cover
Contact Name
Benny K Heriawanto
Contact Email
yurispruden@unisma.ac.id
Phone
+6281996199671
Journal Mail Official
yurispruden@unisma.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
ISSN : 26143852     EISSN : 26143992     DOI : 10.33474
Core Subject : Social,
Jurnal Yurispruden merupakan jurnal yang menampung dan mempublikasikan tulisan hasil riset atau opini yang berkaitan dengan ilmu hukum secara umum dan luas, baik rumpun hukum perdata, hukum pidana dan hukum tata negara, baik dogmatika hukum, teori hukum atau filsafat hukum, yang disusun oleh akademisi, peneliti dan/atau praktisi hukum.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 2 No 2 (2019): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang" : 8 Documents clear
BIROKRATISASI PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA PASCA REFORMASI MELALUI PEMBENTUKAN KEMENTERIAN URUSAN HAM DAN PENGUATAN KOMNAS HAM Arasy Pradana A Azis
Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 2 No 2 (2019): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/yur.v2i2.1876

Abstract

ABSTRACTThe Reformation then became a momentum for improving the issues of upholding human rights in Indonesia, where human rights matters formally entered into the division of power. On the one hand, for the first time, a ministry was formed specifically to deal with human rights matters. While outside the executive body, Law No. 39 of 1999 strengthens the position of the National Commission of Human Rights which has actually been established since 1993. This phenomenon then raises a problem statement, on how bureaucratization of human rights after Reformation is manifested through the establishment of the National Human Rights Commission and the Ministry of Human Rights. It was found that each institution gained legitimacy from political dynamics in a more democratic public space. Between the state ministries for human rights and the National Commission of Human Rights, the principle of check and balances was carried out in their role as an organ of the Indonesian bureaucracy. On the one hand, the state minister for human rights is an extension of the executive's hand in managing human rights matters. As a counterweight, the National Human Rights Commission carries out the role of the state auxiliary bodies to monitor the government’s human rights work.Keywords:    Politic of Law, Bureaucratization, Human Rigths, Ministry of Law and Human Rights Affairs, National Commission of Human Rights. ABSTRAKPeristiwa Reformasi menjadi momentum perbaikan urusan penegakan HAM di Indonesia, di mana urusan HAM secara formal masuk ke dalam pembagian kekuasaan negara. Di satu sisi, untuk pertama kalinya dibentuk satu kementerian yang secara khusus menangani urusan HAM. Sementara di luar lembaga eksekutif, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menguatkan kedudukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang sejatinya telah terbentuk sejak tahun 1993. Fenomena ini kemudian menimbulkan satu rumusan permasalahan, yaitu bagaimana birokratisasi urusan HAM pasca reformasi termanifestasi melalui pembentukan Komnas HAM dan kementerian urusan HAM. Ditemukan bahwa masing-masing lembaga memperoleh legitimasi dari dinamika politik di ruang publik yang lebih demokratis. Antara kementerian negara urusan HAM dan Komnas HAM kemudian menjalankan prinsip check and balances dalam menjalankan perannya sebagai organ birokrasi Indonesia. Di satu sisi, kementerian negara urusan HAM merupakan perpanjangan tangan eksekutif untuk mengurus urusan HAM. Sebagai penyeimbang, Komnas HAM menjalankan peran sebagai state auxiliary bodies guna mengawasi kinerja HAM pemerintah.Kata Kunci: Politik Hukum, Birokratisasi, Hak Asasi Manusia, Kementerian Urusan HAM, Komnas HAM.
PENYADAPAN DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Silvi Habsari Duria Sumariyastuti
Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 2 No 2 (2019): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/yur.v2i2.2229

Abstract

ABSTRACT   News about wiretapping by parties with various purposes raises the pros and cons of whether the action can be carried out. On the one side, this action disturbes someone's privacy, but on the other side these actions can prove a crime. This article will highlight how human rights perspective in tapping. The research method used in this paper is normative legal research by library materials research. From the results of this study, it can be seen that the act of tapping is a human rights violation, especially privacy rights, but the privacy right is possible to be limited by law, of course by fulfilling certain conditions that make the act of tapping able to do. Without fulfilling these conditions, the act of tapping is a form of arbitrariness.Keywords: Tapping, Human Rights, Privacy Rights. ABSTRAKBerita-berita seputar penyadapan yang dilakukan pihak-pihak dengan berbagai tujuan menimbulkan pro dan kontra mengenai dapatkah tindakan tersebut dilakukan.  Satu sisi tindakan tersebut mengakibatkan privasi seseorang terganggu, namun di sisi lain tindakan tersebut dapat membuktikan suatu tindak kejahatan. Tulisan ini akan menyorot bagaimana penyadapan dipandang dari perspektif Hak Asasi Manusia. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa tindakan penyadapan merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia, khususnya hak privasi, namun terhadap hak privasi tersebut dapat dilakukan pembatasan oleh hukum, tentunya dengan memenuhi syarat-syarat tertentu yang membuat tindakan penyadapan tersebut menjadi dapat dilakukan. Tanpa pemenuhan terhadap syarat-syarat tersebut, maka tindakan penyadapan merupakan suatu bentuk kesewenang-wenangan.Kata Kunci: Penyadapan, Hak Asasi Manusia, Hak Privasi
IMPLEMENTASI KOMITMEN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM KONSTITUSI SEBAGAI WUJUD PEMENUHAN HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA DI INDONESIA Cholidah Cholidah
Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 2 No 2 (2019): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/yur.v2i2.2746

