cover
Contact Name
LPM Gema Keadilan
Contact Email
redaksi.jurnal.gk@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
korneliusbenuf@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Gema Keadilan
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 08520011     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Gema Keadilan ( ISSN: 0852-0011) merupakan Jurnal yang diterbitkan oleh LPM Gema Keadilan, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro. Pembahasan meliputi masalah pembangunan hukum dan perubahan sosial di Indonesia. Berisi tulisan ilmiah populer, ringkasan hasil penelitian, survei, hipotesis, atau gagasan orisinal yang kritis dan segar. Redaksi mengundang para intelektual, cendekiawan, dan aktivis mahasiswa untuk berdiskusi dan menulis secara bebas dan kreatif sembari berkomunikasi dengan masyarakat luas. Dilarang mengutip, menerjemahkan, atau memperbanyak kecuali dengan izin tertulis dari Lembaga Pers Mahasiswa Gema Keadilan.
Arjuna Subject : -
Articles 18 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 1 (2017): Gema Keadilan" : 18 Documents clear
Pertahanan dan Keamanan di Selat Malaka Terhadap Meningkatnya Tren Piracy dan Konsistensi Kebijakan Publik serta Konsesi Wilayah Litoral State Probo Darono Yakti
Gema Keadilan Vol 4, No 1 (2017): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (918.88 KB) | DOI: 10.14710/gk.2017.3631

Abstract

Hadirnya pembajakan di Selat Malaka bukan merupakan hal yang baru. Orang laut merupakan sekumpulan perompak yang tunduk atas nama negara sebagai privateer pada masa Kerajaan Melayu. Kehadirannya resmi dan mendistribusikan ‘pajak’ lewat kapal-kapal niaga untuk dibagi hasil dengan negara sebagai otoritas tertinggi. Saat ini eksistensi pembajakan di Selat Malaka dipandang sebagai sesuatu yang bernada negatif, hal ini mengingat Selat Malaka merupakan sea line of communication terpenting di dunia yang menghubungkan pelayaran dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik begitu pula sebaliknya. Indonesia sebagai salah satu negara yang bertanggung jawab di atasnya masih menemukan formulasi yang tepat bagaimana mengatasi persoalan ini. Mulai dari pembentukan instrumen hukum di dalam negeri, implementasi dari hukum, hingga kerangka kerja sama dengan negara tetangga. Tiga elemen penting ini kemudian mendapatkan hambatan dan tantangan dari persoalan domestik seperti kurangnya efektivitas akibat banyaknya stakeholder yang berkepentingan dalam kebijakan penegakan hukum di atas laut terhadap para pembajak. Kehadiran Bakamla beserta TNI-AL dan Polair dapat menjadi contoh, betapa pemerintah belum bisa membagi tugas siapa penegak hukum di atas perairan, patroli rutin, dan fungsi angkatan laut sebagai blue-water navy. Untuk itu masuknya Indonesia dalam kerja sama patroli ReCAAP dan ASEAN Maritime Forum adalah dua dari beberapa opsi yang dapat ditempuh Indonesia untuk menegakkan kedaulatan di atas perairan dan memandu Indonesia untuk meraih visi kejayaan maritim di bawah Presiden Joko Widodo, PorosMaritim Dunia.Kata kunci: Pembajakan, Poros Maritm, Pertahanan dan Keamanan, ReCAAP, ASEAN Maritime For um.
Tujuan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Dalam Pasal 4 Undangundang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Serta Pasal 22 Ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan Sri Ulisah
Gema Keadilan Vol 4, No 1 (2017): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (883.183 KB) | DOI: 10.14710/gk.2017.3632

Abstract

Indonesia memerlukan strategi dalam mencapai tujuannya sebagai poros maritim dunia. Salah satu yang bisa ditawarkan adalah meningkatkan sumber daya pesisir dan pulau -pulau kecil. Pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tugas dari masyarakat Indonesia. Dalam tulisan ini penulis mencoba menganalisa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai tujuan pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil. Berdasarkan hal itu, penulis melakukan pengkaji an tentang “Tujuan Pengelolaan SumberDaya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Serta Pasal 22 Ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan”. Tipe penelitian menggunakan yuridis normaƟf dengan sifat deskripƟf analiƟs melalui pendekatan perundang-undangan dengan menggunakan alat pengumpul data studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer.Kata kunci: Kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil, tujuan pengelolaan sumber daya
ASEAN: Tantangan terhadap Upaya Perwujudan Visi Poros Maritim Dunia Dzulfiar Fathurrahman
Gema Keadilan Vol 4, No 1 (2017): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (802.534 KB) | DOI: 10.14710/gk.2017.3653

