cover
Contact Name
Muhammad Syahrir
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
ma.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
Jl. Sungai Musi Km. 09 Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone, Sulawesi
Location
Kab. bone,
Sulawesi selatan
INDONESIA
Media Akuakultur
ISSN : 19076762     EISSN : 25029460     DOI : 10.15578/ma
Media Akuakultur as source of information in the form of the results of research and scientific review (review) in the field of applied aquaculture including genetics and reproduction, biotechnology, nutrition and feed, fish health and the environment, and land resources in aquaculture.
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 1 (2013): (Juni 2013)" : 10 Documents clear
PENYAKIT EKOR PUTIH (WHITE MUSCLE DISEASE) PADA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii de Man) Ikhsan Khasani
Media Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (147.964 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.1.2013.31-37

Abstract

Salah satu keunggulan sistem budidaya udang galah yang selama ini diyakini para pembudidaya adalah belum munculnya permasalahan penyakit serius sebagaimana pada sistem budidaya udang windu dan vaname, yang disebabkan oleh infeksi virus. Akan tetapi, pada lima tahun terakhir infeksi virus mulai dilaporkan mewabah pada sistem budidaya udang galah di dunia, dan menjadi masalah yang serius. Penyakit ekor putih (white tail disease, WTD) merupakan salah satu penyakit serius pada kegiatan pembenihan udang galah, karena dapat menyebabkan kematian hingga 100% pada fase pembenihan, dan akhir-akhir ini juga telah terjadi di beberapa hatcheri di Indonesia. Pada tahun 2011, WTD telah terjadi di hatcheri Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan Samas, Jogjakarta, dan disusul pada tahun 2012 di hatcheri Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi. Makalah ini merupakan gambaran mengenai virus MrNV (Macrobrachium rosenbergii Noda Virus), dampak yang ditimbulkan, serta upaya-upaya penanganan.
MANAJEMEN BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI KAMPUNG LELE, KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH Willy Nofian Muhammad; Septyan Andriyanto
Media Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.472 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.1.2013.63-71

Abstract

Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap ikan lele konsumsi membuat pembudidaya lele kesulitan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Desa Tegalrejo, salah satu desa di Kabupaten Boyolali pada tahun 2006 dinobatkan sebagai “Kampung Lele” oleh Gubernur Jawa Tengah dikarenakan mayoritas penduduknya melakukan usaha budidaya dan pengolahan lele. Namun produksinya hanya mampu memenuhi sebesar 30% dari seluruh permintaan pasar. Budidaya ikan lele tidak hanya teknologi yang dibutuhkan, namun juga dukungan masyarakat dan pemerintah terkait manajemen budidaya ikan lele sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Dalam rangka menunjang hal tersebut dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui aspek manajemen budidaya ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) meliputi perencanaan produksi kawasan, sistem kemitraan, pengorganisasian, dan pelaksanaan berupa manajemen pemeliharaan, produksi, serta analisis usahanya. Hasil pengamatan menunjukkan kegiatan perencanaan produksi kawasan dapat dikatakan baik, dilihat dari keberlanjutan produk, serta adanya kerjasama yang baik antara pembudidaya, supplier, dan kelompok budidaya. Begitu pula dalam aspek teknis budidaya, di mana seluruh kegiatan mengikuti SOP yang telah dibuat oleh kelompok dengan volume produksi mencapai 10 ton/hari. Sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar, serta peningkatan produksi dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang tidak digunakan untuk dijadikan lahan budidaya.
BUDIDAYA RUMPUT LAUT DALAM UPAYA PENINGKATAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN Bambang Priono
Media Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.205 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.1.2013.1-8

