cover
Contact Name
Ikhsan Fatah Yasin
Contact Email
jurnalaldaulah@gmail.com.
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalaldaulah@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Al-Daulah : Jurnal Hukum dan Perundangan Islam
ISSN : 20890109     EISSN : 25030922     DOI : -
Core Subject : Social,
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam (p-ISSN: 2089-0109 dan e-ISSN: 2503-0922) diterbitkan oleh Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya pada bulan April 2011. Jurnal ini terbit setiap bulan April dan Oktober, dengan memuat kajian-kajian tentang tema hukum dan Perundangan Islam. Jurnal ini terakreditasi pada 1 Desember 2015 sesuai Keputusan Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor: 2/E/KPT/2015.
Arjuna Subject : -
Articles 331 Documents
Politik dalam Perspektif Islam Nawawi, Ismail
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 1 No 01 (2011): April 2011
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.419 KB) | DOI: 10.15642/ad.2011.1.01.69-88

Abstract

Abstrak: Politik dan kehidupan bernegara yang berdasarkan syari’at Islam memberikan lapangan yang luas bagi kreativitas dan penciptaan hal-hal baru dalam bidang metoda yang kental dengan perubahan dan nilai-nilai besar yang transendental. Politik dan kehidupan bernegara yang berdasarkan pada syari’at ini memberikan lapangan bagi ijtihad dan pembaharuan dalam masalah furu’, masalah yang bersifat partikularistik masalah-masalah intrepertatif yang berbeda dalam cakupan dasar agama di bawah dalil yang bersifat universal dan pasti. Oleh karena itu prinsip-prinsip bagi tegaknya fiqh politik syar’i dengan menggunakan lima pilar, yaitu fiqh maqashid, fiqh realitas, fiqh perbandingan, fiqh prioritas dan fiqh perubahan, satu dengan yang lain saling mendukung.Kata Kunci: Politik Syar’i, Kehidupan Poltik dan Bernegara
Disparitas Islam Indonesia: Antara Negara Islam dan Negara Bangsa Amin, Mahir
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 1 No 01 (2011): April 2011
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.419 KB) | DOI: 10.15642/ad.2011.1.01.89-108

Abstract

Abstrak: Diskursus negara Islam (Daulah Islamiayah ) di negara kita akhir-akhir ini boleh dibilang menjadi fenomena. Kecenderungan untuk menerapkan syariah Islam dalam negara atau pemerintahan merupakan gejala yang bukan hanya berkembang di indonesia tapi juga  di banyak negara Muslim, seperti Pakistan, Yordania, Sudan, Mesir, Maroko, Kuwait,  Iran, dan lain-lain. Munculnya  fenomena gerakan Islam (harakah Islamiyah ) mulai dari yang berskala internasional seperti gerakan ikhwanul muslimun ,jamaah Murabitun, Tanzibul Jihad, Hizbut Tahrir, sampai yang berskala lokal seperti DI/TII,NII, Jama’ah Muslimun (Jamus) dan yang lainnya merupakan follow-up dari upaya meralisasikan aturan syariat dalam negara ( sebut saja negara  Islam). Tulisan ini berusaha untuk mencari jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dari pandangan para pendukung dan penentang  negara  Islam  terkait dengan konsep negara syariah dalam sistem politik Islam      (Islamic State) , serta penerapannya dalam sistem negara-bangsa (nation state). Ada dua hal yang perlu digaris bawahi terkait hal ini yaitu (1) Apakah Islam memang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan (2) apakah politik Islam diarahkan untuk mencari dan mencapai konsesi kekuasaan, sehingga cita-cita Islam tercapai ?. Dalam upaya merelisasikan dan mewujudkan semangat politiknya  tidak jarang terjadi “ketegangan” antara kelompok yang ingin menerapkan syari’ah sebagai simbolisasi negara Islam dalam aturan-aturan pemerintahan dengan kelompok yang menentangnya. Dan tak jarang terjadi berbagai tindak kekerasan dan bahkan terjadi  kudeta terhadap pemerintahan yang sedang berjalan.Kata Kunci: Disparitas, agama, negara
Politik Negara dalam Pengupahan Buruh di Indonesia Ghufron, M.
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 1 No 2 (2011): Oktober 2011
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.419 KB) | DOI: 10.15642/ad.2011.1.2.109-134

