cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 24 Documents
Search results for , issue "Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen" : 24 Documents clear
PERDAGANGAN PEREMPUAN LINTAS NEGARA SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA SEBAGAIMANA DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DAN CEDAW Ria, Wahyu Yohana
LEX CRIMEN Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai larangan perdagangan perempuan dalam International Convention Elimination off All Form of Discrimation Againts Women (ICEDAW)  dan bagaimana pengaturan tentang larangan perdagangan perempuan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.   Dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Terdapat kekurangan pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 2.  Selain dari pada itu ketentuan hukum mengenai larangan perdagangan orang khususnya perempuan sudah sangatlah tengas. Pada tingkat  BPP telah membuat dan  menyatakan berlaku  konvensi internasional yaitu Convention Elimination All of from of  Discrimination Againts Women pada 03 September 1981 untuk menjamin perlindungan terhadap perempuan dan haknya dan ditingkat nasional sebagai bentuk pernyata mendukung terhadap konvensi tersebut Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Namun tetap saja perdagangan perempuan terus terjadi di negara Indonesia. Hal ini berarti bukan lagi pengaturan hukumnya yang kurang tegas, namun penerapannya yang kurang maksimal.Kata kunci: Tindak Pidana, Perdagangan Perempuan, Lintas Negara, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Dan CEDAW
TINDAK PIDANA PEMBALAKAN LIAR YANG DILAKUKAN OLEH KORPORASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN Seke, Roberto Romario
LEX CRIMEN Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana pembalakan liar yang dilakukan oleh korporasi menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan  dan bagaimana sanksi pidana terhadap korporasi yang melakukan pembalakan liar menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan tindak pidana pembalakan liar yang dilakukan oleh korporasi dan/atau pengurusnya menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,  yaitu: meliputi semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah dan dilakukan secara terorganisasi dapat digolongkan sebagai tindak pidana perusakan hutan. Kejahatan seperti pembalakan liar yang apabila dilakukan oleh korporasi dan/atau pengurusnya dapat menimbulkan kerugian negara dan kerusakan tatanan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup. 2. Sanksi pidana menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya yang telah terbukti melakukan tindak pidana pembalakan liar, baik pidana penjara maupun pidana denda perlu dilakukan secara tegas, karena penghukuman tersebut merupakan bagian dari penegakan hukum pidana yang bertujuan memberikan efek jera bagi korporasi dan/atau pengurusnya. Sanksi pidana penjara terhadap pengurus korporasi tidak melepaskan sanksi pidana denda dan pidana tambahan terhadap korporasi berupa penutupan seluruh atau sebagian perusahaan yang perlu diberlakukan apabila korporasi dan/atau pengurusnya telah terbukti dalam pemeriksaan di persidangan melakukan pembalakan liar yang mengakibatkan terjadinya kerusakan hutan.Kata kunci: Tindak Pidana, Pembalakan Liar, Korporasi, Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan
KEDUDUKAN SANKSI PIDANA TERHADAP IMPOR BARANG ILEGAL DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN Rumaratu, Rivaldo Purnomo
LEX CRIMEN Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum pidana terhadap impor barang ilegal di Indonesia dan bagaimana kedudukan sanksi pidana terhadap impor barang ilegal di Indonesia, yang dengan metpde penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Penegakan Hukum pidana terhadap impor barang ilegal di Indonesia dengan penyidikan yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil Bea Cukai serta dalam banyaknya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap ketentuan Pasal 102 Undang Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan menciptakan penegakkan yang professional serta bekerja untuk menjaga kedaulatan negara dalam bidang kepabeanan demi mencapai tujuan Negara Republik Indonesia. 2. Kedudukan Sanksi dipidana terhadap impor barang ilegal di Indonesia memiliki perluasan pasca hadir ketentuan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan serta didalamnya menambahkan sanksi pidana badan dan pidana denda lebih  tinggi daripada ketentuan sebelumnya yang terdapat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995.Kata kunci: inpor barang illegal; kepabeanan;
KETERANGAN BERANTAI SEBAGAI ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA DI SIDANG PENGADILAN Haras, Firdaus Antasari
LEX CRIMEN Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah cara pengambilan putusan pengadiJan dalam penyclcseisn suatu perkara pidana dan apakah yang menjadi pertimbangan Hakim mengambil putusan dalam pemeriksaan suatu perkara pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Cara pengambilan putusan pengadilan dalam pemeriksaan suatu perkara pidana di sidang pengadilan, didasarkan pada surat dakwaan dan tuntutan penuntut umum yang menjadi dasar pemeriksaan dan segala fakta dan keadaan-keadaan yang terbukti dalam sidang pengadilan dengan melalui musyawarah jika hakim terdiri dari hakim majelis dan harus diucapkan di sidang terbuka untuk umum agar putusan tersebut sah dan mempunyai kekuatan hukum. 2. Yang menjadi pertimbangan hakim mengambil putusan untuk menyelesikan suatu perkara pidana adalah pertimbangan yang bersifat yuridis yakni yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap di persidangan, dan pertimbangan yang bersifat nonyuridis yakni latar belakang  dilakukannya  tindak pidana, ak.ibat yang ditimbulkan, kondisi diri terdakwa, keadaan sosial ekonomi, dan lingkungan keluarga terdakwa serta faktor agama terdakwa. Kata kunci:  Keterangan Berantai, Alat Bukti, Keterangan Saksi, Pembuktian Perkara Pidana, Sidang Pengadilan
PEMBERLAKUAN SANKSI PIDANA AKIBAT MENGEMUDIKAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN TIDAK DILENGKAPI DENGAN SURAT-SURAT YANG WAJIB DIMILIKI Kodongan, Kintania E.
