cover
Contact Name
Redaksi Jurnal Bina Hukum Lingkungan
Contact Email
redaksi.bhl@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
astrianee@gmail.com
Editorial Address
-
Location
,
INDONESIA
Bina Hukum Lingkungan
ISSN : 25412353     EISSN : 2541531X     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Bina Hukum Lingkungan adalah jurnal ilmiah yang terbit secara berkala setiap tahunnya pada bulan April dan Oktober yang di terbitkan oleh Perkumpulan Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI) Artikel yang dimuat pada jurnal Bina Hukum Lingkungan akan di publikasikan dalam bentuk cetak dan e-jurnal (online) dalam rangka menyebarluaskan ilmu pengetahuan tentang hukum lingkungan dalam negeri maupun luar negeri
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan" : 10 Documents clear
PENGGABUNGAN PERKARA DALAM PENYELESAIAN GANTI RUGI TUMPAHAN MINYAK DI LAUT SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PENERAPAN BLUE ECONOMY Satrih Satrih
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.904 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.61

Abstract

Penelitian ini dilakukan pertama, untuk mengkaji Proses penyelesaian ganti rugi pencemaran tumpahan minyak di laut dan kendala yang dihadapi dalam memperoleh ganti rugi. Kedua penelitian ini juga mengkaji penggabungan perkara ganti rugi atas pencemaran tumpahan minyak di laut dalam mengoptimalkan penerapan blue economy.Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis empiris yang dilakukan dengan mengkaji secara mendalam kaidah-kaidah hukum internasional maupun nasional yang terkait dengan obyek penelitian ini. Penelitian ini juga dilengkapi dengan pengumpulan data baik dari kepustakaan dan penelitian lapangan yang dilakukan melalui wawancara dan penyebaran kuesioner. Selain itu dilakukan penelusuran data melalui internet.Hasil penelitian menunjukkan  bahwa untuk perolehan ganti rugi, para penggugat khususnya mendasarkan pada International Convention on  Civil Liability (CLC) 1992 yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui  Keppres No. 53/1999 dan Fund Convention 1992. Meskipun demikian terdapat kendala dalam perolehan ganti rugi yang dapat mengoptimalkan penerapan blue economy. Kendala tersebut juga bersumber dari CLC yang membatasi kerugian yang dapat dibayarkan ganti ruginya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa untuk perolehan ganti rugi dalam mengoptimalkan penerapan blue economy, para penggugat dapat melaksanakannya dengan penggabungan perkara ganti rugi atas pencemaran tumpahan minyak di laut.
USAHA PERIKANAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG BERKELANJUTAN Nur Sulistyo Budi Ambarini; Edra Satmaidi; Tito Sofyan
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.206 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.53

Abstract

ABSTRAK Usaha perikanan di Bengkulu secara umum dilakukan nelayan tradisional, yang  menggunakan peralatan tradisional dan sederhana. Berpedoman pada cara-cara dan aturan yang mengandung nilai-nilai sebagai kearifan lokal. Hal tersebut masih berlaku hingga saat ini dalam kegiatan perikanan. Penelitian hukum non doktrinal dengan pendekatan socio-legal research ini berupaya mengkaji nilai-nilai kearifan lokal berkaitan dengan aktivitas perikanan di Bengkulu. Penelitian dengan metode pengamatan dan wawancara di wilayah pesisir untuk memperoleh data primer. Hasil penelitian menunjukan bahwa saat ini nilai-nilai kearifan lokal  berkaitan usaha perikanan telah mengalami perubahan bersamaan dengan berjalannya waktu. Meski demikian nilai-nilai yang bersifat positif dan universal,  perlu dipertahankan dan dikembangkan dalam upaya pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berkelanjutan. Oleh karena itu perlu diformulasikan dalam bentuk Peraturan Desa atau Peraturan Daerah.  Hal tersebut penting untuk   keberlanjutan ekonomi, sosial dan ekologis. Kata kunci: Berkelanjutan; Kearifan–lokal; Kelautan; Perikanan; Usaha. ABSTRACT Fishing business in Bengkulu is generally done by traditional fishermen, who use traditional and simple equipment. Guided by means and rules that contain values as local wisdom. This is still true to date in fisheries activities. Non-doctrinal legal research using socio-legal research approach attempts to examine the values of local wisdom related to fishery activities in Bengkulu. Research with observation methods and interviews in coastal areas to obtain primary data. The results showed that the current values of local wisdom related to fishery business has changed along with the passage of time. Nevertheless, values that are positive and universal, need to be maintained and developed in the efforts of sustainable management of marine resources and fisheries. Therefore it needs to be formulated in the form of Village Regulation or Regional Regulation. It is important for economic, social and ecological sustainability. Keywords: Business; Fisheries; Local Wisdom; Marine; Sustainability.
PERATURAN KABUPATEN BANYUMAS YANG BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Rochati Rochati
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.265 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.54