Abstract

Abstak: Indonesia, sebuah negara yang sistem ekonominya terhegemoni oleh kapitalisme, kebijakan perindustriannya, lebih khusus lagi tentang sistem perburuhannya, di set up sebagai bagian dari sistem produksi dengan metafora mesin. Upah yang diberikan kepada buruh dianggap sebagai cost (biaya) yang sepadan dengan produktivitas yang dihasilkan. Bahkan semakin rendah upah semakin baik dimata pengusaha, sebaliknya bila upah terus menggelembung, maka akan mengurangi laba perusahaan. Pemerintah sebenarnya menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh dengan menggunakan standar upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, upah buruh yang ditetapkan dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) hanya untuk memenuhi Kebutuhan Hidup Minimal (KHM), bukan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL), sehingga seluruh potensinya habis untuk opportunity cost, tanpa pernah bisa menikmati economic rent. Hukum Islam menjelaskan bahwa pada dasarnya upah (ujrah) adalah salah satu bentuk kompensasi yang besarnya ditentukan oleh jasa atau nilai kerja (produktivitas) itu sendiri, bukan ditentukan oleh tenaga (ain al-`Amal) yang dicurahkan oleh seorang pekerja, maupun harga produk yang dihasilkan oleh seorang pekerja. Bahkan besaran upah hendaknya juga dikaitkan dengan hak dasar untuk hidup (hifz al-nafs) secara layak. Upah dalam sistem ekonomi Islam terbagi menjadi dua macam, yaitu al-Ajr al-Musamma, dan al-Ajr al-Mithli. al-Ajr al-Musamma adalah upah yang sebutkan  pada waktu akad dengan ada unsur kerelaan dari kedua belah pihak sedangkan al-Ajr al-al-Misthli adalah upah pengganti ketika dalam keadaan tidak diketahui atau ada paksaan atau penipuan. Kedua macam upah ini dalam pelaksanaannya terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi disaat berlangsungnya proses pengupahan. Di antaranya, seorang buruh haruslah dijelaskan bentuk kerjanya (job description), batas waktunya (timing), besar gaji/upahnya (take home pay), serta berapa besar tenaga /ketrampilan (skill) harus dikeluarkan.Kata Kunci: Upah minimum, produktivitas, kebutuhan hidup layak
Mekanisme Suara Terbanyak Bagi Pemilu Legislatif (Studi Siyasah Dusturiyah) Muhakki, Muhakki
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 1 No 2 (2011): Oktober 2011
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.419 KB) | DOI: 10.15642/ad.2011.1.2.135-158