Abstract

Sejak memulai pemerintahannya pada tahun 2014 lalu, visi Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia acap kali dikritik oleh sejumlah akademisi. Kritiknya dimulai dari masalah birokrasi hingga ke substansinya. Di lain pihak, esai ini berusaha untuk melihat bagaimana Perhimpunan BangsaBangsa Asia Tenggara (ASEAN) memberikan pengaruh terhadap upaya perwujudan visi Poros Maritim Dunia. Indonesia diposisikan sebagai primus inter pares di antara negara-negara anggota ASEAN lainnya. Kondisi ini kemudian memberikan tekanan kepada Indonesia agar meletakkan ASEAN ke dalam landasan utama politik luar negerinya. Tekanan tersebut nyata jika melihat kasus ASEAN di Laut Cina Selatan (LCS). Konsekuensinya ialah hilangnya keleluasaan Indonesia untuk melakukan diplomasi maritim unilateralnya. Esai ini akan menjelaskan kenapa Indonesia membutuhkan keleluasaan tersebut dalam rangka mewujudkan visi Poros Maritim Dunia.Kata kunci: Poros Maritim Dunia; diplomasi maritim; ASEAN; primus inter pares; dan LCS.
Penguatan Hubungan Politik Internasional Indonesia dalam Mewujudkan Kedaulatan Poros Maritim yang Ideal Chrystofer Chrystofer
Gema Keadilan Vol 4, No 1 (2017): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (748.759 KB) | DOI: 10.14710/gk.2017.3633

Abstract

Kedaulatan maritim menjadi salah satu isu yang semakin penting dalam perumusan kebijakan politik luar negeri Indonesia. Perang global melawan illegal fishing, kerusakan laut, dan konservasi budidaya kekayaan hasil laut semakin memperoleh legitimasi dan dukungan yang luas dari dunia Internasional. Keterlibatan Indonesia dalam memperkuat kebijakan maritim tentu juga harus mengedapankan kerjasama secara hukum dan politik antar negara baik itu melalui hubungan bilateral, regional, dan multilateral. Kerjasama internasional ini harus dicermati oleh pemerintah, karena dalam pelaksanaanya akan diwarnai oleh berbagai kepentingan, baik itu dunia Internasional, pelaku bisnis, kelestarian laut dan perhatian terhadap nelayan lokal kita. Menurut Data KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) pada tahun 2014, negara mengalami kerugian dari Illegal fishing mencapai 101 triliun rupiah per tahunya, belum lagi ancaman kerusakan lingungan dan keamanan wilayah kedaulatan laut Indonesia. Salah satu bentuk sikap Indonesia dalam menjaga potensi laut dan penegakan hukum adalah dengan penegakan aturan penenggelaman kapal asing ilegal yang memang telah tercantum secara jelas dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Namun, sikap tersebut dihadapkan pada tantangan besar, ketegangan antar negara seperti Malaysia dan Tiongkok pernah terjadi dengan protes keras yang dilayangkan kepada Indonesia. Strategi pemerintah untuk menghindari konfik berkepanjangan adalah dengan melakukan hubungan diplomasi politik terhadap negara-negara tersebut, sehingga komunikasi terus terjalin dalam mendukung perlawanan terhadap penanganan kedaulatan maritim Indonesia dalam realisme hubungan internasional.Kata Kunci: Kedaulatan maritim, sikap Indonesia, hubungan diplomasi politik
Penguatan Keamanan Maritim Indonesia : Memahami Ancaman Keamanan Maritim dan Rekonstruksi Kemaritiman Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia Abdurrahman Masdiana
Gema Keadilan Vol 4, No 1 (2017): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (823.827 KB) | DOI: 10.14710/gk.2017.3655

Abstract

Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo mengeluarkan sebuah doktrin bahwa Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar menjadi poros maritim dunia. Dalam mewujudkan cita-cita sebagai Poros Maritim Dunia Indonesia tidak lepas dari berbagai ancaman keamanan maritim yang dapat mengganggu stabilitas dan pembangunan maritim. Lebih lanjut dalam kajian ini akan membahas mengenai konsep keamanan maritim secara teroritis, peluang dan ancaman Indonesia sebagai wilayah maritim, dan konstruksi kembali dunia kemaritiman Indonesia dalam menunjang cita -cita Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Dalam mewujudkan cita-cita yang telah didoktrinkan tersebut nanti nya akan melihat berbagai ancaman kemaritiman, peningkatan kerangka hukum, sumber daya, serta tata lembaga kemaritiman yang masih harus terus diperbaiki. Serta pada akhirnya secara global , Indonesia memiliki tugas untuk menciptakan keamanan maritim pada tingkat nasional dan juga regional, keseluruhan hal tersebut pada akhirnya bertujuan untuk mencapai cita-cita kemaritiman Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.Kata Kunci : Keamanan Maritim, Ancaman, Rekonstruksi, Poros Maritim Dunia.
Kajian Dampak Penggunaan Cantrang Sebagai Upaya Pengelolaan Sumbar Daya Perikanan Berkelanjutan Vika Kartika
Gema Keadilan Vol 4, No 1 (2017): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (928.171 KB) | DOI: 10.14710/gk.2017.3771