Abstract

ABSTRAK Kabupaten Banyumas terletak di Propinsi Jawa Tengah, memiliki 27 Kecamatan, dari semua kecamatan terdiri dari 30 kelurahan dan 301 desa. Kelurahan-kelurahan dan desa-desa di Kabupaten Banyumas mempunyai budaya, adat-istiadat atau kearifan lokal masing-masing, sebagai identitas masyarakat dan dapat meningkatkan kesejahteraan.Permasalahan dalam penelitian ini adalah : Peraturan-peraturan Kabupaten Banyumas yang seperti apa, dapat meningkatkan  kesejahteraan  masyarakat.  Metode penelitian yang digunakan adalah empiris, spesifikasi bersifat deskriptif, pengumpulan data dengan wawancara, penyajian  uraian yang disusun secara sistimatis, dan  analisis data normatif kualitatif.Kabupaten Banyumas sebagian  besar sudah membuat peraturan daerah yang berbasis kearifan lokal untuk kesejahteraan masyarakat, namun  sebagian  kecil masih dijumpai  kebijakan   yang belum berbasis kearifan lokal, seperti di kawasan Gunung Slamet Kecamatan Baturaden. Kata kunci: Peraturan; Kearifan Lokal; Kesejahteraan.  ABSTRACTBanyumas Regency  in located  Java that has 27 districts concist of 30 political districts and 301 villges. The political districts and the villages have their own culture and custom as their local wisdom that shows their people’s identity.Problems: what kind Banyumas Regency’s regulation that can improve the people’s prosperity?.  Research methods is imperical, the characteristic is descriptive, data’s accumulation is is by interview, the presentation of the description arranged systematically, and the analysis is normative-qualitative.The kind of Banyumas Regency’s regulation that can improve their people’s prosperity is the one which is manufacturing process dig the values that lives in society as their local wisdom. Keywords: Regulation; Local Wisdom; Prosperity.
PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT YANG BERKEADILAN Resdianto Willem
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.894 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.44