Abstract

Rumput laut (seaweed) merupakan salah satu komoditas potensial dan dapat dijadikan andalan bagi upaya pengembangan usaha skala kecil dan menengah yang sering disebut sebagai Usaha Kecil Menengah (UKM). Ini terjadi karena rumput laut sangat banyak manfaatnya, baik melalui pengolahan sederhana yang langsung dapat dikonsumsi maupun melalui pengolahan yang lebih kompleks, seperti produk farmasi, kosmetik, dan pangan, serta produk lainnya. Perairan Indonesia yang luasnya sekitar 70% dari wilayah Nusantara mempunyai potensi untuk usaha budidaya laut, termasuk di antaranya budidaya rumput laut. Jenis rumput laut yang mempunyai potensi untuk dibudidayakan adalah Eucheuma sp. dan Gracilaria sp. Upaya mengembangkan budidaya rumput laut jenis ini perlu dilakukan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitasnya, khususnya dalam rangka memenuhi permintaan industri. Tulisan ini membahas mengenai budidaya rumput laut yang sangat erat kaitannya dengan industri pengolahannya menjadi barang setengah jadi, yaitu tepung rumput laut atau biasa disebut “karaginan”, sebagai bahan baku industri produk farmasi dan lain sebagainya.
POTENSI DAN PROSPEK EKONOMIS UDANG MANTIS DI INDONESIA Iswari Ratna Astuti; Fitria Ariestyani
Media Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.954 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.1.2013.39-44

Abstract

Udang mantis merupakan salah satu komoditas hewan laut yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Udang mantis termasuk salah satu jenis krustase laut yang bernilai gizi tinggi, dengan kadar protein dapat mencapai 87,09%. Beberapa spesies udang mantis dikenal sebagai bahan makanan eksotis dan sebagai komoditas ekspor. Jenis jenis udang mantis yang bernilai ekonomi tinggi adalah dari famili Harpiosquillidae dan Squillidae. Dalam keadaan hidup, udang mantis dijual per ekor berdasarkan ukuran panjang, dengan kisaran Rp 10.000,- hingga Rp 80.000,-. Dalam keadaan mati, udang mantis dijual dengan harga Rp 45.000,-/kg. Udang mantis dapat hidup dalam air laut maupun air payau, dan sering dijumpai di daerah pesisir maupun pertambakan. Habitat sebagian besar udang mantis adalah pantai, senang hidup di dasar air terutama pasir berlumpur. Udang mantis mempunyai kemampuan beradaptasi yang tinggi, bahkan di daerah yang sudah terkontaminasi. Sampai saat ini udang mantis diperoleh dengan mengandalkan hasil tangkapan nelayan, yang ketersediaannya tergantung musim. Udang mantis merupakan salah satu hasil tangkapan sampingan nelayan dengan target tangkapan utama ikan maupun udang. Dalam rangka mencegah terjadinya penurunan hasil tangkapan sekaligus menjaga kelestarian populasi udang mantis, perlu dilakukan upaya budidaya. Domestikasi sebagai langkah awal dalam usaha budidaya perlu dilakukan, untuk itu, diperlukan penelitian/kajian tentang berbagai aspek seperti aspek biologi, ekologi, reproduksi, genetika, dan lain-lain. 
GURAME BATANG HARI: BENARKAH STRAIN BERBEDA ? (Suatu kajian genetik dengan menggunakan marker DNA) Estu Nugroho; Evi Rahayuni; Mimid Abdul Hamid
Media Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.329 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.1.2013.9-12

Abstract

Beberapa strain ikan gurame yang dikenal di masyarakat yaitu Blusafir, Soang, dan Bastar banyak dipelihara oleh para pembudidaya khususnya di Jawa Barat. Sementara strain Batang Hari diklaim hanya ada di daerah Jambi. Ikan gurame strain ini dikenal dengan dagingnya yang tebal dan lebar, sehingga banyak disenangi oleh masyarakat setempat. Strain Batang Hari ini perlu diverifikasi informasi latar belakang genetiknya sehingga dapat digunakan sebagai salah satu sumber plasma nutfah gurame dalam program pemuliaan. Hasil analisis DNA menunjukkan bahwa secara genetik tidak terdapat perbedaan yang nyata antara gurame Batang Hari dengan tiga strain lainnya yang tersebut di atas. Ada penciri DNA yang kemungkinan dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai salah satu kriteria dalam identifikasi strain gurame Batang Hari yaitu pada primer OPA-07.
PEMANFATAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK KELAPA (BUNGKIL KOPRA) DALAM PAKAN PEMBESARAN IKAN BARONANG (Siganus guttatus) DI KERAMBA JARING APUNG Kamaruddin Kamaruddin
Media Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.778 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.1.2013.45-48