Abstract

ABSTRACTAs a concept of sustainable development it is seen to support the development of human rights, especially Ekososb rights where the fulfillment of human rights no longer focuses only on the current generation but also focuses on fulfilling human rights for future generations. This research was conducted with the aim of analyzing and understanding about Indonesia's commitment after signing the International Sustainable Development Goals Commitment in 2015. This research use normative juridical methods that will analyze the concept of sustainable development in Indonesian legislation and the relation of the concept of sustainable development to the fulfillment of human rights for the people of Indonesia. The author believes that basically the concept of sustainable development is a challenging target for Indonesia as a developing country, but the achievement of this target must be sought by making concrete steps in the framework of fulfilling the global commitments that have been made by the world community to realize justice Asasi is not only for people in developed countries but also for the current generation sustainable development commitment is expected to provide fulfillment of cross-generation and cross-Regional Human Key words: Suistainabel Development, Legislation, Human Rights ABSTRAKKonsep pembangunan berkelanjutan dipandang mendukung perkembangan HAM terutama hak ekonomi, sosial dan budaya dimana pemenuhan HAM tidak lagi hanya berfokus kepada generasi yang ada saat ini namun juga fokus terhadap generasi yang akan datang. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis dan memahami tentang komitmen Indonesia pasca melakukan penandatanganan Komitmen tujuan pembangunan berkelanjutan Internasional pada tahun 2015. Penelitian ini mengggunakan metode yuridis normatif dengan menganalisis tentang konsep pembangunan berkelanjutan di dalam perundangan Indonesia serta relasi konsep pembangunan berkelanjutan terhadap pemenuhan HAM bagi rakyat Indonesia. Penulis berpendapat bahwa konsep pembangunan berkelanjutan merupakan target yang cukup menantang untuk dicapai oleh Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang yang harus diupayakan dengan melakukan langkah-langkah konkrit dalam rangka pemenuhan komitmen global yang telah di buat oleh masyarakat dunia demi mewujudkan keadilan Asasi tidak hanya bagi masyarakat di negara-negara maju maupun generasi saat ini tetapi juga lintas generasi dan lintas regional.Kata kunci : Pembangunan Berkelanjutan, Perundang-undangan, Hak Asasi Manusia
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP NOODWEER SEBAGAI UPAYA PEMBELAAN YANG SAH Dwi Dasa Suryantoro
Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 2 No 2 (2019): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/yur.v2i2.2747

Abstract

ABSTRACTOne of the reasons is Criminal Defense removal emergency/Noodweer, in this author's analysis on how to review judicially against Noodweer legitimate defense effort as legally. The analysis in this research article using normative juridical approach to legal materials-based good literature as well as legislation. Noodweer is any act or conduct of a person to conduct the defence in an emergency due to an attack that is immediately or are against the law, where such attacks could threaten the safety of the body, lives, property and honor. It is also set forth in the book of the law of criminal law on article 49 paragraph 1 of the criminal code regulates about deeds/emergency Defense for oneself as well as others, honor, decency, or the property itself or others, due to an attack or the threat of attack is very close. But the emergency Defense must satisfy the elements of a defense emergency and not contrary to the purposes of the law i.e. fairness, certainty and benefit.Key words : Lawful Defense Noodweer.ABSTRAKSalah satu alasan penghapusan pidana adalah Pembelaan secara darurat/noodweer, dalam hal ini penulis melakukan analisa mengenai bagaimana tinjauan yuridis terhadap noodweer sebagai upaya pembelaan yang sah secara hukum. Analisa dalam artikel penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif berbasis bahan hukum baik literatur maupun perundang-undangan. Noodweer adalah segala tindakan atau perbuatan seseorang untuk melakukan pembelaan secara darurat karena adanya serangan yang bersifat seketika atau bersifat melawan hukum, dimana serangan tersebut dapat mengancam keselamatan pada tubuh, nyawa, harta benda dan kehormatan. Hal ini juga diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada Pasal 49 ayat 1 KUHP mengatur tentang perbuatan/pembelaan darurat untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena adanya serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat. Namun pembelaan secara darurat tersebut harus memenuhi unsur-unsur pembelaan darurat dan tidak bertentangan dengan tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan.Kata Kunci : Noodweer Pembelaan yang Sah. 
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PENGURUS KORPORASI TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Faisol Faisol
Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 2 No 2 (2019): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/yur.v2i2.2776