Abstract

ABSTRAKKawasan pesisir dan laut adalah bagian dari perlindungan lingkungan hidup dan merupakan amanat dari konstitusi, sebagaimana yang diamanatkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Banyaknya pemanfaatan dan penyalahgunaan ruang pesisir dan laut diberbagai aktivitas yang terus berlangsung menimbulkan berbagai dampak negatif. Dampak-dampak utama saat ini antara lain berupa polusi, abrasi, erosi dan Lain-lain. Konflik sektoral merupakan persoalan yang harus dipecahkan bersama melalui manajemen kawasan pantai terpadu, dalam menunjang keberlanjutan pembangunan mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan berkeadian bagi seluruh lapisan masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan dengan tipe penelitian hukum dengan melakukan kajian atau penelitian normatif dengan sifat penelitian preskriptif. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya benturan kewenangan dan tumpang tindihnya peraturan yang mengatur tentang pengelolaan dan pemanfaatn ruang pesisir dan laut. Disimpulkan perlu adanya suatu perangkat hukum yang lebih riil dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam dan pemanfaatan ruang pesisir dan laut dan mencegah tumpang tindihnya kewenangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya.Kata Kunci: Pemanfaatan; Pengelolaan; Pesisir; Penataan Ruang. ABSTRACTCoastal and marine areas are part of the protection of the environment and constitute the mandate of the constitution, as mandated in various existing legislation. The many uses and misuse of coastal and marine spaces in various ongoing activities generate negative impacts. The main current impacts are pollution, abrasion, erosion and others. Sectoral conflict is a problem that must be solved together through integrated coastal zone management, in supporting the sustainability of development leading to the improvement of people's welfare and cherishing for all levels of society. This research is carried out with the type of legal research by conducting studies or normative research with prescriptive research. The results show the occurrence of conflict of authority and overlapping regulations governing the management and utilization of coastal and marine space. It is concluded that there is a need for a more real legal instrument in the implementation of natural resource management and utilization of coastal and marine space and prevent overlapping of authority in the management and utilization of resources.Keywords: Utilization; Management; Coastal; Spatial Planning.  
KEDUDUKAN SURAT IZIN PERUMAHAN (SIP) DALAM KERANGKA HUKUM PERUMAHAN DI INDONESIA Yani Pujiwati
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (203.817 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.56

Abstract

ABSTRAK Kepastian pemilikan rumah akan mengurangi sengketa berkaitan dengan rumah yang sekarang marak terjadi di kota besar seperti Kota Bandung. Selama ini masyarakat yang memperoleh Surat Izin Perumahan (SIP) secara turun temurun seringkali beranggapan bahwa rumah tersebut sudah menjadi haknya karena pewarisan. Sementara untuk membuktikan pemilikan rumah tidak memiliki alat pembuktian apapun, seringkali terjadi Surat Izin Perumahan (SIP) sudah habis jangka waktu izin penghuniannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan penghunian rumah bukan oleh pemilik dalam berbagai peraturan yang pernah berlaku di Indonesia dan kedudukan Surat Izin Perumahan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.            Penelitian  ini bersifat  deskriptif analitis, yaitu menggambarkan berbagai masalah hukum dan fakta serta gejala lainnya yang berkaitan dengan pengaturan Surat Izin Perumahan (SIP), kemudian menganalisisnya guna memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh tentang permasalahan-permasalahan yang diteliti. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu menelusuri, mengkaji dan meneliti data sekunder yang berkaitan dengan peraturan tentang  perumahan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghunian rumah bukan oleh pemilik diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun serta peraturan pemerintah yang masih berlaku berdasarkan peraturan peralihan. Kedudukan Surat Izin Perumahan (SIP) tidak menunjukkan kepemilikan, namun menunjukkan penghunian saja. Kata Kunci: Perumahan; Surat Izin Perumahan.     ABSTRACTThe certainty of home ownership will reduce disputes related to the House that is now the city's happening in major cities like Bandung city. During this time the society gained a Residential Permit (SIP) hereditary often assume that the House is already a right due to inheritance. While to prove possession of the House does not have any evidentiary tool, often happens to Permit housing (SIP) is up a period of permission penghuniannya. This research aims to know the development of residential homes instead of by the owner in the various regulations applicable in Indonesia and was once the seat of a housing Permit in Indonesia legislation.This research are analytical, descriptive, that describes the various legal issues and facts as well as other symptoms related to a residential Permit arrangements (SIP), then menganalisisinya to get an overview of the whole and of the problems examined. The method used is the juridical approach to normative, i.e. searching, reviewing and researching secondary data with regard to the rules on housing. The results showed that residential home owner rather than by regulated in law No. 1 year 2011 about housing and Settlement Area and Act No. 20 in 2011 about the Flats as well as regulatory pemerinath valid based on a transitional regulation. Position the housing Licence (SIP) does not indicate possession, but shows the residential course. Keywords: Housing; Housing Licenses.
KORELASI POLLUTER PAYS PRINCIPLE DAN KONSEP BLUE ECONOMY PADA PENCEMARAN MINYAK OLEH KAPAL TANKER SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN LAUT INDONESIA Elly Kristiani Purwendah
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (250.7 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.41

