak pidana pencucian uang. 2. Secara Ius Constitutim atau apa yang berlaku dalam sebuah aturan ataupun lebih dikenal dengan undang-undang maka Komisi Pemberantasan Korupsi tidak memiliki wewenang dalam melakukan penuntutan atas tindak pidana pencucian uang, berbeda halnya jikalau kita berbicara dalam tataran ius operatum atau secara empirik dengan melihat apa yang terjadi dalam masyarakat  bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi dirasa perlu untuk melakukan penuntutan atas tindak pidana pencucian yang yang dimana tindak pidana pencucian uang merupakan doubletrack criminality dimana terdapat tindak pidana asal dan lanjutan, dalam hal ini jikalau tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana lanjutan dari kejahatan tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana asal secara empiris Komisi Pemberantasan Korupsi tetap melakukan penuntutan. Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi secara ius constituendum harus memiliki tiga tujuan hukum didalamnya yakni keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.Kata kunci: Penuntut umum; korupsi; pencucian uang;
TINDAKAN KEKERASAN DENGAN TENAGA BERSAMA TERHADAP ORANG ATAU BARANG MENURUT PASAL 170 KUHP SEBAGAI TINDAK PIDANA MENGHADAPI PENGUNJUK RASA YANG RUSUH Sengkey, Christania G.
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana tindakan kekerasan dengan tenaga besama terhadap orang atau barang dalam Pasal 170 KUHP dan bagaimana Pasal 170 KUHP dilihat dari aspek hak asasi manusia, di mana dengan menggunakan metode penelitian hukumm normatif disimpulkan bahwa: 1. Pengaturan tindak pidana tindakan kekerasan dengan tenaga besama terhadap orang atau barang dalam Pasal 170 KUHP terutama dimaksudkan untuk menanggulangi tindakan-tindakan anarkis dalam suatu unjuk rasa oleh massa, di mana tindakan anarkis ini dapat berupa penggunaan kekerasan oleh massa terhadap orang atau barang. 2. Pasal 170 KUHP dilihat dari aspek Hak Asasi Manusia, tidaklah bertentangan dengan Hak Asasi Manusia karena Pasal 170 KUHP pada dasarnya melarang pelanggaran hak orang lain dan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban  dalam bentuk penggunaan kekerasan secara bersama terhadap orang atau barang, sesuai dengan ketentuan pembatasan menurut hukum dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998.Kata kunci: kekerasan; 170 KUHP; unjuk rasa;
PENERAPAN TINDAK PIDANA DALAM UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM Kilapong, Christy Pieter
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan tindak pidana dalam upaya pengelolaan lingkungan perspektif penegakan hukum lingkungan dan bagaimana konseptual upaya pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan perspektif penegakan hukum lingkungan di mana dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Penerapan tindak pidana dalam penegakan hukum lingkungan harus dipertimbangkan aspek elemen materilnya dan pada elemen formalnya tidak harus menunggu pembuktian akibat yang terjadi. Penerapan sanksi pidana dalam penegakan hukum lingkungan tidak menutup kemungkinan ditambah hukuman denda; di samping sanksi pidana terdapat sanksi administrasi dan sanksi perdata yang dapat diterapkan dalam penegakan hukum lingkungan pertanggungjawaban dalam tindak pidana lingkungan dapat diberikan bagi pelakunya (person/pribadi; badan hukum, yayasan, komunitas, korporasi sebagaimana diatur dalam KUHP). Penyelesaian sengketa lingkungan dalam Pasal 84 sampai dengan Pasal 96 dan pada Bab XV dalam ketentuan pidana Pasal 97 sampai dengan Pasal 126 UU No. 32 Tahun 2009 merupakan kejahatan. 2. Upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan bersifat spesifik sesuai kegiatan dan dampak yang terjadi/ditimbulkan. Jelaskan bahwa penegakan hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses pembentukan hukum. Tanpa penegakan hukum yang baik, hukum hanya merupakan catatan-catatan yang tidak berarti. Penegakan hukum merupakan upaya untuk menjamin ketertiban masyarakat, karena penegakan hukum merupakan upaya agar hukum dapat ditaati oleh masyarakat.Kata kunci: lingkungan; tindak pidana;
KEDUDUKAN DELIK ADUAN DALAM DELIK-DELIK PENGHINAAN YANG DIATUR DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Kanaitang, Octavianus
