cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
,
INDONESIA
JURNAL WALENNAE
ISSN : 14110571     EISSN : 2580121X     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Walennae’s name was taken from the oldest river, archaeologically, which had flowed most of ancient life even today in South Sulawesi. Walennae Journal is published by Balai Arkeologi Sulawesi Selatan as a way of publication and information on research results in the archaeology and related sciences. This journal is intended for the development of science as a reference that can be accessed by researchers, students, and the general public.
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 13 No 2 (2011)" : 10 Documents clear
PERANAN SITUS LIANG DALAM SISTEM PEMUKIMAN MASYARAKAT TORAJA Akin Duli
WalennaE Vol 13 No 2 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4075.887 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i2.267

Abstract

Banyak tulisan ilmiah yang telah dilahirkan para ahli tentang pemukiman tradisional masyarakat Toraja, namun belum ada yang membahas tentang bagaimana peranan penguburan (Liang) dalam sistem pemukiman Toraja. Dalam tulisan ini akan diuraikan tentang Liang dan peranannya dalam sistem pemukiman masyarakat Toraja, sebab pada kenyataannya setiap Tongkonan mempunyai pasangan, yaitu Liang. Liang bagi masyarakat Toraja dianggap sebagai banua tang merambu, yang dipandang oleh masyarakat Toraja mempunyai nilai yang sama dengan Tongkonan, yaitu sebagai bahagian dari warisan dan pusaka mereka secara turun-temurun yang tidak ternilai harganya.Many scientific papers have been written about the traditional of Toraja settlements, but no one has discussed about how the role of burial (Liang) in Toraja settlement system. This paper described on Liang and role in human settlement systems Toraja. In fact every Tongkonan have a partner that is Liang. Liang in Toraja communities regarded as banua tang merambu, which is considered by the Toraja people have the same value with Tongkonan, namely as a portion of their legacy and heritage for generations that is priceless.
KAJIAN BENTUK-BENTUK PENGUBURAN KAYU DI MAMASA, SULAWESI BARAT Akin Duli
WalennaE Vol 13 No 2 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4233.985 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i2.263

Abstract

Kajian terhadap bentuk-bentuk penguburan kayu (keranda kayu) di daerah Mamasa, Sulawesi Barat, telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Global, Universiti Sains Malaysia, bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Universitas Hasanuddin dan Balai Arkeologi Makassar, pada akhir tahun 2010. Hasil dari kajian tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak sebaran situs keranda kayu di daerah Mamasa, yaitu telah ditemukan sebanyak 21 situs dengan ratusan buah peninggalan keranda kayu, yang terdiri dari bentuk perahu, kerbau, kuda, bulat dan bentuk rumah. Tata letak keranda kayu, selalu berada di kaki atau puncak tebing batu pasir, tidak jauh dari kampung tua atau sawah dan kebun. Hasil pertanggalan menunjukkan bahwa keranda kayu sudah ada sejak 730±50 BP (sekitar 1200 M) dan berlangsung terus hingga sekitar tahun 1970-an. Jumpaan lainnya adalah kerangka manusia, fragmen keranda kayu, gelang dari perunggu dan kerang, parang dan tombak dari besi, fragmen tembikar, fragmen keramik dari Dinasti Ming dan Ching dan benda-benda modern lainnya.Wooden casket studies have been undertaken in the region Mamasa, Sulawesi, by the Center for Archaeological Global Investigations, Universiti Sains Malaysia, Penang, in collaboration with Universitas Hasanuddin and Balai Arkeologi Makassar, in late 2010. The results of these studies indicate that there are many wooden coffin sprinkling footprint in the region Mamasa, namely have found as many as 21 former site with hundreds of pieces of wood casket, which consists of a kind boat, buffalo, horses, round and form of the house. The way lies the wooden casket, always at the top of sandstone cliff, not far from the old village or the fields and gardens. Dating results showed that the wooden coffins have been around 730 ± 50 BP (about 1200 AD) and continue until about the 1970s. Another encounter was a human skeleton, coffin wood chips, poles, and bronze bracelets of shells, machetes and spears of iron, pottery fragments, splinters keramik China from the Ming and Ching and other modern objects.
DIMENSI ARKEOLOGI SOSIAL DALAM PERUBAHAN ARSITEKTUR-RUMAH SUKU MAKASSAR DI KAMPUNG TALLO, KOTA MAKASSAR Nur Ihsan D.
WalennaE Vol 13 No 2 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5019.429 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i2.268

