cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. ponorogo,
Jawa timur
INDONESIA
MUHARRIK: JURNAL DAKWAH DAN SOSIAL
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education, Social,
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 2 No 01 (2019): Muharrik: Jurnal Dakwah dan Sosial" : 5 Documents clear
Rekontekstualisasi Pemikiran Islam dalam Manhaj Ushul Fiqh Hassan Hanafi Muhammad Said
MUHARRIK: Jurnal Dakwah dan Sosial Vol 2 No 01 (2019): Muharrik: Jurnal Dakwah dan Sosial
Publisher : Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (484.096 KB) | DOI: 10.5281/zenodo.3544708

Abstract

Abstrak Artikel ini mencoba membahas upaya pembaharuan Ushul Fiqh oleh Hasan Hanafi dalam karyanya ‘Min al-nahs ila al-waqi’. Pembaharuan yang ditawarkan Hanafi dalam karyanya ini adalah rekonstruksi Ushul Fiqh untuk merespon tantangan modernitas. Bagi Hanafi, Ushul fiqh adalah falsafah Hukum Islam. Ia menilai bahwa Ushul Fiqh hari-hari ini telah kehilangan fungsinya vitalnya sebagai falasfah bagi hukum Islam. Akibatnya, ummat Islam acapkali gagap ketika dihadapkan pada tantangan modernitas yang begitu kompleks. Kondisi semacam itu, menurut Hanafi disebabkan oleh “worldview” mainstream umat Islam terhadap turats; utamanya Ushul fiqh. Kebanyakan ummat Islam memandang Ushul Fiqh sebagai produk jadi, dan harus diterima apa adanya (taken for granted). Sehingga Ushul Fiqh menjadi produk yang terus dibaca secara berulang-ulang, tanpa adanya upaya pembacaan yang reproduktif. Padahal, pada awal kemunculanya, Ushul fiqh merupakan ‘perangkat teoritik’ dalam proses ijtihad. Sebagai piranti ijtihad, maka Ushul Fiqh senantiasa melibatkan : rasionalitas, teks dan konteks dalam memproduksi sebuah hukum (al-Istinbath al-ahkam). Maka dari itu, paper ini akan mencoba mengulas : Bagaimanakah ushul fiqh sebagai Falsafah hukum Islam dalam perspektif Hanafi? Bagaimana kontribusi gagasan Hanafi dalam konteks modern? Kata Kunci : Ushul fiqh, Falsafah, Hukum Islam, Turats. Abstract This article tries to discuss the renewal of Ushul Fiqh by Hasan Hanafi in his work "Min al-nahs ila al-waqi". The renewal offered by Hanafi in his work is the reconstruction of Ushul Fiqh to respond to the challenges of modernity. For Hanafi, Ushul fiqh is the foundation of Islamic Law. He considered that Ushul Fiqh had lost its vital function as a function for Islamic law. As a result, the ummah of Islam often stutter when faced with the challenges of modernity. Such conditions, according to Hanafi are caused by the mainstream worldview of Muslims towards turats; mainly Ushul fiqh. Most Muslims see Ushul Fiqh as a finished product, and must be accepted (taken for granted). So, Usul Fiqh is a product that continues to be read repeatedly, without any reproductive reading. In fact, at the beginning of its emergence, Ushul fiqh was a 'theoretical device' in the process of ijtihad. As a tool of ijtihad, Ushul Fiqh always involves: rationality, text and context in producing a law (al-Istinbath al-ahkam). Therefore, this paper will try to review: What is the ushul fiqh as a philosophy of Islamic law in Hanafi's perspective? What is the contribution of Hanafi's ideas in the modern context? Keywords : Ushul fiqh, Philosophy, Islamic Law, Turats.
Makna Puisi Wiji Thukul dalam Film “Istirahatlah Kata-Kata” dengan Pendekatan Semiotika Ferdinand De Saussure Adi Ari Hamzah
MUHARRIK: Jurnal Dakwah dan Sosial Vol 2 No 01 (2019): Muharrik: Jurnal Dakwah dan Sosial
Publisher : Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.644 KB) | DOI: 10.5281/zenodo.3544710