Abstract

ABSTRACTHuman Trafficking is a slavery in modern era. The crime of human trafficking is no longer a regional crime but has a turned into a global crime. At first this type of crime is only commited by individuals but as the economic development and cooperation relations between countries, the crime trafficking in person develops both in quality and quantity. Following up the issue, constitution no. 21 of 2007 has been made concerning the Eradication of Trafficking in Persons. The corporation which is involved in human trafficking crime, the criminal responsibility and punishment may be imposed directly on corporations and/or to corporate administrators as organs conducting corporate activities.Key words: Human Trafficking, Corporate, Corporate administrators Criminal Liability ABSTRAKPerdagangan orang merupakan sebuah perbudakan dizaman modern. Kejahatan perdagangan orang bukan lagi kejahatan yang bersifat regional melainkan telah berubah menjadi kejahatan yang bersifat global. Pada awalnya jenis kejahatan ini hanya dilakukan oleh perorangan namun seiring berkembangnya perekonomian dan hubungan kerja sama antar negara, kejahatan perdagangan orang mengalami perkembangan baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Menidndak lanjuti permasalahan tersebut maka dibuatlah Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Korporasi yang terlibat dalam tindak pidana Perdagangan orang maka untuk pertanggungjawaban pidana dan pemidanaannya dapat dijatuhkan langsung kepada korporasi dan/atau kepada pengurus korporasi selaku organ yang menjalankan kegiatan korporasi.Kata Kunci: Perdagangan Orang, Korporasi, Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Korporasi
MEMBUMIKAN KONSTITUSI INDONESIA SEBAGAI UPAYA MENJAGA HAK KEBHINEKAAN Abdul Wahid; Sunardi Sunardi; Dwi Ari Kurniawati
Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 2 No 2 (2019): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/yur.v2i2.2787

Abstract

ABSTRACTIndonesian constitution is the foundation of law which regulates the society, nation, and state of people in this country. One thing to highlight in the constitution is in relation with the life concession towards diversity (kebhinekaan) and non-diversity. Every citizen has the right to diversity so that this right demands everyone and anyone for respect. However, there are still several people who do not respect this right to diversity in the society. It could be proven by many people imposing their opinion, attitude, and behavior to others even though it is evident that this shows the practice of unconstitutionality. Based on these problems, it is necessary to have a discussion regarding how to ground the Indonesian constitution as an effort to safeguard the right to diversity. Constitutionality means that there is recognition, that every Indonesian citizen has the right to diversity, so that this right requires every person or party to respect him, and not harass or play with him.Key words: Diversity, Rights, Constitution, Citizen ABSTRAKKonsitusi Indonesia merupakan hukum dasar yang mengatur kehidupan bermsyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi rakyat di negara ini. Salah satu yang digariskan dalam konstitusi adalah mengenai pengakuan hidup atas keragaman (kebhinekaan), dan bukan keragaman. Setiap warga negara mempunyai hak kebhinekaan, sehingga hak ini menuntut setiap siapapun atau pihak manapun untuk menghormatinya. Sayangnya, di tengah masyarakat, masih banyak pihak yang tidak menghormati hak kebhinekaan ini. Terbukti tidak sedikit pihak yang memaksakan pendapat, sikap, dan perilakunya pada orang lain untuk mengikutinya, meskipun jelas-jelas ini merupakan wujud praktik inkonstitusionalitas. Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu adanya pembahasan terkait bagaimana cara untuk membumikan konstitusi indonesia sebagai upaya menjaga hak kebhinekaan. Secara konstitusionalitas berarti ada pengakuan, bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai hak kebhinekaan, sehingga hak ini menuntut setiap siapapun atau pihak manapun untuk menghormatinya, dan bukan melecehkan atau mempermainkannya.Kata kunci: Kebhinekaan, Hak, Konstitusi, Warga Negara
MENYOAL PENGATURAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM TERHADAP ANAK PASCA REFORMASI Aditya Wiguna Sanjaya
Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 2 No 2 (2019): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/yur.v2i2.2789