Abstract

Abstrak; Studi ini ingin menjawab tiga permasalahan. Pertama, bagaimana pertimbangan yuridis dalam suara terbanyak?; Kedua, bagaimana implikasi yuridis suara terbanyak dalam Pemilu 2009?; Ketiga, bagaimana pandangan siyasah dusturiyah tentang mekanisme suara terbanyak?. Metode yang digunakan adalah pure legal, tipe yuridis normatif dengan pendekatan teori siyasah dusturiyah. Hasil temuan: Pertama, bahwa mekanisme nomor urut bertentangan dengan norma-norma atau dengan makna substantif kedaulatan dan persamaan hak bagi rakyat yang terkandung dalam UUD 1945, yang juga dibenarkan oleh prinsip-prinsip Syariat Islam; Kedua, mekanisme suara terbanyak dapat membatalkan sistem nomor urut (Pasal 214 UU 10/2008), suara terbanyak juga berpotensi memutus mata rantai oligarki, jual beli nomor urut dalam tubuh partai politik, membuka ruang ekspresi politik bagi warga negara, dan mendorong terjadinya pola hubungan timbal balik antara anggota legislatif dengan konstituenya, serta dapat meningkatkan kualitas keterwakilan anggota parlemen; Ketiga, mekanisme suara terbanyak memiliki efek positif yang lebih luas bukan orang perorangan ataupun kelompok, dan lebih mendekatkan pada Maslahah al-‘Ammah, serta relevan atau lebih sesuai dengan tujuan syariat dengan mewujudkan Hifd al-ummah dalam kategori Hifd al-Nafs yaitu, hurriyah al-syahsiyah berupa hurriyah al-ra‘y dan al-Musyawah, yaitu persamaan hak di muka hukum dan pemerintahan.Kata Kunci: Siyasah dusturiyah, Mekanisme suara terbanyak, Pemilu Legislatif 2009.
Konstruksi Historis Hukum Pidana Islam (Formulasi Hukum Pidana Islam dalam Lintasan Sejarah)
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 1 No 2 (2011): Oktober 2011
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.419 KB) | DOI: 10.15642/ad.2011.1.2.159-180

Abstract

Abstrak: Pembaharuan hukum pidana Islam pada hakekatnya merupakan upaya ikhtiyar ijtihadiyah dalam melakukan rekontruksi, reorientarsi dan reformasi hukum pidana yang diharapkan terdapat sinergisitas dan kesesuaian antara tuntunan syari’at  dengan nilai-nilai sentral sosio politik,  sosio filosofis dan sosio kultural ummat Islam yang secara faktual tersebar diberbagai belahan dunia dan senantiasa berkembang secara dinamis sesuai dengan gerak zaman dan laju peradaban sejarah kehidupan manusia. Artikulasi dan ekspresi  ummat Islam dalam menerapkan hukum pidana Islam seringkali menunjukkan karakteristik yang berbeda dengan ketentuan dhahir nash syari’at ketika bersentuhan dengan realitas sosial- faktual yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, hal tersebut dapat dilacak kesahehannya seperti yang pernah dilakukan oleh khalifah Umar bin Al-Khattab yang tidak memotong tangan pencuri karena kondisi masyarakat lagi paceklik. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai “ pembaharauan atau inovasi“ hukum pidana Islam dalam konteks reorientasi tafsir dan pemahaman hukum potong tangan bagi pencuri sebagaimana yang ditegaskan dalam al-Qur’an. Dengan demikian lacakan historis penerapan hukum pidana Islam mulai zaman Rasulullah Muhammad SAW hingga sekarang khususnya penerapan hukum pidana Islam yang diberlakukan di Nusantara (Indonesia) merupakan keharusan ilmiyah yang harus dilakukan guna memahami karakteristik pembaharuan hukum pidana Islam dari masa ke masa.Kata Kunci: Pembaharuan, hukum pidana Islam, historisitas, fenomenologis
Menggagas Fikih Anti Korupsi Syamsuri, Syamsuri
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 1 No 2 (2011): Oktober 2011
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.419 KB) | DOI: 10.15642/ad.2011.1.2.181-206

Abstract

Abstrak: Sepanjang perjalanan sejarah bangsa Indonesia, korupsi bagi sebagian orang telah menjelma menjadi jalan pintas   untuk meraup harta yang bukan haknya sebanyak-banyaknya. Tetapi, sejarah bangsa ini juga mencatat bahwa semangat melawan korupsi tidak pernah mati. Korupsi selalu diposisikan sebagai public enemy dan menjadi kejahatan yang paling menakutkan mengalahkan kejahatan-kejahatan lainnya. Dilihat dari dampak  yang diakibatkan,  kejahatan yang bernama korupsi mempunyai dampak yang sistemis dibanding kejahatan lainnya. Islam diyakini mempunyai solusi mengatasi penyakit social ini. Islam menyebut korupsi sebagai sebuah jarimah, kejahatan yang pelakunya harus dikenai hukuman di dunia, di samping balasan kelak di akhirat. Kejahatan korupsi dikategorikan sebagai al-khiyanah yang berarti penyelewengan terhadap kepercayaan. Penyelewengan yang tentu saja immoral dan mencederai kemanusiaan.Kata Kunci: Fikih, korupsi, public enemy, jarimah, penyakit sosial
Hukum Internasional tentang Genosida dalam Perspektif Fikih Dauly Miftahuddini Ashar, Nimas Masrullail
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 4 No 01 (2014): April 2014
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.419 KB) | DOI: 10.15642/ad.2014.4.01.1-24