LEX CRIMEN Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kewajiban pengemudi saat mengemudikan kendaraan bermotor   di jalan dan bagaimana pemberlakuan sanksi pidana akibat mengemudikan kendaraan bermotor di jalan tidak dilengkapi dengan surat-surat yang wajib dimiliki. Dengan menggunakan menggunakan metode penelitian yuridis nomatif, disimpulkan: 1. Kewajiban pengemudi saat mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, seperti memiliki surat izin mengemudi, surat tanda nomor kendaraan bermotor, surat tanda coba kendaraan bermotor, tanda nomor kendaraan bermotor, atau tanda coba kendaraan bermotor, tanda bukti lulus uji bagi kendaraan wajib uji, fisik kendaraan bermotor, daya angkut dan/atau cara pengangkutan barang; dan/atau izin penyelenggaraan angkutan serta dokumen angkutan orang dan barang dengan kendaraan bermotor umum. 2. Pemberlakuan sanksi pidana akibat mengemudikan kendaraan bermotor di jalan tidak dilengkapi dengan surat-surat dan dokumen yang wajib dimiliki yakni dapat dikenakan pidana kurungan dan pidana denda sesuai dengan perbuatan yang terbukti secara sah menurut hukum dilakukan oleh pengemudi kendaraan bermotor.Kata kunci:  Pemberlakuan Sanksi Pidana, Mengemudikan Kendaraan Bermotor Jalan, Tidak Dilengkapi Dengan Surat-Surat Yang Wajib Dimiliki
WEWENANG PENUNTUT UMUM MELAKUKAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI Lanongbuka, Billy
LEX CRIMEN Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah wewenang penuntut umum dalam melakukan penuntutan tindak pidana korupsi dan bagaimanakah pemeriksaan tindak pidana korupsi di sidang pengadilan, di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Wewenang penuntut umum melakukan penuntutan tindak pidana korupsi yakni membuat surat dakwaan yang memenuhi syarat formil yang memuat identitas tersangka secara jelas dan lengkap dan syarat materil yang memuat uraian secara jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana korupsi itu dilakukan. Dengan surat dakwaan penuntut umum melimpahkan perkara tindak pidana korupsi yang terjadi ke pengadilan yang berwenang untuk diperiksa. 2. Pemeriksaan tindak pidana korupsi di sidang pengadilan, pada dasarnya sama dengan pemeriksaan tindak pidana umum yang diatur dalam KUHP. Namun pemeriksaan tindak pidana korupsi terdapat penyimpangan khusus dalam hal pembuktian, karena Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menganut pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau berimbang. Di mana terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, dan wajib memberikan keterangan tentang seuruh harta bendanya dan penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya.Kata kunci: penuntut umum; penuntutan korupsi;
TEKNIK PENYIDIKAN PEMBELIAN TERSELUBUNG DAN PENYERAHAN DI BAWAH PENGAWASAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Kembuan, Rodriko
LEX CRIMEN Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan teknik penyidikan pembelian terselubung dan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi terhadap tindak pidana narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan bagaimana peran teknik penyidikan pembelian terselubung dan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dalam meningkatkan efektivitas penyidikan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan teknik penyidikan pembelian terselubung (undercover buy) yaitu sebagai tindakan penyidik melakukan pembelian narkotika dari orang lain yang diduga terlibat tindak pidana narkotika dengan cara menutup (menyembunyikan) identitas sebenarnya supaya tidak dikenali bahwa dirinya adalah penyidik; sedangkan pengaturan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi (controlled delivery) yaitu sebagai tindakan penyidik menyerahkan narkotika kepada orang lain yang diduga terlibat tindak pidana narkotika dengan cara menutup (menyembunyikan) identitas sebenarnya supaya tidak dikenali bahwa dirinya adalah penyidik; di mana tujuan dua teknik ini untuk menangkap orang yang terlibat tindak pidana narkotika beserta barang buktinya.  Tetapi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika vbelum mengatur perbedaan antara dua macam teknik penyidikan ini dengan tindakan yang umumnya dikenal sebagai penjebakan (entrapment). 2. Peran teknik penyidikan pembelian terselubung dan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dalam meningkatkan efektivitas penyidikan yaitu teknik-teknik penyidikan ini dapat meningkatkan kemungkinan menangkap orang yang terlibat tindak pidana narkotika beserta barang buktinya; walaupun demikian, teknik-teknik penyidikan ini rawan penyalahgunaan wewenang serta memiliki risiko tinggi seperti hilangnya uang dan minimnya dana.Kata kunci: Teknik Penyidikan, Pembelian Terselubung, Penyerahan di Bawah Pengawasan, Narkotika