Abstract

Indonesia sebagai negara maritim memiliki kekayaan sumbe r daya laut yang berlimpah sehingga tidak heran nelayan melakukan ekspolitasi besar-besaran demi memenuhi permintaan kebutuhan ikan. Namun sayangnya metode yang dilakukannya dalam menangkap ikan masih menggunakan cara yang liner dan tradisional seperti penggunaan cantrang. Penelitian ini bertujuan untuk, pertama mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan cantrang dalam penangkapan ikan. Kedua, untuk mengetahui solusi terkini yang dapat diterapkan oleh Pemerintah Indonesia untuk menanggulangi kerusakan ekositem laut yang diakibatkan dari penggunaan cantrang . Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif. Metode pengumpulan datayang dilakukan dengan meneliti data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan cantran sebagai alat penangkap ikan terbukti dapat merusak ekosistem laut dan mengancam akan terjadinya kelangkaan ikan sehingga diperlukan solusi nyata secara komperehensif yang didukung oleh Pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Perlindungan HAM Pekerja Sektor Perikanan: (Semoga) Tidak Hanya Sebatas Wacana M. Rizqy Daru’lzain
Gema Keadilan Vol 4, No 1 (2017): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (912.955 KB) | DOI: 10.14710/gk.2017.3776

Abstract

Pelanggaran HAM oleh korporasi yang menimpa pekerja sektor perikanan di Indonesia cukuplah parah. Pada awal tahun 2015 kemarin, dunia terperanjat akan Kasus Benjina dan Kasus Ambon yang melibatkan ratusan pekerja asing sebagai korban. Pastinya masih ada banyak kasus-kasus serupa lainnya yang tidak berhasil dikuak ke permukaan. Guna mengantisipasi dan mengatasi maraknya pelanggaran HAM yang terjadi di laut Indonesia, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dengan mengacu pada United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGP), mengundangkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia Perikanan (Permen KP HAM Perikanan).Hasil penelitian dari penulis menyatakan bahwa Permen KP HAM Perikanan merupakan bentuk inisiatif nyata dari pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menegakkan perlindungan HAM di laut Indonesia dan membuat Indonesia (kembali) berjaya di lautan melalui peningkatan kesejahteraan pekerja di sektor perikanan. Namun, inisiatif tersebut hanya akan abadi menjadi dokumen semata jika Ɵdak diiringi dengan penerapan yang baik dan matang, yang sayangnya masih terjadi hingga saat ini.
Tingkat Kerusakan Laut di Indonesia dan Tanggung Jawab Negara Terhadap Kerusakan Ekosistem Laut Dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut dan Konvensi Hukum Laut 1982 Fitri Lestari
Gema Keadilan Vol 4, No 1 (2017): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (704.912 KB) | DOI: 10.14710/gk.2017.3772

Abstract

Indonesia secara geografis merupakan negara dengan kelautan yang besar, memiliki ribuan pulau besar maupun kecil yang dipisahkan oleh lautan. Indonesia juga diapit oleh dua samudra, yaitu samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Dengan wilayah perairan yang luas membuat Indonesia menjadi negara yang kaya akan sumber daya laut. Banyak ikan dan terumbu karang yang hidup dalam perairan di Indonesia. Tak sedikit juga penduduk yang memanfaatkan sumber daya laut untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan untuk pemenuhan perekoniam mereka. Diwilayah pesisir banyak warga yang berprofesi sebagai nelayan, pengepul ikan, pembuat jaring untuk mengkap ikan, pembuat bom ikan, dan masih banyak lagi profesi yang ada. Kurang bijaknya beberapa nelayan yang menangkap ikan dengan bom dapat mengakibatkan rusaknya laut. Walaupun tidak semua nelayan melakukan metode penangkapan ikan dengan bom, ada nelayan yang tetap menggunakan metode tradisional misalnya dengan jaring. Penggunaaan bom untuk menangkap ikan dapat mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan ekosistem laut, selain itu juga adanya pembuangan limbah berbahaya yang mengakibatkan pencemaran laut oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, maka dari itu pemasalahan kerusakan laut merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan sebagai satu langkah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Sehingga tanggung jawab negara terhadap kelestarian laut di Indoensia sangatlah besar, diperlukan pertanggungjawaban baik dari sisi hukum nasional maupun hukum internasional secara lebih komprehensif agar ada kepastian hukum yang jelas terhadap berbagai kasus perusakan dan pencemaran laut.
Sikap Indonesia Terhadap Sengketa Laut Cina Selatan Pasca Putusan Permanent Court Of Arbitration 12 Juli 2017 Firdaus Silabi Al-Attar
Gema Keadilan Vol 4, No 1 (2017): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (953.983 KB) | DOI: 10.14710/gk.2017.3777