Abstract

Abstract: This article discusses about the genocide in international law on the dauliy jurisprudence perspective. International law governs the genocide crime in the Rome Statute which is applied for the state parties. The Rome Statute becomes the basis for the International Criminal Court (ICC) which is responsible for handling the case of genocide and other cases listed in the Rome Statute. Based on article 77 of the Rome Statute, genocide perpetrator will be liable to imprison of not more than 30 years, or a lifetime (under certain condition). In addition, the offender will be liable to fine and confiscation. Based on this, international law governing the genocide can be quite fair because there is no difference in the position of judge and imposing sanction, but when it is viewed from the dauliy jurisprudence perspective, sanction given to the perpetrator of genocide is considered not to be commensurate with the conducted crime.Keywords: Dauliy Jurisprudence, Genocide, International Law
Sanksi terhadap Pelanggaran Konservasi Taman Hutan Raya R. Soerjo di Mojokerto Zulaihah, Zulaihah
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 4 No 01 (2014): April 2014
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.419 KB) | DOI: 10.15642/ad.2014.4.01.25-44

Abstract

Abstract: This paper focuses on the concept of criminal (jinayah) jurisprudence toward the sanction of the conservational violation of the Taman Hutan Raya R.Soerjo (TAHURA R.Soerjo) according to Undang-Undang No. 41 tahun 1999 on Forestry. This is a qualitative research and will be analyzed descriptively with deductive framework. Some of the conservational violations in the Taman Hutan Raya R.Soerjo are entering the forest, harvesting or collecting the forest’s product, shepherding cattle in the forest area, damaging forest, and logging which is conducted by the surrounding community. The violations are described in article 50 Undang-Undang No. 41 tahun1999 on forestry. Penalty for violation of TAHURA R.Soerjo in SKPPKH Mojokerto region given by the local officer is in the form of guidance, warning, making a statement “not to repeat the action for the second offense”. However, it will be directly handed over to the police if the evidence has been sufficient. Sanction for such violations will be given by the competent authority in accordance with the legislation. The sentence is in accordance with article 78 and 79 Undang-Undang No. 41 tahun 1999. The sanction of the conservational violation of the Taman Hutan Raya R.Soerjo, in Islamic criminal law, is a part of ta’zir because it has not reached a nishab of theft.Keywords: Jurisprudence, jinayah, sanction, violation, conservation
Kewenangan Jaksa dalam Memulihkan Kekayaan Negara Albatul, Fatimah
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 4 No 01 (2014): April 2014
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.419 KB) | DOI: 10.15642/ad.2014.4.01.45-70

Abstract

Abstract: this article discusses about the authority of the prosecutor in restoring the state’s assets based on Undang-Undang Kejaksaan No. 16 tahun 2004. Such a constitusional authority is in the form of obtainning special authorization from the government agencies as defined in article 30 paragraph 2 of Undang-Undang Kejaksaan. The scope of the authority includes, law enforcement, legal aid, legal consideration, saving and restoring the state’s wealth. In accordance with restoring the state’s wealth,  it can be done by filing a lawsuit in court or by offering peace outside of the court. The authority of prosecutor in restoring the state’s wealth, according to the political jurisprudence, is valid in accordance with the authority of hisbah as a government official supervisor to resolve the dispute in the case of administrative irregularities. So, the prosecutor’s attempt to resolve the dispute can be justified, either by the litigation or non-litigation way. Likewise, it is the hisbah which has the authority to do  prosecution and call the parties to be peacefully resolved.Keywords: Prosecutor, recovery, wealth, state, political jurisprudence
Perbuatan Melawan Hukum Materiil menurut Hakim Pengadilan Negeri Kepanjen Arrozi, Fakhruddin
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 4 No 01 (2014): April 2014
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.419 KB) | DOI: 10.15642/ad.2014.4.01.71-91