Abstract

ABSTRAKPenulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana korelasi polluter pays principle (prinsip pencemar membayar) dan konsep blue economy (ekonomi biru) sebagai upaya melindungi kepentingan lingkungan laut Indonesia. Sumber daya alam laut Indonesia menjadi prioritas pembangungan dengan kebijakan poros maritim dan kelautan, terutama dengan diadopsinya konsep ekonomi biru. Konsep Ekonomi Biru dikembangkan untuk menjawab tantangan sistem ekonomi dunia yang cenderung ekploitatif dan merusak lingkungan yang disebabkan oleh eksploitasi melebihi kapasitas atau daya dukung alam. Prinsip pencemar membayar merupakan prinsip tanggung jawab pelaku usaha terhadap usahanya dari dampak yang mungkin ditimbulkan usahanya untuk tidak merusak dan/atau mencemari lingkungan laut. Prinsip ini menjadi titik penting tentang tanggung jawab hukum terhadap pelaku usaha atau ekonomi di lingkungan laut untuk tidak eksploitatif dengan diakomodasinya konsep ekonomi biru oleh pemerintah.Kata Kunci: Blue Economy; Korelasi; Polluter Pays Principle; Tanggung Jawab. ABSTRACTThe aim of the paper was to see the correlation of polluter pays principle with the concept of blue economy as an effort to protect the interests of the marine environment of Indonesia. Indonesia's marine resources become a development priority with sea and maritime axis policy, especially with the adoption of the concept of blue economy. The concept of Blue Economy was developed to address the challenges of the world economic system that tended to be exploitative and environmentally destructive due to the exploitation that beyond the capacity or natural carrying capacity. The polluter pays principle is the principle of business responsibility to his business to the impact that might be caused by his business not to damage and/or pollute marine environment. The principle becomes an important point on the legal responsibility of business or economic actors in the marine environment in order not to be exploitative by accommodating the concept of blue economy by the government. Keywords: Correlation; Polluter Pays Principle; Blue Economy; Responsibility.
KONSEP HUKUM PENGELOLAAN TAMBANG BATUBARA BERKELANJUTAN BERDASARKAN PENDEKATAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI PROVINSI BENGKULU Edra Satmaidi; Arini Azka Muthia; Wulandari .
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (690.697 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.58

