cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
,
INDONESIA
JURNAL WALENNAE
ISSN : 14110571     EISSN : 2580121X     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Walennae’s name was taken from the oldest river, archaeologically, which had flowed most of ancient life even today in South Sulawesi. Walennae Journal is published by Balai Arkeologi Sulawesi Selatan as a way of publication and information on research results in the archaeology and related sciences. This journal is intended for the development of science as a reference that can be accessed by researchers, students, and the general public.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 17 No 1 (2019)" : 6 Documents clear
MUSEUM BAWAH AIR M. V. BOELONGAN: SEBUAH GAGASAN PEMBAHARUAN MUSEUM Dwi Kurnia Sandy; Kusumastuti Salma Fitri
WalennaE Vol 17 No 1 (2019)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1188.734 KB) | DOI: 10.24832/wln.v17i1.363

Abstract

Museum is not only a place for storing various artifacts, but also as a media of learning. However, the current management of museums in Indonesia is still not serving visitors well. Museum is not only located on the land, but there are also underwater museums. The plan of build an underwater museum has been discussed by museum practitioners and academics. Many locations and objects that could be used as underwater museums in Indonesia, one of that is the M.V Boelongan Shipwreck. This ship was sunk by Japanese Army during the Second World War. Nowadays, M.V. Boelongan has been an attractive destination for tourism activities, such as diving. To make it more benefit, not only in economic, but also in education and preservation, build and design this shipwreck as museum is one of the best solution. It could give the chance to everyone to see the shipwreck without diving. This museum should be plan to have a modern design, easier to educate and entertain the visitors, and also to preserve it as a heritage. M.V Boelongan is a part of Indonesian maritime history, the important values should be preserved and published to the public. Selain menjadi tempat penyimpanan berbagai artefak, museum juga menjadi media pembelajaran. Namun, saat ini pengelolaan museum di Indonesia masih kurang melayani pengunjung. Museum terdapat di darat dan di perairan. Isu pembuatan museum bawah air sudah menjadi pembahasan di kalangan pecinta museum. Banyak lokasi dan objek dapat dijadikan museum bawah air di Indonesia, salah satunya adalah Kapal M.V. Boelongan. Keberadaan M.V. Boelongan menjadi sebuah daya tarik pariwisata, diantaranya wisata selam. Pembuatan museum bawah air adalah salah satu alternatif yang dapat memberikan manfaat di bidang ekonomi, pendidikan dan pelestarian. Museum Bawah Air M.V. Boelongan memungkinkan pengunjung yang tidak dapat menyelam tetap dapat menyaksikan keberadaan M.V. Boelongan di bawah air. Museum akan dirancang sesuai dengan perkembangan zaman, baik dari sisi pengelolaan maupun perancangan. Hal ini sejalan dengan paradigma museum yang sejak lama digadang-gadang, yaitu membuat museum yang mengedukasi sekaligus memberikan hiburan bagi pengunjungnya. Selain itu, dengan adanya museum dapat melindungi keberadaan bangkai kapal dan menjadi salah satu cara untuk menjaga kelestarian M.V. Boelongan. M.V Boelongan adalah bagian dari sejarah kemaritiman di Indonesia. Tinggalan budaya materi ini patut dilestarikan dan disampaikan nilai-nilainya
MISTIFIKASI RITUAL SISTEM PERTANIAN TRADISIONAL MASYARAKAT AJATAPPARENG, SULAWESI SELATAN Nani Somba; Syahruddin Mansyur; Muhammad Nur
WalennaE Vol 17 No 1 (2019)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1003.466 KB) | DOI: 10.24832/wln.v17i1.365