Abstract

Abstract: This paper describes the material tort against the decision of Pengadilan Negeri (PN) of Kepanjen No. 91/Pid.B/2008 / PN.KPJ on a post-verdict corruption of Constitutional Court of RI. No.003/PUU-IV/2006 and then analyzes from the standpoint of positive law and criminal (jinayah) Jurisprudence. The study concludes that although a tort is legally no longer valid in law of Indonesia after the Constitutional Court’s decision but in the case of corruption, Pengadilan Negeri of Kepanjen still applies the rule of the material tort. The existence of obscurity formula of tort is caused by the interpretation of the law and jurisprudence on tort material conducted by PN Kepanjen. The action of Pengadilan Negeri of Kepanjen in performing legal discovery and referring to jurisprudence, according to the criminal jurisprudence perspective, is true because Islam encourages its followers to do ijtihad when the rules are silent on the case submitted to the judge. If the judge cannot do ijtihad, he should refer to the previous jurisprudence.Keywords: Law, material, corruption, jurisprudence

Page 3 of 34 | Total Record : 331


Filter by Year

2011 2022


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 1 (2022): April Vol. 11 No. 2 (2021): Oktober Vol. 11 No. 1 (2021): April Vol. 10 No. 2 (2020): Oktober Vol. 10 No. 1 (2020): April Vol 9 No 01 (2019): April Vol. 9 No. 2 (2019): Oktober Vol. 9 No. 1 (2019): April Vol. 8 No. 1 (2018): April 2018 Vol 8 No 1 (2018): April 2018 Vol 8 No 02 (2018): Oktober Vol. 8 No. 2 (2018): Oktober Vol 7 No 2 (2017): Oktober 2017 Vol. 7 No. 2 (2017): Oktober 2017 Vol 7 No 1 (2017): April 2017 Vol. 7 No. 1 (2017): April 2017 Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016 Vol. 6 No. 2 (2016): Oktober 2016 Vol 6 No 1 (2016): April 2016 Vol. 6 No. 1 (2016): April 2016 Vol 5 No 2 (2015): Oktober 2015 Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015 Vol 5 No 1 (2015): April 2015 Vol. 5 No. 1 (2015): April 2015 Vol 4 No 02 (2014): Oktober 2014 Vol 4 No 02 (2014): Oktober 2014 Vol. 4 No. 02 (2014): Oktober 2014 Vol 4 No 01 (2014): April 2014 Vol 4 No 01 (2014): April 2014 Vol. 4 No. 01 (2014): April 2014 Vol 3 No 2 (2013): Oktober 2013 Vol 3 No 2 (2013): Oktober 2013 Vol. 3 No. 2 (2013): Oktober 2013 Vol 3 No 1 (2013): April 2013 Vol. 3 No. 1 (2013): April 2013 Vol 3 No 1 (2013): April 2013 Vol 2 No 2 (2012): Oktober 2012 Vol. 2 No. 2 (2012): Oktober 2012 Vol 2 No 2 (2012): Oktober 2012 Vol 2 No 1 (2012): April 2012 Vol. 2 No. 1 (2012): April 2012 Vol 2 No 1 (2012): April 2012 Vol 1 No 01 (2011): April 2011 Vol. 1 No. 01 (2011): April 2011 Vol 1 No 2 (2011): Oktober 2011 Vol 1 No 2 (2011): Oktober 2011 Vol. 1 No. 2 (2011): Oktober 2011 More Issue