Abstract

Kampung Tallo merupakan salah satu pemukiman suku Makassar di Kota Makassar yang memberikan gambaran tentang kronologi-tipologi dari perubahan rumah tradisional suku Makassar sejak pertengahan abad ke-20 hingga awal abad ke-21. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan ikhwal perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat suku Makassar melalui pembacaan terhadap perubahan denah rumahnya. Untuk mencapai tujuan tersebut. Analisis Gamma yang berasal dari Arsitektur diterapkan terhadap 10 rumah yang dipilih secara rational-purposive dari populas rumah suku Makassar yang hingga saat ini masih berdiri di Kampung Tallo. Penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan rumah tradisional suku Makassar di Kampung Tallo bisa dipandang tidak hanya sebagai perubahan morfologis. Namun juga menggambarkan perubahan sosial dari masyarakatnya yang bergerak dari masyarakat tradisional-feodal menuju masyarakat modern-kapitalis.Kampong Tallo is one of the settling location for Makassarese in Makassar City that provide a typological chronology of the transformation of its traditional houses of Makassar since the middle of 20th century until the beginning of 21st century. This research aims are to construct an explanation about the social changes of Makassarese by reading the transformation of its houses ground plan. In order to reach that, the Gamma Analyses that borrowed from architecture are applied toward 10 houses which are selected purposively from the traditional houses that stand still in Kampong Tallo, Makassar. This research shows that the transformation of the Makassar's traditional houses in Kampong Tallo can not only see as a morphological change but also describe the social changes of its society from a traditional-feudal society into a modern-capitalist society. 
TEMUAN MEGALIT DAN PENATAAN RUANG PERMUKIMAN DI KABUPATEN ENREKANG nfn Hasanuddin
WalennaE Vol 13 No 2 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3955.75 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i2.264

Abstract

Situs Tampo dan Situs Buntu Marari adalah situs megalitik yang ditemukan di wilayah Kabupaten Enrekang. Kedua situs tersebut memperlihatkan keberagaman dan sebaran data artefaktual yang cukup menarik untuk dikaji dalam penelitian arkeologi permukiman. Temuan umpak dan struktur bangunan teras membuktikan adanya sistem permukiman yang cukup kompleks dengan sifat kemandirian yang dibangun dalam jalinan sistem okupasi. Lokasi yang berada di daerah ketinggian menunjukkan tingkat okupasi yang cukup tinggi dengan akselerasi penggunaan lokasi berdasarkan pertimbangan teknologis. Dikatakan demikian karena sistem permukiman itu berlangsung di daerah ketinggian yang disesuaikan dengan faktor geografis daerah Enrekang. Mungkin juga lebih disebabkan oleh pertimbangan keamanan, karena daerah ketinggian cukup strategis untuk kemanan, baik secara hubungan komunal maupun dari faktor alam seperti menghindari kemungkinan banjir.Tampo and Buntu Marari Sites are megalithic sites found in the area of Enrekang Regency. These sites show the diversity and distribution of artefactual data that interesting to study in the research of archaeological settlements. Extolled and terrace structure findings proves the existence of a fairly complex settlement system with independence properties built within the occupational system. Location which is located at an altitude regions show a fairly high level of occupational therapy with acceleration of location utilizing based on technological considerations. It was said, because the system of settlements took place in the region height adjusted by geographic factor of Enrekang area. It may also be more due to security considerations, because the height is a good strategic area for safety, both communal relationships as well as natural factors such as avoiding the possibility of flooding.
TIPE NISAN ACEH DAN DEMAK-TROLOYO PADA KOMPLEKS MAKAM SULTAN HASANUDDIN, TALLO DAN KATANGKA nfn Rosmawati
WalennaE Vol 13 No 2 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4689.133 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i2.269

Abstract

Proses Islamisasi di Makassar, tidak lepas dari pengaruh budaya Aceh (Melayu) dan budaya Jawa. Banyak teori tentang asal-usul masuknya agama Islam di Sulawesi Selatan, namun berdasarkan bukti arkeologis seperti makam, dapat diketahui dari mana pengaruh budaya Islam tersebut berasal. Dengan menggunakan metode deskripsi dan perbandingan antara bentuk-bentuk nisan tipe Aceh yang berkembang di Sumatra dan Semenanjung Malaysia dan tipe Demak-Troloyo dengan bentuk nisan pada makam-makam kuno di kawasan Makassar, dapat diketahui bahwa asal-usul dari budaya tersebut, adalah budaya Aceh (Melayu) dan Jawa. Hal ini terutama dapat dilihat pada kehadiran nisan tipe Aceh dan tipe Demak-Troloyo pada masa lampau di beberapa kompleks makam kuno di Makssar. Tipe nisan Aceh dan Demak-Troloyo digunakan oleh para raja dan tokoh-tokoh agama Islam pada masa lampau sebagai nisan pada makam mereka, separti yang nampak pada kompleks makam Sultan Hasanuddin, Katangka dan Tallo.The process of lslamization in Makassar, is related wite from the cultural influence of Aceh (Malay) and Javanese culture. Many theories about the origins of the emergence of Islam in South Sulawesi, but based on archaeological evidence, such as tombs, can be known from where the influence of Islamic culture is derived. By using the method of description and comparison between these forms tombstones is a widespread type of Aceh in Sumatra and Peninsular Malaysia and the type of Demak-Troloyo with a gravestone in ancient tombs in the area of Makassar, it is known that the origins of these cultures, is of Acehnese culture (Malay) and Java. This can especially be seen in the presence of graves in Aceh type and Demak-Troloyo type in the past on some ancient tomb complex in Makassar. Type of tombstone Aceh and Demak-Troloyo used by kings and religious leaders of Islam in the past as a headstone on their graves, as visible in the tomb complex of Sultan Hasanuddin, Katangka and Tallo.
POTENSI DAN SEBARAN ARKEOLOGI MASA ISLAM DI SULAWESI SELATAN Muhammad Husni; nfn Hasanuddin
WalennaE Vol 13 No 2 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3799.63 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i2.260