Abstract

Sengketa di Laut Cina Selatan, utamanya pada dua gugus kepulauan yaitu Spratly dan Paracell melibatkan 6 negara yaitu Cina, Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei. Indonesia bukan merupakan negara yang bersengketa langsung namun memiliki potensi dirugikan atas klaim Cina khususnya di wilayah Natuna. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana status hukum Laut Cina Selatan dan apakah yang dapat Indonesia lakukan dalam rangka menjaga kepentingan nasionalnya dan menjaga stabilitas kawasan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa klaim Cina atas wilayah Laut Cina Selatan dinyatakan melanggar UNCLOS 1982 oleh putusan arbitrase di Den Haag pada 12 Juli 2016 sehingga secara mutlak Cina tidak memiliki hak atas wilayah Laut Cina Selatan yang diklaimnya. Untuk menjaga kepentingan nasionalnya Indonesia perlu menyatakan dukungan terhadap putusan PCA disamping terus meningkatkan kekuatan dan eksistensi di wilayah perbatasan, lalu peran Indonesia dalam menjaga stabilitas kawasan adalah dengan menginisiasi terbentuknya Code ofConduct dan draft Declaration of Conduct.
Kebijakan Deregulasi dan Debirokratisasi Regulasi Ekonomi Kemaritiman sebagai Katalisator Nawacita Indonesia Poros Maritim Dunia Radityo Muhammad Harseno
Gema Keadilan Vol 4, No 1 (2017): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1042.721 KB) | DOI: 10.14710/gk.2017.3773

Abstract

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan (archepelagic state) terbesar di dunia yang dianugerahi dengan berbagai macam potensi kemaritiman di dalamnya. Sejak pasca-reformasi tepatnya pada pemerintahan Jokowi-JK paradigma pembangunan ekonomi nasional mulai berubah yang semula bertumpu pada daratan semata (land based economy) kini beralih ke arah ekonomi kemaritiman (maritime based economy). Salah satu perangkat lunak pembangunan ekonomi nasional adalah regulas sebagai instrumen yuridis yang digunakan untuk menjamin kepastian hukum, jika masih terdapat regulasi yang ada mengalami duplikasi, redundansi, dan irrelevant regulations yang menghambat pembangunan, maka perlu adanya kebijakan deregulasi dan debirokratisasi agar percepatan pembangunan ekonomi kemaritiman dapat segera teralisasi. Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan deregulasi dan debirokratisasi regulasi ekonomi kemaritiman serta untuk mengetahui implikasi dari kebijakan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi deregulasi dan debirokratisasi telah dilaksanakan melalui serangkaian paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pada September tahun 2015. Total ada 139 regulasi direlaksasi mengalami deregulasi dan debirokratisasi dengan berbagai klasifikasi kegiatan mulai dari kemudahaninvestasi, efisiensi industri, kelancaran perdagangan dan logistik, serta kepastian bahan baku sumber dalam negeri, untuk kemudian ditindakanjuti oleh Pemerintah Daerah. Dampak dari deregulasi dan debirokratisasi belum membuahkan hasil, sekitar 8 dari 11 regulasi yang telah direlaksasi belum dapat diimplementasikan secara optimal. Hal tersebut disebabkan oleh lambannya tindaklanjut Pemerintah Daerah yang memiliki kendali terhadap kegiatan industridan bisnis lainnya di daerahnya masing-masing. Maka dari itu perlu adanya keseriusan lebih dari Pemerintah Daerah untuk menunjang paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi regulasi ini agar berjalan dengan maksimal, serta agar percepatan pembangunan ekonomi kemaritiman dapat segera terwujud.

Page 1 of 2 | Total Record : 18