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan delik-delik penghinaan yang terdapat dalam KUHP dan bagaimana kedudukan delik aduan dalam delik-delik penghinaan yang terdapat dalam KUHP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Pengaturan delik-delik penghinaan yang terdapat dalam KUHP dilakukan dalam Buku II KUHP dalam beberapa bab 2. Kedudukan delik aduan dalam delik-delik penghinaan yang terdapat dalam KUHP, yaitu penghinaan yang diatur dalam Buku II Bab XVI (penghinaan), semuanya merupakan delik aduan kecuali penghinaan kepada pegawai negeri (pejabat) (Pasal 316 KUHP); sedangkan penghinaan Pasal 134 dan Pasal 137 dalam Bab II serta Pasal 207 dan Pasal 208 dalam Bab VIII dari Buku II merupakan delik biasa, bukan delik aduan, di mana untuk Pasal 207 dan Pasal 208 Mahkamah Konstitusi dalam putusan 013-022/PUU-IV/2006 ada memberi arahan agar Pasal 207 dan Pasal 208 KUHP ke masa depan menjadi delik aduan.Kata kunci: Kedudukan  Delik  Aduan,  Delik-Delik  Penghinaan, Kitab   Undang-Undang  Hukum Pidana.
KAJIAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Pongoh, Febriani S. H.
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak anak di Indonesia dan bagaimana pengaturan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Perlindungan hukum terhadap hak-hak anak di Indonesia dapat ditemui dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti Keppres Nomor 36 Tahun 1990 yang merupakan ratifikasi dari Konvensi PBB terhadap Hak-hak Anak, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Kesejahteraan Anak, dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang merupakan pengganti dari Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Yang pada intinya bahwa perlindungan hukum terhadap hak-hak anak dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. 2. Pengaturan  hukum terhadap hak anak pelaku tindak pidana berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak berupa pengaturan khusus diberikan oleh penyidik pada waktu penyidikan, oleh penuntut umum pada waktu penuntutan dan oleh  hakim di sidang pengadilan berupa penjatuhan sanksi pidana tanpa pemberatan dan oleh advokat berupa pemberian bantuan hukum sejak saat ditangkap dan ditahan.Kata kunci:  Kajian Hukum Terhadap Anak, Pelaku Tindak Pidana,Sistem Peradilan Perdana Anak
PENETAPAN TERSANGKA TIDAK SAH KARENA TIDAK ADA SURAT PERINTAH PENYELIDIKAN Kawuka, Franky
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa pentingnya penyelidikan untuk penetapan tersangka dalam perkara pidana dan bagaimana Studi Kasus Putusan Perkara Praperadilan Nomor : 15/Pid.Pra/2018/PN.Mdo. dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Dalam pengungkapan kasus tindak pidana, penyelidikan merupakan hal yang sangat penting sebelum sampai pada tahap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan. Penyelidikan merupakan awal dari proses untuk mencari tersangka dan mengumpulkan barang bukti, yang dapat diduga sebagai tindak pidana. Selanjutnya untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan langkah atau tahapan penyidikan (KUHAP) dengan ini membuat jelas/terang tentang tindak pidana tentang yang terjadi, dalam hal ini bila penyelidikan tidak dapat menemukan atau mengumpulkan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, maka yang diduga melakukan tindak pidana harus dibebaskan dari penyelidikan, dan sebaliknya bila dapat dikumpulkan 2 (dua) atau lebih barang bukti maka yang diduga melakukan tindak pidana dapat ditingkatkan pada tahap penyidikan dan seterusnya sampai pada penuntutan serta persidangan (tersangka, terdakwa) sebagaimana diatur dalam KUHAP. 2. Dalam putusan persidangan praperadilan Nomor : 15/Pid.Pra/2018/PN.Mdo yang mengadili perkara praperadilan Michael Robin sebagai pemohon praperadilan melawan Pemerintah RI.  Direktorat Jenderal Pajak cq Kepala Kantor Wilayah DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo dan Maluku Utara sebagai Termohon.  Dalam putusan perkara a quo penetapan terhadap tersangka, tidak sah karena tindkan penyidikan tidak diawali dengan tindk penyelidikan.Kata kunci: Penetapan Tersangka, Tidak Sah, Surat Perintah Penyelidikan.

Page 1 of 2 | Total Record : 19


Filter by Year

2019 2019


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue