cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
AL-HUKAMA´
ISSN : 20897480     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Al-Hukama': Jurnal Hukum Keluarga Islam di Indonesia diterbitkan oleh Prodi Hukum Keluarga Islam (ahwal As-Syakhsiyyah) Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya. Jurnal ini memuat tentang kajian yang berkaitan dengan seluruh aspek Hukum Keluarga Islam di Indonesia. Jurnal ini terbit dua kali setahun: bulan Juni dan Desember. p-ISSN: 2089-7480 , e-ISSN: 2548-8147
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol. 2 No. 1 (2012): Juni 2012" : 5 Documents clear
PUSAKA ANAK DALAM KANDUNGAN, ANAK ZINA DAN ANAK LI’AN . Darmawan Darmawan
AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2012): Juni 2012
Publisher : State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/al-hukama.2012.2.1.1-18

Abstract

Membicarakan manusia sebagai subyek hukum atau kedudukan mukallaf, ilmu fiqih membagi seseorang itu mempunyai dua kecakapan atau dalam istilah fiqihnya “ahliyyah”, ialah ahliyatul ada’ atau cakap bertindak dan ahliyatul wujub atau cakap berhak. Cakap bertindak (ahliyatul ada’), dibagi menjadi dua; ahliyatul ada’ kamilah (sempurna) dan ahliyatul ada’ naqisah (tidak sempurna).Yang termasuk orang yang mempunyai ahliyatul ada’ kamilah ialah yang telah mencapai umur dewasa dan sehat akalnya atau ‘aqil baligh. Sedang yang termasuk mempunyai ahliyatul ada’ naqisah ialah mumayyiz, yakni anak yang belum mencapai dewasa, tetapi sudah mempunyai kemampuan tamyiz. Orang yang mempunyai ahliyatul wujub kamilah ialah anak yang dilahirkan dalam keadaan hidup, sedang yang mempunyai ahliyatul wujub naqisah ialah anak yang masih dalam kandungan. Anak dalam kandungan dapat mendapatkan warisan apabila : (1) Anak yang dalam kandungan itu lahir dalam keadaan hidup. (2) Anak itu telah wujud dalam kandungan ibunya, ketika orang yang meninggalkan harta peninggalannya itu meninggal dunia. Anak zina ialah anak yang dilahirkan karena hubungan seorang laki-laki dengan wanita tanpa nikah. Anak yang lahir karena hubungan tanpa nikah tersebut disebut walad ghairu syar’iy, dan orang laki-laki yang menimbulkan kandungan itu disebut ab ghairu syar’iy. Anak hasil zina hanya bernasab pada ibunya saja dan tidak bisa bernasab pada laki-laki yang menzinahi ibunya. Sehingga ia hanya bisa mewarisi harta ibunya saja. Anak li’an ialah anak yang lahir dari seorang ibu yang dituduh zina (melakukan perbuatan zina) oleh suaminya, dan anak yang lahir itupun dinyatakan anak hasil perbuatan zina itu. Pernyataan itu dilakukan dalam suatu saling sumpah antara wanita ibu anak li’an tersebut dengan suaminya yang berakibat putusnya hubungan suami isteri itu dan haram untuk selama-lamanya melakukan rujuk atau pernikahan kembali. Akibat lain ialah tidak ditetapkannya anak tersebut sebagai anak laki-laki yang melakukan mula’anah itu, tetapi anak ibu yang melahirkannya, sehingga ia hanya bisa mewarisi harta ibunya saja serta kerabatnya ibu, tidak bisa mewarisi harta ayahnya.
STUDI ANALISIS TERHADAP PENDAPAT KH. MA. SAHAL MAHFUD TENTANG WALI MUJBIR . Imamul Muttaqin
AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2012): Juni 2012
Publisher : State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/al-hukama.2012.2.1.19-36

Abstract

Penelitian dengan judul “Studi Analisis Terhadap Pendapat KH. MA. Sahal Mahfudh Tentang Wali Mujbir” ini merupakan hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab pertanyaan bagaimanapemikiran KH. MA. Sahal Mahfudh tentang wali mujbir? bagaimanametode istinbat hukum KH. MA. Sahal Mahfudh? serta bagaimana analisis terhadap pendapat KH. MA. Sahal Mahfudh tentang walimujbir?. Dalam penelitian kepustakaan ini penulis menggunakan teknik dokumenter dengan memakai metode deskriptif dan pola pikir deduktif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Menurut KH. MA. Sahal Mahfudh terkait dengan wali mujbir ini, bahwa anak berhak menolak dikawinkan dengan laki-laki yang bukan setara tanpa persetujuannya serta orang tua juga berhak menolak keinginan anak gadisnya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak setara. Sedangkan metode istinbat KH. MA. Sahal Mahfudh adalah dengan menggunakan metode tekstual (maz|hab qauly) dan kedua adalah  metode   kontekstual/metodologis (manhajy) sekaligus. Di samping itu, nilai maslahah juga dijadikan istinbat KH. Sahal dalam menggali sebuah hukum. Sementara itu, analisis terhadap pendapat KH. MA. Sahal Mahfudh tentang wali mujbir menyimpulkan bahwa pendapat KH. MA. Sahal Mahfudh tentang hak ijbar oleh orang tua lebih mengedepankan maslahah (kemaslahatan). Menurutnya, meminta persetujuan si anak, selain dianggap baik dari sisi nilai ajaran yang disampaikan Rasulullah SAW, juga didukung kaidah fikih al-khuruj min al-khilaf mustahab, keluar dari perbedaan dengan mengompromikan pendapat yang berbeda beda adalah lebih disukai. Mengingat perkawinan ini merupakan suatu ibadah, maka hendaknya dalam melaksanakan perkawinan tidak hanya memperhatikan kepentingan sepihak semata, namun juga mesti memperhatikan kepentingan semua pihak yang bersangkutan. Dan hal lain yang perlu diperhatikan, manusia tidak terdiri atas jisim semata. Dia juga memiliki jiwa dan perasaan sehingga kebahagiaannya pun hanya akan sempurna jika kebutuhan keduanya terpenuhi dengan seimbang. Maka dalam setiap mengambil keputusan  apapun jenisnya harus dipertimbangkan, tidak terkecuali dalam masalah memilih pasangan hidup yang pada akhirnya bisa tercapai kebahagiaan lahir batin, pernikahan yang penuh mawaddah, mahabbah, wa rahmah.
MENUJU KAJIAN SEJARAH LEMBAGA PERADILAN SHARĪ‘AH DI KAWASAN ASIA TENGGARA (Sebuah Kajian Metodologi Sejarah Perbandingan Kawasan) . Koes Adiwidjajanto
AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2012): Juni 2012
Publisher : State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/al-hukama.2012.2.1.37-80

Abstract

This article is overall not the historical approach to the intriguing discussion on Islamic Jurisprudence—but it is real historical data which reconstruct how islamic laws was considered as applicable laws in the history of Southeast Asia region. In fact, it comprises a part of significant topics from interesting subjects that shapes the region. Historians come to agreement that Islam, as one of major living religion in the world, became substantial identity in Indonesian Archipelago, Malay ethnics in Peninsular and Chams community in southern Indochina coastal region, even as a ground for separateness in southern Philippines minority and Pattani region. This writing focuses on history how Sharī‘ah as applicable law to the local inhabitants, and its substantial role alongside ‘Adat laws’ (customs) amongst Muslims Malay and Indonesia. Western penetration, which begun from last sixteenth century, did also contribute in regulation that develop a priest court, ‘a Muhammadan Law court,’ and was adopted later by its independent successor as sharī‘ah court. Hopefully this article becomes preliminary study on comperative history of Southeast Asia region in selected topics, for example, on subject of the development and reorganization Muhammadan law court.
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEWAJIBAN TES URINE BAGI CALON PENGANTIN WANITA DI WILAYAH KUA KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN . Tatimul Kholidah
AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2012): Juni 2012
Publisher : State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/al-hukama.2012.2.1.81-100

Abstract

Penelitian dengan judul “Analisis Hukum Islam terhadap Kewajiban Tes Urine bagi Calon Pengantin Wanita di Wilayah KUA Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan” ini adalah hasil penelitian lapangan untuk menjawab dua pertanyaan inti yaitu mengapa timbul kewajiban tes urine bagi calon pengantin wanita di wilayah KUA kecamatan Paciran kabupaten Lamongan dan bagaimana analisis hukum Islam terhadat persyaratan tes urine bagi calon pengantin perempuan tersebut. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa munculnya kewajiban tes urine bagi calon pengantin wanita di wilayah KUA kecamatan Paciran kabupaten Lamongan disebabkan semakin maraknya fenomena hamil di luar nikah, sehingga diharapkan dengan adanya tes urine bagi seorang perempuan sebelum melakukan perkawinan, pihak PPN dapat mengetahui status calon pengantin wanita itu dalam keadaan hamil atau tidak, yang nantinya berpengaruh pada langkah yang ditempuh PPN pada saat pemeriksaan kedua mempelai dalam proses pendaftaran perkawinan. Analisis hukum Islam terhadap kewajiban tes urine bagi calon pengantin wanita di KUA kecamatan Paciran kabupaten Lamongan menyimpulkan bahwa tes urine bagi calon pengantin wanita tersebut diperbolehkan, sebab tes urine dapat mempermudah PPN KUA kecamatan Paciran dalam menentukan suatu keputusan hukum bagi wanita yang ketahuan hamil di luar nikah. Hal ini mempertegas KHI pasal 53 ayat (1) tentang kebolehan perkawinan wanita hamil dengan pria yang menghamili. Selain itu, juga sejalan dengan kaidah usuliyah  “daf’u al-mafasid muqaddamun ‘ala jalbi al-masalih”.
POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD ‘ABDUH . . Sam’un
AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2012): Juni 2012
Publisher : State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/al-hukama.2012.2.1.101-116

Abstract

Sebagai pemikir pembaharuan, Muhammad ‘Abduh telah menawarkan suatu paradigma dalam pemikiran hukum Islam dengan menepatkan akal sebagai basis utama dalam menginterpretasi pesan-pesan al-Qur’an dan as-Sunnah. Subtansi yang ditekankan dalam merespon berbagai perubahan yang terjadi adalah memproduk hukum Islam yang sejalan dengan missi ajaran yang diperjuangkan Rasulullah, yakni terwujudnya kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Atas dasar paradigma inilah ‘Abduh menilai dibolehkannya poligami dalam ajaran Islam merupakan tindakan yang dibatasi dengan persyaratan yang sangat ketat, hal itu menunnjukkan, praktek poligami merupakan tindakan darurat. Dari ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi untuk berpoligami, menurutnya, sangat kecil kemungkinan untuk memenuhinya di era modern ini, apalagi, praktek poligami acapkali diikuti oleh akibat negatif yang dapat berakibat pada rusaknya tatanan kehidupan rumah tangga yang bertujuan kedamaian dan ketentraman. Karena itu menurutnya, poligami merupakan suatu tindakan yang tidak boleh (haram) kecuali dalam hal-hal tertentu. Agaknya, ‘Abduh berpendapat bahwa asas monogami merupakan salah satu asas perkawinan dalam Islam sebagai landasan dan modal utama dalam membina keharmonisan kehidupan rumah tangga.

Page 1 of 1 | Total Record : 5