Abstract

Sebaran peninggalan arkeologi Islam memang cukup menarik dibicarakan, karena kejadiannya berlangsung cukup lama dalam konteks masyarakat yang konservatif. Namun menjadi identifikasi dasar legitimasi kultural dan kepeloporan pembaharuan dalam masyarakat. Masuknya Islam di Sulawesi Selatan agak terlambat jika dibandingkan dengan kawasan sekitarnya seperti Maluku, Kalimantan, dan Pesisir Utara Jawa. Sejak awal abad ke-17 Masehi, masyarakat Sulawesi menganut agama Islam dan dicap sebagai orang Nusantara yang paling kuat identitas keislamannya. Meskipun demikian, pada saat yang sama berbagai kepercayaan dan tradisi yang berasal dari Praislam masih tetap dipertahankan oleh sebagian masyarakatnya hingga akhir abad ke-20 Masehi. Di beberapa daerah yang juga menerima Islam, bahkan mengalami perkembangannya dengan bukti-bukti arkeologis berupa makam yang megah dan kaya akan ragam hias. Indikasi yang dapat diamati mengenai proses islamisasi yaitu terdapatnya beberapa peninggalan arkeologi berupa kompleks-kompleks makam, mesjid dan naskah-naskah kuno yang ditulis dengan huruf Arab. Peninggalan makam-makam Islam jika dihubungkan dengan kajian proses Islamisasi di setiap daerah, merupakan data yang sangat penting, karena makam sebagai salah satu perilaku ritual sekaligus perilaku sosial dan merupakan salah satu fenomena yang harus ada dalam siklus kehidupan manusia. Demikian pula dengan transformasi budaya yang dapat dilihat pada bentuk makam dan nisan yang digunakan.Spreading of Islamic archaeological inheritance is an interesting topic to be discussed, because it occurred in conservative society for a quite long period of time. It became basic identification for cultural legitimating and renewal pioneering in society. Although the spreading of Islam in South Celebes was a little slow compared with other regions such as Moluccas, Borneo and north of Java. In early 17th century, people of Celebes professed Islam. They were labeled as people with the strongest Islamic identity in Indonesian archipelago. But in the same time, some beliefs and traditions ofpre-Islam were still maintained in the society until the end of 20th century. In some regions, Islam showed its development with some archaeological evidences of luxurious graves with rich ornaments. Islamisation process was indicated on some archaeological inheritance of graves, mosque and ancient scripts written in Arabic. Related to study of Islamisation process in every region, inheritance of Islamic graves is a very important data. Graves indicates as one of ritual and social behavior. It was one of phenomenon that always occur in human life. Likewise, cultural transformation could be seen on graves and gravestones.
KANDEAN DULANG DALAM SISTEM BUDAYA TORAJA Muhammad Nur
WalennaE Vol 13 No 2 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2899.431 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i2.265

Abstract

Pada masa proto sejarah, kondisi topografi kurang memungkinkan terjalinnya distribusi tembikar secara kontinyu dan dalam jumlah besar ke dataran tinggi Toraja. Kondisi tersebut direspon orang Toraja dengan mengembangkan kandeang dulang. Hipotesis ini didukung oleh alasan topografis, arkeologis, etnografis, vegetasi dan tipologis. Kandeang dulang yang terdiri dari 3 tipe dengan 9 variasi tipe, memiliki peranan penting bagi orang Toraja. Aspek fungsinya tidak sebatas sebagai wadah makanan semata tetapi lebih dari itu, terintegrasi ke dalam sistem penguburan, identitas budaya, stratifikasi sosial, dan estetika.During the proto history, topography condition was not allows intertwining of pottery distribution continuously and in large numbers to the Toraja highlands. This condition was responded by Toraja society by developing kandeang dulang. This hypothesis was supported by topographical, archaeological, ethnographic, vegetation and typological. Kandeang dulang consisting of three types with 9 variations of type, have an important role for the Toraja society. Aspects of the function is not limited merely as food containers but more than that, is integrated into the system of burial, cultural identity, social stratification, and aesthetics.
TEKS KUNA UNTUK KEPENTINGAN ANALISIS KRONOLOGI nfn Muhaeminah
WalennaE Vol 13 No 2 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3002.375 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i2.270

Abstract

Dalam penelitian arkeologi, teks kuna yang dapat dijadikan sebagai media informasi yang sangat penting dan dapat diperlukan untuk mengungkapkan situs-situs penting yang akan diteliti dan dapat membantu melacak situs, melalui toponim-toponim yang ada untuk melaksanakan kegiatan eksplorasi. Angka tahun yang tertera pada benda seperti daun lontar, bangunan makam kuna, masjid, mata uang keramik stempel dll, dalam hal ini angka tahun tersebut dapat mengetahui kronologi situs yang berkaitan dengan konteks temuan lainnya.In archaeological research, ancient text can be used as crucial information media. It is also required to reveal important researched sites and to support sites tracking through available toponymses in exploration activity. Digit year written on objects like palm leaves, papers, ancient graveyard, ancient mosques, cur­rency, ceramics, stamps, etc. The digit year tells about the chronological sites related to the other finding context.
PENGGUNAAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM ARKEOLOGI nfn Fakhri
WalennaE Vol 13 No 2 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2952.951 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i2.266

Abstract

Salah satu ilmu bantu dalam kajian arkeologi adalah statistika. Analisis statistik Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat membantu dalam penarikan kesimpulan mengenai alasan pemilihan variabel penentu dalam sebuah kebudayaan. Dari analisis statistik AHP yang dilakukan, dihasilkan sebuah kesimpulan bahwa analisis ini dapat diterapkan dengan pertimbangan tingkat kesalahan berada di bawah 10% atau kesalahan yang dalam pengambilan kesimpulan sangat kecil. Metode ini merupakan metode pemilihan keputusan yang bisa diterapkan dalam arkeologi, yaitu sebagai perangkat analisis untuk menjawab alasan pemilihan manusia pendukung sebuah kebudayaan dalam menerapkan atribut budaya yang mereka kembangkan.One of the aids in the study of archaeological science is statistics. Statistical Analysis of Analytical Hierarchy Process (AHP) can be helpful in drawing conclusions from the behavior of public support for a culture of the reasons for the selection of critical variables in their culture. From the statistical analysis performed AHP, produced a conclusion that this analysis can be applied with consideration of the error rate is below 10% or mistakes in making conclusions are very small. This method is a method for selecting the decision which could be applied in archeology, namely as a tool of analysis to answer the reasons supporting a culture of human selection in applying the cultural attributes that they develop.
ERONG: SALAH SATU BENTUK WADAH KUBUR DI TANA TORAJA SULAWESI SELATAN Bernadeta AKW
WalennaE Vol 13 No 2 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5713.716 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i2.262

Abstract

Penelitian yang dilakukan dengan metode survei menghasilkan sejumlah data mengenai distribusi wadah penguburan (erong) di wilayah budaya Enrekang Toraja. Erong sebagai wadah berfungsi untuk menempatkan mayat di dalamnya, yang secara implisit juga akan memberikan pengaruh yang kuat pada wadah pengguna dalam mencapai tujuan utamanya, kebahagiaan dalam alam roh untuk orang mati dan kesejahteraan bagi keluarga yang masih hidup. Tana Toraja sebagai daerah budaya, dapat dilihat dari berbagai bentuk warisan material dan juga kebiasaan dan tradisi yang menyertainya masih berlanjut hingga sekarang. Sejumlah situs penguburan gua yang diteliti menunjukkan bahwa erat hubungan antara budaya erong atau duni di Enrekang dan Toraja. Secara geografis, kedua daerah tersebut masih merupakan kesatuan wilayah budaya yang sama, sehingga Toraja dijadikan sebagai areal studi etnoarkeologi. Budaya itu diperkirakan berkembang sebelum Islam diterima secara universal di Sulawesi Selatan.Research using survey method produces some data related to the distribution of burial case (erong) and culture in culture area of Enrekang Toraja. Erong as a case has function to put the human corpse buried inside it. Implicitly it also gives strong influence in order to obtain its main purpose which is to have a happy life in afterlife world and welfare for the living family. Tana Toraja has cultural area which can be seen on various form of heritage materials, habits, and traditions. Those heritage materials still present row on. Some researched cave burial sites show close relationship or erong culture or duni in Enrekang and Toraja. Geographically, these two area are still in the same cultural area, show that Toraja becomes the area for etnoarchaeological study. The development of this culture was estimated before Islam come in universally in South Sulawesi.

Page 1 of 1 | Total Record : 10