Abstract

Usaha budidaya ikan secara intensif menuntut tersedianya pakan dalam jumlah yang cukup, berkualitas, tepat waktu, dan berkesinambung. Pemanfaatan bahan baku lokal yang berasal dari limbah industri seperti bungkil kopra dapat digunakan sebagai salah satu bahan penyusun pakan ikan baronang dengan pertimbangan murah, mudah diperoleh, tersedia setiap saat, dan mempunyai kandungan gizi baik. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah dengan penambahan bungkil kopra dalam pakan bisa memberikan respons pertumbuhan pada ikan baronang. Kegiatan ini dilakukan di keramba jaring apung (KJA) menggunakan waring hitam ukuran 1 m x 1 m x 2 m, dengan kepadatan 37 ekor. Benih yang digunakan berasal dari alam dengan bobot rata-rata 84,10 g/ekor. Penambahan bungkil kopra ke dalam pakan pembesaran ikan baronang sebanyak 43%, dapat memberikan laju pertambahan bobot 76,4 g dan sintasan 75,7% selama 90 hari pemeliharaan.
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN DI LAHAN GAMBUT Gleni Hasan Huwoyon dan Rudhy Gustiano Gleni Hasan Huwoyon; Rudhy Gustiano
Media Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.001 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.1.2013.13-21

Abstract

Indonesia merupakan negara dengan kawasan gambut tropika terluas di dunia, berkisar antara 13,5-26,5 juta ha (rata-rata 20 juta ha). Luas area gambut tersebut merupakan 50% gambut tropika dunia. Untuk mengoptimalkan potensi lahan gambut melalui perikanan diperlukan suatu strategi untuk menanggulangi masalah pH rendah. Pilihan strategi yang dapat diterapkan melalui pendekatan biologis adalah dengan memanfaatkan secara optimal ikan lokal yang telah beradaptasi dengan lingkungan tersebut selain itu, strategi pendekatan secara biologis lainnya adalah dengan melakukan introduksi ikan-ikan dari luar dan hasil rekayasa yang tahan terhadap perairan gambut. Beberapa jenis ikan yang telah diintroduksi dan mulai dikembangkan di perairan gambut adalah ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus), lele dumbo (Clarias gariepienus), dan ikan nila (Oreochromis niloticus) strain BEST (Bogor Enhanched Strain Tilapia). Untuk mendukung pengembangan budidaya yang berkelanjutan diperlukan adanya pemahaman pengelolaan lingkungan yang benar di perairan gambut. Untuk mengoptimalkan potensi yang ada perlu adanya transfer teknologi dalam pengembangan ikan-ikan yang berpotensi untuk dibudidayakan di perairan gambut agar kesejahteraan dan pembangunan daerah khususnya berbasis perikanan dapat tercapai.
MODEL PENERAPAN IPTEK PENGEMBANGAN KEBUN BIBIT RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii, DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA I Nyoman Radiarta
Media Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (407.683 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.1.2013.49-56