Abstract

The Ajatappareng region is known as the most important rice producer in South Sulawesi. Historical sources and archaeological evidence show that agricultural tradition in this region has been going on for at least the 14th century. In that time span, the Ajatappareng community carried out an agricultural system as a system of knowledge passed down from generation to generation. This study aims to obtain a record of knowledge related to the traditional farming system of the Ajatappareng community. It used etnographic method with data collection techniques through in-depth interviews and literature studies. The data obtained illustrates the belief system in the traditional farming system of the Ajatappareng community that has various stages and processes. This belief system is illustrated throught a series of rituals that become an integral part of Ajatappareng community’s agricultural system. In the process, this agricultural system has undergone various changes along with the development of knowledge. The recording of knowledge about agricultural traditions, belief system and the changes that surround them are important given the global trend that promotes sustainable food agriculture management.  Wilayah Ajatappareng dikenal sebagai penghasil beras paling utama di Sulawesi Selatan. Sumber-sumber sejarah dan bukti-bukti arkeologi yang ada menunjukkan bahwa tradisi pertanian di wilayah ini telah berlangsung setidaknya sejak abad ke-14. Sejak itu pula, masyarakat Ajatappareng menjalankan sistem pertanian sebagai pengetahuan yang diwariskan secara turun temurun. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengetahuan terkait sistem kepercayaan dalam pertanian tradisional masyarakat Ajatappareng. Penelitian menggunakan metode etnografi dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan diikuti studi literatur. Sistem pertanian tradisional masyarakat Ajatappareng memiliki berbagai tahapan dan proses, pengetahuan masyarakat tidak hanya masalah teknis, tetapi juga menyangkut sistem kepercayaan yang diwujudkan melalui rangkaian ritual. Sistem pertanian ini telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan pengetahuan masyarakat. Rekaman pengetahuan tentang tradisi pertanian, sistem kepercayaan, serta perubahan-perubahan yang melingkupinya, menjadi penting mengingat tren global yang mengedepankan pengelolaan kawasan pertanian pangan berkelanjutan.
TATA KOTA PAREPARE PERIODE KOLONIAL BELANDA Muhajir Muhajir; Muhammad Nur
WalennaE Vol 17 No 1 (2019)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/wln.v17i1.372

Abstract

The focus of this research is the port city of Parepare in the Dutch Colonial period. The problem posed is how the form of urban planning and the factors that influence the form of the city of Parepare in the Dutch Colonial period. The method used is the determination of the dimensions of Colonial buildings based on inscriptions, texts and interviews. Mapping of building layout and road network as well as analysis of building functions, urban space organizations, and analysis of the factors forming city spatial planning are also carried out. The results of the study indicate that the city planning of Parepare consists of three zones. The first zone is the core of the city occupied by the Dutch government as the center of government. The second zone is the Chinatown area, intended for economic activities. The third zone is for indigenous settlements. The shape of the city extends from north to south following the coastline. The road network in the city center has a grid pattern. The dominant factor affecting the shape of the city of Parepare is geopolitical and security factors, to maintain the conduciveness of the western coastal region of South Sulawesi.Fokus penelitian ini adalah Kota pelabuhan Parepare pada periode Kolonial Belanda. Permasalahan yang diajukan adalah bagaimana bentuk tata kota dan faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk tata kota Parepare pada periode Kolonial Belanda. Metode yang digunakan adalah penentuan dimensi bangunan Kolonial berdasarkan prasasti, naskah dan hasil wawancara. Pemetaan tata letak bangunan dan jaringan jalan serta analisis fungsi bangunan, organisasi ruang kota, dan analisis faktor pembentuk tata ruang kota juga dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata kota Parepare terdiri dari tiga zona. Zona pertama merupakan inti kota ditempati oleh pemerintah Belanda sebagai pusat pemerintahan. Zona kedua adalah kawasan pecinan, diperuntukkan untuk kegiatan perekonomian. Zona ketiga diperuntukkan untuk pemukiman pribumi. Bentuk kota memanjang dari utara ke selatan mengikuti garis pantai. Jaringan jalan pada pusat kota berpola grid. Faktor yang dominan mempengaruhi bentuk kota Parepare adalah faktor geo-politik dan keamanan, untuk menjaga kondusifnya wilayah pesisir barat Sulawesi Selatan.
PEMAKNAAN ARSITEKTUR VILA YULIANA DI SOPPENG, SULAWESI SELATAN DENGAN ANALISIS SEMIOTIKA Hasrianti Hasrianti
WalennaE Vol 17 No 1 (2019)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/wln.v17i1.375

Abstract

The object of the research is the Vila Yuliana colonial building in Soppeng Regency.This paper aim is to find out the meaning of the location of Vila Yuliana and the using of local architecture in Vila Yuliana. The method research that was used is an induktive qualitative method. Data analysis used a semiotic approach. The research phase beginned with a survey and ended with interpretation of the data. The analysis result show that the Vila Yuliana’s architectural elements is have some symbolic value. Not only to get an interesting view of the location, with any reason it is also to combine elements of colonial architecture with local architecture. On the contrary, Vila Yuliana contained political messages, especially to show the dominance of the power of the Dutch Indian government. Objek penelitian adalah bangunan kolonial Vila Yuliana di Kabupaten Soppeng. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui makna dibalik keletakan Vila Yuliana dan penggunaan arsitektur lokal pada Vila Yuliana. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif induktif. Analisis data menggunakan pendekatan semiotika. Tahap penelitian diawali dengan survei dan berakhir dengan interpretasi data. Hasil analisis menunjukkan unsur-unsur arsitektur bangunan Vila Yuliana memiliki nilai simbolik. Bukan hanya sekedar untuk mendapatkan pemandangan menarik dari keletakannya, juga bukan tanpa alasan memadukan unsur arsitektur kolonial dengan arsitektur lokal. Dibalik hal itu, Vila Yuliana mengandung pesan politis, terutama untuk menunjukkan dominasi kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.
SIMPANG TIGA ABADI, KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN: JEJAK SUNGAI LAMA DI LAHAN BASAH Muhammad Fadhlan Syuaib Intan
WalennaE Vol 17 No 1 (2019)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (94.72 KB) | DOI: 10.24832/wln.v17i1.361

Abstract

The east coast of South Sumatra is a wetland area that contains many archaeological remains, one of which is the Simpang Tiga Abadi Site, Simpang Tiga Village, Tulung Selapan District, Ogan Komering Ilir Regency, South Sumatra Province. The problem associated with wetlands in the research area is how the past community reached the Simpang Tiga Abadi site to conduct social relations with the local community. The aim of the study was to determine the geological environmental conditions of the study area, the shape and pattern of old river flows in the Eternal Three Junction area, and the position of the old river towards the Lebong Hitam River or the Lumpur River. In addition to the geological conditions of this site, we also discussed the mapping of old river trails, including the flow patterns and relations between old rivers and rivers that are still flowing at this time. The method applied, is literature review, geological survey, and map analysis. The results of field observations prove that the site landscape includes a terrestrial morphological unit with a slope of 0-2%, and the height of the sea level is 1-7 meters. Deranged flow pattern, periodic river, and adult-old river stage. The composition of this site is swamp sediment, quartz sandstone, and tuff, and lineament as a result of geological structures. The old river reconstruction turned out to flow together with the Lebong Hitam River and Lumpur River. The Simpang Tiga Abadi site is inhabited from the 9th century to the 18th century. Pesisir timur Sumatera Selatan merupakan daerah lahan basah yang banyak mengandung tinggalan kepurbakalaan, salah satunya adalah Situs Simpang Tiga Abadi, Desa Simpang Tiga, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Masalah yang terkait dengan lahan basah di wilayah penelitian, adalah bagaimana masyarakat masa lalu mencapai Situs Simpang Tiga Abadi untuk melakukan hubungan sosial dengan masyarakat setempat. Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi lingkungan geologi wilayah penelitian, bentuk dan pola aliran sungai lama di wilayah Simpang Tiga Abadi, dan posisi sungai lama tersebut terhadap Sungai Lebong Hitam atau dengan Sungai Lumpur. Selain kondisi geologi situs ini, dibahas pula tentang pemetaan jejak sungai lama, mencakup pola aliran dan hubungan antara sungai lama dengan sungai-sungai yang masih mengalir saat ini. Metode yang diterapkan, adalah kajian pustaka, survei geologi, dan analisis peta. Hasil pengamatan lapangan membuktikan bahwa bentang alam situs termasuk satuan morfologi dataran dengan kemiringan 0-2%, dan ketinggian dari permukaan air laut adalah 1-7 meter. Berpola aliran deranged, sungai periodis, serta berstadia sungai dewasa-tua. Batuan penyusun situs ini adalah endapan rawa, batupasir kuarsa, dan tufa, serta kelurusan sebagai hasil dari struktur geologi. Rekonstruksi sungai lama ternyata alirannya menyatu dengan Sungai Lebong Hitam dan Sungai Lumpur. Situs Simpang Tiga Abadi dihuni dari abad ke-9 hingga abad ke-18.
Reviewer Acknowledgement Tim Redaksi
WalennaE Vol 17 No 1 (2019)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (416.05 KB) | DOI: 10.24832/wln.v17i1.398

Abstract

Page 1 of 1 | Total Record : 6