Abstract

ABSTRAK Pengelolaan tambang batubara di wilayah hulu DAS Bengkulu (Kabupaten Bengkulu Tengah) telah menyebabkan terjadinya alih fungsi hutan, lahan kritis, terjadinya pendangkalan dan penyempitan DAS Bengkulu, buruknya kualitas air, serta potensi terjadinya banjir di wilayah hilir DAS Bengkulu (Kota Bengkulu) pada musim hujan. Kegiatan pengambilan batubara dilakukan secara terbuka (open pit mining) merambah masuk pada kawasan hutan yang dilindungi  dan kawasan yang belum berstatus Clear and Clean (CnC) serta mengabaikan aspek perlindungan DAS Bengkulu sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan: (1) kerusakan DAS Bengkulu semakin meningkat seiring dengan bertambahnya kegiatan pengambilan batubara secara terbuka pada wilayah hulu DAS Bengkulu dan pada kawasan Hutan Lindung Rindu Hati yang sudah diubah statusnya menjadi Hutan Produksi Tetap. Kondisi ini juga disebabkan tidak sinkronnya beberapa peraturan perundang-undangan terkait, dan implementasi otonomi daerah yang menekankan pada peningkatan PAD dan mengabaikan aspek keberlanjutan lingkungan; (2) konsep hukum pengelolaan tambang batubara berkelanjutan berdasarkan pendekatan DAS Bengkulu harus dibangun  melalui  Rencana Pengelolaan DAS Bengkulu, yang menetapkan zona hulu dan tengah DAS Bengkulu dengan sistem pertambangan tertutup (underground mining), sementara  sistem pertambangan terbuka secara ketat dapat dilakukan di zona hilir DAS Bengkulu. Kata Kunci: Konsep Hukum; Pengelolaan; Tambang Batubara; Pendekatan DAS. ABSTRACTCoal mining activities in upstream of Bengkulu River Basin (Central Bengkulu Regency) have resulted in the conversion of forests, critical lands, the occurrence of silting and narrowing of Bengkulu River Basin, poor water quality, and the potential for flooding in downstream areas of Bengkulu River Basin (Bengkulu City) during the rainy season. Coal mining activities are openly exploited in protected forest areas and areas that are not Clear and Clean (CnC) areas status and ignore the protection aspects of the Bengkulu River Basin as a buffer zone for life support systems. This is a normative legal research. The results show: (1) Bengkulu River Basin damage is increasing along with the increasing of coal exploiting activity in upstream of Bengkulu River Basin and in Protected Forest Area of Rindu Hati that has been changed its status to Permanent Production Forest. This condition is also due to diss-synchronization of some related legislations, including the implementation of local autonomy that is more oriented towards increasing of local original income and neglecting aspects of environmental sustainability; (2) the legal concept for sustainable coal mining management based on the Bengkulu River Basin Approach, which establishes the upstream zone of Bengkulu River Basin with underground mining system, while a tightly open pit mining system can be conducted in the middle and downstream zone of Bengkulu River Basin. Keywords: Legal Concept; Management; Coal Mining; Watershed Approach.
DILEMA KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DAN UPAYA PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK (Studi Kasus Pembangunan PLTU Jawa Tengah 2 X 1.000 MW di Kabupaten Batang) Suhadi Suhadi
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.581 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.40

Abstract

ABSTRAKTugas dan tanggungjawab konstitusional pemerintah untuk menyejahterakan rakyat dapat menyebabkan pemerintah berada pada pilihan yang sulit dan dilematis. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga UAP (PLTU) Jawa Tengah 2 X 1.000 MW di Kabupaten Batang (PLTU Batang) di satu sisi dapat mengancam kawasan konservasi laut daerah, tetapi di sisi lain bermanfaat bagi upaya pemenuhan kebutuhan listrik. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, tulisan ini membahas tentang kebijakan Pemerintah Kabupaten Batang dalam hubungannya dengan perlindungan kawasan konservasi laut daerah dan pembangunan PLTU Batang. Hasil penelitian menunjukkan dalam rangka melindungi kawasan konservasi laut daerah dan merealisasi pembangunan PLTU Batang,Pemerintah Kabupaten Batang mengambil kebijakan melakukan perubahan kawasan konservasi laut daerah yang dituangkan dalam Keputusan Bupati Batang Nomor 523/194/2012. Perubahan kawasan konservasi lautdaerah membuka ruang dan menjadi salah satu dasar dalam penerbitan izin prinsip, izin lokasi, dan penetapan lokasi pembangunan PLTU Batang.Kata kunci: Dilema Kebijakan; PLTU Batang; Kawasan Konservasi Laut Daerah. ABSTRACTThe government's constitutional duties and responsibilities for the welfare of its people can cause it to be in a difficult and dilemmatic choice. The establishment of  coal fired-power plant (PLTU) of Central Java 2 X 1,000 MW in Batang regency (Batang PLTU) can threaten the regional marine conservation area, but on the other hand  it is useful for the fulfillment of electricity needs. Using the normative legal approach, this paper discusses the policy of the Government of Batang Regency in relation to the protection of marine conservation area and the establishment of coal fired-power plant (PLTU) in Batang. The result shows that in order to protect the area of  marine conservation area and realize the establishment of PLTU Batang, the Government of Batang Regency enacted a policy to change marine conservation area as stated in Batang Regent Decree Number 523/194/2012. The change of marine conservation area has opened the space and become one of the basis for issuance of principle permit, location permit, and determination of land acquisition for Batang power plant establishment.Keywords: Policy Dilemma, Batang PLTU, Regional Marine Conservation Area. 
KEBIJAKAN PEMERINTAH JAWA TENGAH MELINDUNGI SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL UNTUK OBAT TRADISIONAL Ignatius hartyo purwanto; Petrus Soerjowinoto; Yovita Indrayati
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.875 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.30

Abstract

ABSTRAK Indonesia kaya sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang dimanfaatkan untuk obat tradisional. Sebagai salah satu Negara yang kaya SDG, maka Indonesia telah meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati dan Protokol Nagoya dalam Undang-Undang   No. 5 Tahun 1994 dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2013. Berkembangnya bioteknologi saat ini, menarik minat peneliti asing maupun pelaku usaha untuk mengembangkan obat tradisional menjadi komoditas bernilai ekonomi. Hal ini harus diantisipasi oleh Pemerintah, agar tidak menimbulkan dampak negatif berupa punahnya SDG, perpindahan SDG diluar kendali baik dalam maupun ke luar negeri, dan ketidakadilan masyarakat lokal. Pemerintah Jawa Tengah yang memiliki potensi SDG bertanggung jawab untuk  melindungi kelestarian SDG beserta pengetahuan tradisional dengan tetap memberikan keleluasaan pemanfaatannya sesuai kewenangannya berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014. Kata kunci: Pengetahuan Tradisional; SDG. ABSTRACT Indonesia is rich of genetic resources that together with traditional knowledge can be made to be traditional medicine. As one of the countries having abundant of such resources, Indonesia had ratified Convention on Biological Diversity and the Nagoya Protocol by the Act Nr. 5 of 1994 and Act Nr. 11 of 2013. The biotechnology development has factually interested foreign researchers and business actors to convert the resources to be traditional medicine as economic comodity. This should be anticipated in order not to bring negative impacts such as resources extinction, uncontrolable resources migration both inward and outward the country, and injustice to local communities.The Central Java Government is responsible to preserve the genetic resources that are abundantly possed by the province as well as the traditional knowledge by providing flexibel utilization in accordance with its authority as regulated in Act Nr. 32 of 2009 and Act Nr. 23 of 2014. Keywords: Traditional Knowledge; Genetic Resources.
PESANTREN KOPI; UPAYA KONSERVASI LAHAN HUTAN OLEH MASYARAKAT JEMBER BERBASIS TANAMAN KOPI Irham Bashori Hasba
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5868.509 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.45

Abstract

ABSTRAKMasyarakat pinggir hutan di wilayah kecamatan Ledokombo mayoritas adalah masyarakat muslim peranakan Madura yang masih memegang teguh ajaran agama melalui sosok figur kyai. Kharismatik kyai dalam masyarakat ini tidak hanya terletak pada persoalan agama, namun juga pada ranah sosial lainnya seperti pelestarian dan perlindungan terhadap lingkungan.Penelitian ini mengkaji bagaimana upaya Pondok Pesantren Attanwir Desa Sumbergadung Kecamatan Ledokombo Jember dalam memberdayakan masyarakat untuk selalu menghindari pengrusakan hutan dalam bentuk pemanfaatan lahan dasar hutan berupa penanaman pohon kopi sebagai bentuk konservasi atau perlindungan terhadap ekosistem hutan yang sekaligus menghasilkan nilai ekonomis bagi masyarakat tanpa harus melakukan eksploitasi terhadap hutan dalam bingkai pengembangan kearifan lokal masyarakat dan kajian Sosio – Legal.Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis – yuridis berupa upaya pemanfaatan lahan hutan oleh masyarakat berdasarkan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemaparan data bersifat deskriptif dengan pengumpulan data primer dalam bentuk observasi langsung yang ditunjang dengan wawancara langsung untuk menggali informasi yang lengkap dan utuh dari dari pondok pesantren Attanwir dan masyarakat Desa Slateng Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember sebagai pelaku langsung terhadap upaya perlindungan hutan dalam bentuk konservasi lahan dengan tanaman kopi.Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah upaya yang dilakukan masyarakat dan dimotori oleh Pondok Pesantren Attanwir Desa Slateng Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember berupa konservasi lahan hutan berupa penanaman pohon kopi tidak bertentangan dengan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bahkan prinsip dan perilaku masyarakat termasuk dalam kategori kearifan lokal (indigenous Knowledge) yang pada proses aktualisasinya mampu memperkuat regulasi dan kebijakan dalam mencegah dan menanggulangi pengrusakan dan kerusakan lingkungan hutan yang berada di hutan lindung di wilayah lereng pegunungan Gunung Raung Kabupaten Jember baik berupa ekploitasi kayu dan sumber daya alam lainnya. Upaya ini berjalan sangat optimal sebab disamping masyarakat mendapatkan manfaat ekonomis, juga memperoleh paradigma baru untuk menjaga hutan dan lingkungan dari kerusakan lingkungan dan mitigasi bencana, serta mampu mengimplementasikan regulasi yang dibuat pemerintah dan mampu bekerjasama sangat baik dengan aparatur pemerintah mulai dari tingkat desa sampai pada pemerintah pusat dan daerah.Abstrak: Pesantren; Kopi; Konservasi Hutan Lindung; Kearifan Lokal dan Sumber Daya Alam. ABSTRACTSocial Forest communities in the sub district of Ledokombo are majority of Muslim Maduranese communities who still adhere to religious teachings through the figure of kyai. The influence of kyai in this society not only lies in the issue of religion, but also in other social sphere such as conservation and protection of the environment.This study examines how Attanwir Islamic Boarding in Sumber Gadung village empowers communities to always avoid forest destruction in the form of forest land use in the form of planting coffee trees as a form of conservation or protection of forest ecosystems as well as generate economic value for the community without having to do the exploitation to the forest in the framework of developing local wisdom of society and Socio - Legal study.This research uses sociological - juridical approach in the form of community forest land utilization pursuant to Article 70 of Law Number 32 Year 2009 on Environmental Protection and Management. Data presentation is descriptive with primary data collection in the form of direct observation supported by direct interviews to dig up complete and complete information from the Islamic boarding school Attanwir and community of Slateng Village District Ledokombo Jember as a direct perpetrator of forest protection efforts in the form of land conservation with plants coffee.The conclusion obtained from the results of this study is the efforts undertaken by the community and led by Attanwir Islamic Boarding School in Slateng Village District Ledokombo Jember in the form of forest land conservation in the form of coffee planting is not contradictory to Article 70 of Law Number 32 Year 2009 on the Protection and Management of the Environment. Even the principles and behaviors of the community are included in the category of indigenous knowledge which in its actualization process can strengthen the regulations and policies in preventing and overcoming the destruction and destruction of the forest environment located in the protected forest in the mountainous slopes of Mount Raung Jember Regency either in the form of wood exploitation and other natural resources. This effort runs very optimally because in addition to the community get the economic benefits, also obtained a new paradigm to protect forests and the environment from environmental damage and disaster mitigation, and able to implement regulations made by the government and able to cooperate very well with the government apparatus from the village level to the government centers and regions.Keywords: Islamic Boarding School; Coffee; Conservation of Protected Forest; Local Wisdom and Natural Resources. 

Page 1 of 1 | Total Record : 10