Abstract

Kabupaten Minahasa Utara dengan luas laut sekitar 295.000 km² dan panjang garis pantai sekitar 229,2 km memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar. Kabupaten ini telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan rumput laut sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.39/MEN/2011. Kebutuhan bibit merupakan faktor utama dalam pengembangan rumput laut. Ketersediaan bibit yang memadai, berkualitas, dan berkesinambung merupakan faktor penentu keberhasilan budidaya rumput laut. Model penerapan IPTEK dari program IPTEKMAS (ilmu pengetahuan dan teknologi untuk masyarakat), merupakan langkah efektif yang ditempuh oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya dengan tujuan penyebar luasan hasil penelitian dan pengembangan berupa teknologi pengembangan kebun bibit di Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara. Pelaksanaan IPTEKMAS di kabupaten ini melibatkan lima kelompok pembudidaya rumput laut dari dua desa yang berdampingan yaitu Desa Kema II dan Desa Kema III Kecamatan Kema. Pengembangan kebun bibit model IPTEKMAS ini diterapkan dengan sistem rawai (long line) berukuran 50 m x 35 m. Hasil kegiatan menunjukkan pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan di lokasi kegiatan sangat baik dengan rata-rata pertumbuhan setiap siklus pemeliharaan bibit adalah 200 g (bibit awal 50 g). Model penerapan IPTEK ini mendapat respons positif dari masyarakat pembudidaya.
BUDIDAYA IKAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG GUNA MENJAGA KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN PERAIRAN WADUK CIRATA Idil Ardi
Media Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.932 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.1.2013.23-29

Abstract

Eksistensi budidaya ikan sistem keramba jaring apung di Waduk Cirata terus berlangsung, meskipun banyak hasil penelitian yang menyatakan bahwa lingkungan perairan waduk sudah menurun. Keberadaan budidaya ikan sistem keramba jaring apung (KJA) tetap bertahan tidak terlepas dari dukungan berbagai macam sarana produksi ikan (saprokan). Namun demikian, pada tingkat pengelolaan budidaya yang tidak terkendali tentu akan berdampak buruk bagi lingkungan perairan waduk. Penelitian bertujuan mengkaji pola budidaya sistem keramba jaring apung yang dapat meminimalisasi beban sisa pakan. Penelitian dilakukan dengan metode survai lapang dan wawancara, serta pengisian kuisioner dengan responden pembudidaya ikan sebanyak 103 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sisa pakan dari aktivitas budidaya ikan sistem KJA yang terbuang ke lingkungan perairan waduk sebesar 23 kg fosfor (P) per petak KJA atau sebesar 900 ton P per tahun. Besarnya sisa pakan yang terbuang disebabkan oleh tingkat penggunaan pakan yang tinggi (FCR 1,51%), kandungan P pakan yang tinggi dan tingkat penyerapanpakan yang rendah terutama pada ikan mas. 
MENGENAL JENIS-JENIS CACING LAUT DAN PELUANG BUDIDAYANYA UNTUK PENYEDIAAN PAKAN ALAMI DI PEMBENIHAN UDANG Rasidi Rasidi
Media Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.976 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.1.2013.57-62

Abstract

Cacing laut merupakan salah satu jenis pakan alami yang banyak digunakan sebagai pakan induk udang di pembenihan udang. Jenis-jenis cacing laut yang dimanfaatkan sebagai pakan alami induk udang di pembenihan udang antara lain dari famili Nereidae dan Eunicidae. Famili Nereidae terdiri atas Nereis sp., Namalycastis, Perinereis nuntia. Famili Eunicidae terdiri atas Marphysa sp.-1, dan Marphysa sp.-2. Berbagai jenis cacing laut tersebut mempunyai nama lokal yang berbeda-beda di beberapa wilayah seperti di Kabupaten Serang, Cilacap, Situbondo, dan Barru. Masyarakat setempat memperoleh cacing laut tersebut dari penangkapan di alam antara lain di kawasan mangrove, tambak, dan pantai. Pembenihan udang sebagai pengguna sangat mengharapkan cacing laut dapat dibudidayakan sehingga kebutuhan pakan alami tidak tergantung dari hasil penangkapan saja. Pembenihan udang telah siap menerima produksi cacing laut dari hasil budidaya jika cacing laut berhasil dikembangkan, hal ini menjadi peluang pasar yang menjanjikan sehingga potensi dan peluang sebagai salah satu komoditas penting untuk memenuhi kebutuhan pakan alami dalam industri akuakultur terpenuhi.

Page 1 of 1 | Total Record : 10