TINDAK PIDANA MELAKUKAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN UMUM TANPA IZIN Tawaluyan, Virginia
LEX CRIMEN Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimanakah terjadinya tindak pidana melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum tanpa izin dan bagaimanakah pemberlakuan ketentuan pidana apabila melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum tanpa izin di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Tindak pidana melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum tanpa izin terjadi apabila melakukan perbuatan yang bertentangan dengan pengaturan adanya usaha penyediaan tenaga listrik dan usaha penunjang  tenaga listrik sebagaimana mendapatkan izin usaha. Usaha penyediaan tenaga listrik terdiri dari usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum; dan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan  sendiri. Merupakan kewajiban bagi setiap orang yang menyelenggarakan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum wajib memiliki izin usaha penyediaan tenaga listrik. 2. Pemberlakuan ketentuan pidana apabila melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum tanpa izin dan bagi yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa izin operasi serta melakukan kegiatan usaha jasa penunjang tenaga listrik tanpa izin dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda.Kata kunci: listrik; usaha penyediaan tenaga listrik;
TINDAK PIDANA TERORISME DILIHAT DARI MANFAAT DAN HAK ASASI MANUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 Bertha, Nadya
LEX CRIMEN Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penangkapan tindak pidana terorisme berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 dan bagaimana penangkapan tindak pidana terorisme dilihat dari aspek manfaat dan hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penangkapan menurut Pasal 28 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 juncto Perppu Nomor 1 Tahun 2002) sebagaimana telah diubah dengan Nomor 5 Tahun 2018, merupakan penangkapan dengan jangka waktu  paling lama 14 hari oleh Penyidik yang dapat diperpanjang paling lama 7 hari oleh Ketua Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan Penyidik. 2. Penangkapan dalam tindak pidana terorisme dari aspek manfaat memiliki arti manfaat yang penting yaitu mencegah terjadinya tindak pidana terorisme atau mencegah tersangka mengulangi perbuatan terorisme; dan dari aspek hak asasi manusia masih dapat dibenarkan oleh ketentuan Pasal 28J UUD 1945, yaitu pembatasan terhadap kebebasan  perseorangan yang  ditentukan dalam  undang-undang untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak  kebebasan orang lain  dan untuk memenuhi tuntutan  yang adil sesuai  dengan  pertimbangan  moral, nilai-­nilai  agama, keamanan, dan ketertiban  umum dalam suatu masyarakat demokratis.Kata kunci: Tindak Pidana, Terorisme, Manfaat Dan Hak Asasi Manusia.
KAJIAN HUKUM PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA PIDANA Korua, Ryvaldo Vially
LEX CRIMEN Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya peneltian ini adalah untuk mengetahui bagaimana faktor yang menjadi pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) dan bagaimana ketentuan tentang  upaya hukum terhadap putusan bebas. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Bahwa putusan atau vonis hakim yang mengandung pembebasan (vrijspraak) dari dakwaan atau disebut putusan bebas, secara yuridis formal dikarenakan oleh faktor ketidak cukupan syarat minimal pembuktian menurut Undang-undang dan atau tanpa didukung oleh adanya keyakinan hakim atas kesalahan yang diperbuat terdakwa yang dibuktikan lewat proses pembuktian. Atau dengan kata lain kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah sebagaimana ketentuan yang mensyaratkan keharusan adanya minimum dua jenis alat bukti yang diakui sah menurut Undang-undang, yakni harus memenuhi kriteria jenis alat bukti sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP. 2. Tentang upaya hukum terhadap putusan bebas, maka sesuai yurisprudensi sebagai sumber hukum dapat dilakukan pengajuan upaya hukum kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap putusan bebas (vrijspraak). Kebijakan penerapan kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap putusan bebas didasarkan pada Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M. 14-PW. 07. 03 Tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983 (tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP, khususnya butir 19), walaupun hal ini dapat dikategorikan  contra legem terhadap ketentuan Pasal 244 KUHAP.Kata kunci:  Kajian hukum, putusan bebas (vrijspraak), perkara pidana

Page 1 of 3 | Total Record : 24


Filter by Year

2020 2020


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue