cover
Contact Name
Muhammad Virsyah Jayadilaga
Contact Email
pusbangdatin@gmail.com
Phone
+628122115449
Journal Mail Official
pusbangdatin@gmail.com
Editorial Address
Jalan H.R. Rasuna Said Kavling 4-5, Jakarta Selatan 12940
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Penelitian Hukum De Jure
ISSN : 25798561     EISSN : 14105632     DOI : 10.30641
Core Subject : Education, Social,
Jurnal Penelitian Hukum De Jure called as The De Jure Legal Research Journal is a legal magazine (March, July, and November) published by The Law and Human Rights Policy Strategy Agency, Ministry of Law and Human Rights of The Republic of Indonesia, in collaboration with the INDONESIAN LEGAL RESEARCHER ASSOCIATION (IPHI) (Legalization of Legal Entity of Association: Decree of the Minister of Law and Human Rights Number: AHU-13.AHA.01.07 Year 2013, dated January 28, 2013). This journal aims to serve as a forum and medium of communication, as well as a means to publish various legal issues that are actual and current for Indonesian legal researchers in particular and the legal community in general. In its management in 2021, the De Jure Legal Research Journal involves various parties as stipulated in the Decree of the Head of the Research and Development Board for Law and Human Rights Number: PPH-08.LT4.03 Year 2021 dated January 4, 2021 concerning the Establishment of a Publishing Team for De Jure Legal Research Journals. Based on the Decree of the Director-General of Strengthening Research and Development of the Ministry of Research, Technology and Higher Education of the Republic of Indonesia Number 10/E/KPT/2019 concerning the Accreditation Results of Scientific Journals Period 2 of 2019 dated April 4, 2019, stipulates that the De Jure Legal Research Journal is ranked Scientific Journal Accreditation Rank 2 (two) or Sinta-2 (S2). Jurnal Penelitian Hukum De Jure focuses on the field of Law (in Indonesia). The scope of this Journal includes but is not limited to: Legal Establishment Law enforcement Law and Development Law and Society International law Constitutional law State Administrative Law urnal Penelitian Hukum De Jure focuses on the field of Law (in Indonesia). The scope of this Journal includes but is not limited to: Legal Establishment Law enforcement Law and Development Law and Society International law Constitutional law State Administrative Law
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 18, No 2 (2018): Edisi Juni" : 9 Documents clear
Legitimasi Pemilihan Kepala/Wakil Kepala Daerah dalam Sistem Pemerintahan Otonomi Daerah Marulak Pardede
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 2 (2018): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (359.105 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.127-148

Abstract

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) menimbulkan permasalahan hukum sehubungan dengan dilakukan dengan cara hanya memilih kepala daerah saja atau bersama sama satu paket dengan wakilnya. Aturan yang berlaku dewasa ini, pilkada hanya untuk memilih kepala daerah, tidak termasuk wakilnya. Sebagai konsekuensinya wakil kepala daerah tidak otomatis menggantikan kepala daerah yang berhalangan tetap, tetapi harus dilakukan  pemilihan melalui DPRD, dengan calon yang diajukan oleh partai pengusung kepala daerah yang diganti. Berdasarkan fakta, pilkada satu paket menimbulkan persoalan setelah mereka terpilih dan memerintah diantara kepala dan wakilnya. Legitimasi kepala daerah dan wakilnya mempunyai derajat yang berbeda, dua-duanya jabatan politik, bukan jabatan karier. Permasalahan hukum tentang legitimasi kepemimpinan kepala daerah dan wakil, dapat dikemukakan sebagai berikut, yaitu: Bagaimanakah dinamika perkembangan hukum tentang pemilihan kepala/wakil kepala daerah di Indonesia?; dan Bagaimanakah legitimasi pemilihan kepala/wakil kepala daerah dalam pemerintahan otonomi daerah di Indonesia? Dengan menggunakan metode perbandingan hukum dan metode pendekatan yuridis normatif dan sosiologis; serta tipe penelitian deskriptif; Alat Penelitian studi kepustakaan/normatif (library studies), dan studi dokumen (documentary studies) dari bahan primer dan sekunder, dan metode analisis data kualitatif, dapat dikemukakan bahwa: Dengan hanya memilih kepala daerah, berarti telah sesuai dengan amanat Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945, yaitu hanya memilih kepala daerah saja (gubernur, walikota, bupati). Tidak ada ketentuan di dalam konstitusi yang mengatur tentang wakil kepala daerah, sebagaimana diaturnya ketentuan tentang wakil presiden.Wakilnya dipilih sendiri oleh kepala daerah terpilih, sesuai juga dengan Perpu Pilkada. Oleh karenanya di masa mendatang sistem pemilihan kepala daerah perlu ditinjau ulang.
Problematika Implementasi Pembiayaan dengan Perjanjian Jaminan Fidusia Henry Donald
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 2 (2018): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (400.2 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.183-204

Abstract

Pranata hukum jaminan fidusia tidak dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dia muncul dari kebutuhan masyarakat akan kredit tanpa penyerahan barang secara fisik. Oleh karena ada kebutuhan dalam praktek untuk menjaminkan barang bergerak, tetapi tidak dapat digunakan lembaga gadai (yang mensyaratkan penyerahan benda) dan juga hipotik (yang hanya diperuntukkan terhadap barang tidak bergerak saja). Akhirnya muncullah suatu rekayasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan dengan cara pemberian jaminan fidusia, yang akhirnya diterima dalam praktek diakui oleh yurisprudensi. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan empiris. Untuk mengisi kekosongan hukum yang mengatur fidusia, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pertimbangannya, agar lembaga pembiayaan dapat membantu kebutuhan permodalan bagi dunia usaha guna meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun dalam prakteknya lembaga pembiayaan yang berkembang bukan lembaga pembiayaan yang bergerak di sektor produktif yang diharapkan dapat membantu pengusaha ekonomi lemah dalam meningkatkan perekonomian, tapi lebih cenderung pada pembiayaan multiguna yang memberikan pembiayaan pada sektor konsumtif. Dalam prakteknya justru lembaga pembiayaan multiguna dalam hubungannya dengan konsumen ini yang banyak menimbulkan persoalan hukum. Misalnya, lembaga pembiayaan tidak mendaftarkan jaminan fidusia ketika konsumen tidak membayar cicilan terjadi penarikan barang yang berakhir dengan kekerasan. Ada juga lembaga pembiayaan melakukan pendaftaran fidusia tetapi konsumen tidak membayar cicilan bahkan mengalihkan barang jaminan.
Upaya Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar di Indonesia Fuzi Narindrani
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 2 (2018): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (399.713 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.241-256

Abstract

Setiap pembangunan akan membawa dampak terhadap perubahan lingkungan terutama eksploitasi sumber daya hutan dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan jelas akan menimbulkan efek dari perubahan. Perusakan hutan yang berdampak negatif salah satunya adalah kejahatan pembalakan liar (illegal loging) yang merupakan kegiatan unpredictable terhadap kondisi hutan setelah penebangan.Dalam melakukan pemberantasan atau menangani pembalakan liar ini pemerintah telah membentuk beberapa kebijakan termasuk beberapa kebijakan atau ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan peran serta masyarakat.Dengan semakin meraknya pembalakan liar atau illegal logging yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga menimbulkan kerugian baik terhadap Negara maupun terhadap masyarakat maka sejauh mana pemerintah terutama masyarakat dapat berperan serta dalam menanggulangi atau memberantas pembalakan liar atau illegal logging. Merusak hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan adalah merupakan suatu kejahatan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 108 BAB XV UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Dalam hal pengelolaan hutan saat ini harus diarahkan pada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan jiwa Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, dimana Negara menguasai sumber daya alam termasuk hutan yang dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat. Mengenai peran serta masyarakat dalam pemberantasan pembalakan liar atau penebangan liar atau penebangan liar (illegal logging) diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan.Kesadaran hukum masyarakat sangat diutamakan guna menunjang atau ikut berpartisipasi dalam pemberantasan pembalakan liar dan upaya mendorong tercapainya hutan lestari
Implementasi Kearifan Lokal Sunda Dalam Penataan Ruang Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang: Studi Di Bandung Jawa Barat Eko Noer Kristiyanto
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 2 (2018): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.01 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.205-218

Abstract

Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Konsep otonomi daerah membuat daerah diberi keleluasaan untuk mengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimilikinya, terutama dalam pemanfaatan lahan di daerah. Dalam proses penyusunan rencana tata ruang, peran masyarakat harus terlibat dalam seluruh proses dimulai dari tahap persiapan sampai pada tahap penetapan suatu rencana tata ruang wilayah. Masyarakat adat beserta kearifan lokalnya diakui eksistensinya dalam penataan ruang, bahkan peranannya diakomodir secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan. Metode yang dilakukan dalam tulisan ini adalah metode yuridis normatif yang didukung oleh data-data empirik di lapangan. Tulisan ini menjelaskan implementasi kearifan lokal sunda dalam penataan ruang di kota Bandung. Partisipasi aktif menjadi kunci agar masyarakat dapat berperan secara nyata dan bukan hanya sekedar aktivisme prosedural formiil.
Inisiasi Pemerintah Daerah dalam Mengatur Alternatif Penyelesaian Sengketa Tanah Berbasis Adat di Kabupaten Manggarai Dian Agung Wicaksono; Ananda Prima Yurista
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 2 (2018): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.761 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.275-288