Abstract

ABSTRACTThe regulation regarding legal assistance for children has basically been stated in Law Number 11 of 2012, however in the formulation of regulation it appears that there is a contradiction between the meaning of legal assistance as legal rights and assistance as an obligation, especially in the context of legal assistance as an obligation attached to law enforcement officers. The purpose is to analyze whether the regulation of providing legal assistance to children in Law Number 11 of 2012 is in accordance with the principle of the best interest of the child, and provides ideas for formulating arrangements for providing legal assistance to children in the future. This paper using normative legal research methods with a legal approach and conceptual approach. The ideal arrangement in the future can be done by reformulating arrangements regarding existing legal assistance for children, namely eliminating legal aid as children's rights in the criminal justice system and formulating legal consequences in the form of illegal actions taken by law enforcement officials at every level of examination.Key words: Regulation, Legal assistance, Children ABSTRAKPengaturan bantuan hukum terhadap anak telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, namun dalam formulasi pengaturan tersebut tampak adanya pertentangan makna antara bantuan hukum sebagai hak dan bantuan hukum sebagai kewajiban, terlebih dalam konteks bantuan hukum sebagai kewajiban yang melekat pada aparat penegak hukum. Tujuan penulisan ini yaitu untuk menganalisis apakah pengaturan pemberian bantuan hukum terhadap anak dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 telah sesuai dengan prinsip the best interest of the child dan memberikan gagasan formulasi pengaturan pemberian bantuan hukum terhadap anak di masa yang akan datang. Dalam penulisan makalah ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Pengaturan ideal di masa mendatang dapat dilakukan dengan mereformulasi kembali pengaturan mengenai bantuan hukum terhadap anak yang ada yaitu menghapuskan bantuan hukum sebagai hak anak dalam sistem peradilan pidana dan memformulasikan akibat hukum berupa tidak sahnya tindakan yang dilakukan aparat penegak hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan.Kata Kunci: Pengaturan, Bantuan Hukum, Anak
MENYOAL KEKUATAN EKSEKUTORIAL PIDANA UANG PENGGANTI DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1971 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Handoko Alfiantoro
Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 2 No 2 (2019): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/yur.v2i2.2796

Abstract

ABSTRACTAn important instrument in law enforcement against corruption is the existence of an additional crime in the form of paying as much substitute money as same with corrupt money. However, it is still a problem with the law enforcement of criminal acts of corruption committed before the Law No.31/1999 concerning the Eradication of Corruption Crime was implemented. The Law No. 31/1999 which provided a clear solution to the steps of how if the penalty for substitute money was not paid was not contained in the RI Law No.3 of 1971. The opinion that if a corruption case excludes a judge made law, then it becomes possible if corruption cases in the past can still be prosecuted and tried in the present by using RI Law No.3 of 1971. This article use normative juridical research with a statute approach, comparative approach and conceptual approach, which aims to critically examine the executorial power of criminal substitute money in the Law No.3 of 1971 concerning the Eradication of Corruption CrimesKeywords: Corruption, Substitute Criminal Money, Strength Executorial. ABSTRAKInstrumen penting dalam law enforcement terhadap tindak pidana korupsi yaitu pidana tambahan berupa pembayaran sejumlah uang pengganti maksimal sama dengan uang yang telah dikorupsi. Namun masih menjadi persoalan terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi yang dilakukan sebelum Undang undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diberlakukan. Ketentuan Undang undang No.31 Tahun 1999 memberikan jalan keluar secara tegas tentang upaya apabila hukuman uang pengganti tersebut tidak dibayar yang tidak diatur dalam Undang undang No.3 Tahun 1971. Adanya pendapat jika perkara korupsi mengenyampingkan masa daluwarsa (judge made law), sehingga memungkinkan jika perkara korupsi pada masa lalu masih dapat dituntut dan diadili pada masa sekarang dengan menggunakan Undang undang No.3 Tahun 1971. Artikel ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif melalui pendekatan undang-undang, pendekatan perbandingan dan pendekatan konseptual yang bertujuan untuk mengkaji secara kritis kekuatan eksekutorial pidana uang pengganti dalam Undang undang No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Kata Kunci: Korupsi, Pidana Uang Pengganti, Kekuatan Eksekutorial.

Page 1 of 1 | Total Record : 8


Filter by Year

2019 2019


Filter By Issues
All Issue Vol 7 No 1 (2024): Yurispruden: In Press Vol 6 No 2 (2023): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 6 No 1 (2023): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 5, No 2 (2022): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 5 No 2 (2022): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 5 No 1 (2022): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 5, No 1 (2022): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 4, No 2 (2021): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 4 No 2 (2021): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 4 No 1 (2021): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 4, No 1 (2021): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 3, No 2 (2020): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 3 No 2 (2020): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 3, No 1 (2020): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 2 No 2 (2019): Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 2, No 2 (2019): Yurispruden : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 2, No 1 (2019): Yurispruden : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 1, No 2 (2018): Yurispruden : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 1, No 1 (2018): Yurispruden : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang Vol 1 No 1 (2018): Yurispruden : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang More Issue