Abstract

Kabupaten Manggarai memiliki pengalaman panjang berhadapan dengan sengketa tanah, khususnya bila dikaitkan dengan eksistensi hukum adat yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat Manggarai. Bertolak dari pengalaman tersebut, perlu adanya inisiasi Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai untuk mewujudkan alternatif penyelesaian sengketa tanah berbasis adat dalam rangka mengejawantahkan misi pembangunan Kabupaten Manggarai yang termaktub dalam Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 7 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Manggarai Tahun 2016-2021. Dengan demikian, perlu dikaji lebih lanjut bagaimana kewenangan Pemerintah Daerah dalam penyelesaian sengketa? Bagaimana inisiasi Pemerintah Kabupaten Manggarai dalam mengatur alternatif penyelesaian sengketa berbasis adat? Bagaimana peluang dan tantangan terhadap inisiasi Pemerintah Kabupaten Manggarai dalam mengatur alternatif penyelesaian sengketa berbasis adat? Pertanyaan tersebut dijawab melalui penelitian hukum normatif yang dikombinasikan dengan penelitian hukum empiris untuk menggali data primer dan sekunder yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peluang dan tantangan terkait pengaturan penyelesaian sengketa tanah berbasis adat.
Penggunaan Diskresi dalam Pemberian Status Kewarganegaraan Indonesia terhadap Archandra Thahar ditinjau dari Asas Pemerintahan yang Baik Muhamad Beni Kurniawan
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 2 (2018): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.893 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.149-162

Abstract

Dalam memberikan kewarganegaraan Indonesia kepada orang asing, Pemerintah harus tunduk pada UU Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan. Namun Kementrian Hukum dan HAM memberikan kewarganegaraan RI kepada Archandra, meskipun Archandra belum memenuhi syarat yang dimuat dalam Pasal 9 UU Nomor. 12 Tahun 2006  bahwa Permohoan pewarganegaraan harus sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pengaturan Kewarganegaraan Indonesia ditinjau dari UU Nomor 12 Tahun 2006?; dan Bagaimanakah Kekuatan Hukum Diskresi Kemenkumham dalam pemberian status Kewarganegaraan RI Archandra Thahar Ditinjau dari UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik?. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa Diskresi Kemenkumham dalam pemberian kewarganegaraan RI kepada Archandra Tahar bertentagan dengan Pasal 32 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yaitu Diskresi yang sewenang-wenang, serta  tidak sesuai dengan AUPB yaitu asas non diskriminasi, asas kepastian hukum. Oleh karena itu kedepannya, Kemenkumham dalam menggunakan kewenangan diskresi harusnya hanya untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting dan mendesak yang yang aturannya tidak ada, tidak jelas atau memberikan pilihan.    
Sengketa Wilayah Maritim di Laut Tiongkok Selatan Muhar Junef
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 2 (2018): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (757.859 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.219-240

Abstract

Sengketa Laut Tiongkok Selatan merupakan sengketa terpanas di abad ke-21, dimana Tiongkok, Amerika Serikat dan sebagian besar anggota ASEAN terlibat secara tak langsung. Adapun 3 (tiga) hal mengapa negara-negara yang terlibat dalam konflik Laut China Selatan atau Laut Tiongkok Selatan seperti China, Taiwan, Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia saling berkepentingan dalam memperebutkan wilayah kawasan laut dan daratan dua gugusan kepulauan Paracel dan Spratly di Laut Tiongkok Selatan. Pertama, wilayah laut dan gugusan kepulauan di Laut Tiongkok Selatan mengandung sumber kekayaan alam yang sangat besar, meliputi kandungan minyak dan gas bumi serta kekayaan laut lainnya. Kedua, wilayah perairan Laut Tiongkok Selatan merupakan wilayah perairan yang menjadi jalur perlintasan aktivitas pelayaran kapal-kapal internasional, terutama jalur perdagangan lintas laut yang menghubungkan jalur perdagangan Eropa, Amerika, dan Asia. Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Asia. Permasalahan dalam penelitian ini lebih menekankan pada: 1. Apa yang melatar belakangi terjadinya Sengketa di Wilayah Maritim di Laut China Selatan atau Laut Tiongkok Selatan?; 2. Peran ASEAN dalam Sengketa di Laut China Selatan atau Laut Tiongkok Selatan? Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa sengketa yang terjadi di Laut Tiongkok Selatan merupakan sengketa antarnegara, karena aktornya bukan hanya negara-negara pengklaim namun juga negara-negara lainnya yang berkepentingan diwilayah tersebut. Oleh karena itu upaya penyelesaian sengketa maritim di Laut Tiongkok Selatan tidak saja pada aspek historis (sejarah) dan hukum tetapi juga melalui pendekatan perundingan secara damai. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada para pihak yang bersengketa di Laut Tingkok Selatan untuk menyiapakan agenda penyelesaian sengketa tersebut melalui jalur hukum maupun membicarakannya melalaui forum-forum bilateral dan multilateral yang telah ada.
Penyalahgunaan Kewenangan Administrasi Dalam Undang Undang Tindak Pidana Korupsi Nicken Sarwo Rini
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 2 (2018): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.501 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.257-274

Abstract

Penegakan hukum harus memberikan akses yang seluas-luasnya untuk memberikan perlindungan hukum. Selain itu juga harus dapat membuktikan dakwaannya secara lebih mudah dengan mendasarkan pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. Tulisan ini hendak menguraikan permasalahan mengenai penyalahgunaan wewenang administrasi oleh aparatur pemerintah yang dikualifikasikan melawan hukum. Dalam tataran teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran terhadap perkembangan dan pembaruan hukum di bidang Administrasi Pemerintahan dan tindak pidana korupsi yang selama ini diterapkan terhadap apatur pemerintahan yang menjalankan aktivitas pemerintahan dengan menggunakan diskresi dimana penggunaan kewenangan tersebut berakibat pidana. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan jenis penelitian yuridis normatif dan menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan historis, dan pendekatan konseptual. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah Undang Undang Administrasi Pemerintahan telah merumuskan dan mengkategorisasikan 3 (tiga) bentuk tindakan larangan penyalahgunaan wewenang yaitu: larangan melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan larangan bertindak sewenang-sewenang. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sudah seharusnya dapat menjadi rujukan bagi penyidik KPK untuk tidak melakukan penangkapan penyidikan terhadap terdakwa sebelum adanya putusan dari peradilan Tata Usaha Negara yang berkekuatan hukum tetap.
Model Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat: Community Based Development Anak Agung Istri Ari Atu Dewi
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 2 (2018): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.501 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.163-182

Abstract

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya laut. Potensi ini tentu dapat  dimanfaatkan bagi peningkatan dan percepatan pembangunan ekonomi nasional.  Pemanfaatan sumber daya laut secara optimal dan proporsional juga niscaya dapat membantu masyarakat pesisir untuk lepas dari jeratan taraf hidup kemiskinan. Pengelolaan pesisir telah diatur dalam UU 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU 27 Tahun 2007  tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 40/PERMEN-KP/2014 tentang Peran serta dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pengaturan ini memberi arah bagi masyarakat pesisir dalam mengembangkan dan mengelola wilayah pesisir sesuai dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Sepanjang penelusuran peneliti, model pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat yang tepat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat pesisir belum terformulasikan dengan baik. Penelitian ini didesain sebagai penelitian hukum empiris yang bertujuan untuk menganalisis model pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat.   Hasil pembahasan menjelaskan bahwa model yang ideal pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat dilakukan dengan adanya sinergi dan interaksi yang tepat antara pemerintah, masyarakat dan nilai kearifan lokal. Pemberdayaan masyarakat pesisir dalam membangun model pengelolaan wilayah pesisir juga sangat penting dilakukan dengan maksud untuk mendorong kemandirian mereka. Penggunaan model ini memiliki keunggulan karena peran serta aktif masyarakat pesisir dapat meningkatkan pendapatan, menjaga kelestarian lingkungan pesisir, dan memberi keleluasaan bagi masyarakat pesisir dalam mengembangkan dan mengelola sumber daya kelautan sesuai dengan potensi, karakteristik dan sosial budaya masyarakatnya. Peran serta aktif masyarakat pesisir juga memberi harapan bagi pengentasan masalah kemiskinan yang berujung pada terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Page 1 of 1 | Total Record : 9