Abstract

Abstrak Puisi merupakan ungkapan yang ditulis menggunakan bahasa yang indah. Selain itu, puisi dapat digunakan sebagai media berkomunikasi, dengan menyelipkan pesan yang mengandung nilai kehidupan manusia. Tujuan puisi adalah membawa manusia melihat keindahan pesan dari puisi. Penelitian terhadap puisi Istirahatlah kata-kata dan Tanpa Judul karya Wiji Thukul dalam Film Istirahatlah Kata-Kata bertujuan untuk mengetahui secara mendalam kondisi sosial pada masa pemerintahan orde baru dimana banyak terjadi penindasan dan penculikan aktivis kala itu. Pengungkapan tersebut dilakukan dengan cara mengidentifikasi tanda-tanda berupa teks dalam puisi yang telah tersaji, kemudian tanda-tanda tersebut dimaknai dengan kondisi sosial. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, dengan menggunakan pedekatan semiotika Ferdinand De Saussure, yaitu dengan memilah yang dimaksud dengan signifier (Penanda, aspek material berupa tulisan, gambar maupun suara yang bermakana), signified (Pertanda; “gambaran mental” pemikiran atau konsep aspek mental dari bahasa), dan signification pada kalimat didalam puisi. Kata Kunci : Film Wiji Thukul, Makna Puisi, Semiotika. Abstract Poetry is an expression written in beautiful language. In addition, poetry can be used as a medium of communication, by inserting messages that contain the value of human life. The purpose of poetry is to bring people to see the beauty of the message of poetry. Research on poetry “Istirahatlah Kata-Kata” and “Tanpa Judul” of Wiji Thukul's work in the film of “Istirahatlah Kata-Kata” aims to find out in depth the social conditions during the New Order government where there were many oppressions and kidnappings of activists at that time. The disclosure is done by identifying the signs in the form of text in the poem that has been presented, then the signs are interpreted as social conditions. This research includes the type of qualitative research, using the semiotic approach of Ferdinand De Saussure, namely by sorting out what is meant by the signifier (Markers, material aspects in the form of writing, drawing and sounding), signified (Signs of "mental images" thinking or concepts of mental aspects from language), and signification on sentences in poetry. Keywords : Wiji Tukul, Film, The Meaning of Poetry, Semiotics
Pembajakan Hak Kekayaan Intelektual Perspektif Islam dan Perundang-undangan di Indonesia Heda Rery Kenanga Putri
MUHARRIK: Jurnal Dakwah dan Sosial Vol 2 No 01 (2019): Muharrik: Jurnal Dakwah dan Sosial
Publisher : Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.3544716

Abstract

Abstrak Kegiatan pembajakan karya cipta merupakan sesuatu yang meresahkan dan sudah bukan rahasia lagi khususnya bagi para pencipta/produksi suatu karya. Salah satu pembajakan karya intelektual yang sering kita jumpai adalah penggandaan buku. Sebagai orang yang bergelut di dunia pendidikan, sudah menjadi hal yang lumrah untuk menggandakan buku sebagai penunjang kegiatan pendidikan. Namun, masih banyak pelaku penggandaan buku baik mahasiswa, atau dosen yang belum paham mengenai hukum penggandaan buku. Banyak dari mereka yang beranggapan bahwa memfotocopy buku merupakan hal yang dibolehkan dalam hukum, sehingga mereka terus mengulangi perbuatan tersebut tanpa tahu hukum penggandaan karya yang berlaku di Indonesia. Fenomena ini dapat dengan mudah dijumpai dari tumbuhnya usaha-usaha fotokopi di sekitar perguruan tinggi. Usaha jasa fotokopi ini biasanya sekaligus menyediakan buku-buku teks hasil penggandaan. Ironisnya, mereka secara terang-terangan berani memajangkan buku-buku hasil penggandaan itu, tanpa peduli apakah penulis buku-buku dimaksud adalah juga dosen-dosen di perguruan tinggi di lokasi itu. Tulisan ini secara khusus akan membahas problematika terkait pembajakan karya cipta dalam perspektif Islam dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kata Kunci: HAKI, Islam, Undang-Undang, Pembajakan Abstract The activity of piracy of copyright works is something that is troubling and it is no secret especially for the creators / production of a work. One of the intellectual piracy works that we often encounter is the multiplication of books. As a person who struggles in the world of education, it has become commonplace to copy books to support educational activities. However, there are still many perpetrators of doubling books either students, or lecturers who do not understand the law of copying books. Many of them think that copying books is permissible in law, so they keep repeating these actions without knowing the copying laws that apply in Indonesia. This phenomenon can easily be found from the growth of photocopying businesses around universities. This photocopying service business usually provides duplicate textbooks. Ironically, they openly dare to display the copies of the books, regardless of whether the authors of the books are also lecturers at the university in that location. This article will specifically discuss the problems related to piracy of copyrighted works in the Islamic perspective and the regulations in Indonesia. Keywords: Intellectual property right, Islam, Law, Piracy
Menakar Peluang dan Tantangan Lulusan PTKIS Era Revolusi Industri 4.0 M. Yunus Abu Bakar
MUHARRIK: Jurnal Dakwah dan Sosial Vol 2 No 01 (2019): Muharrik: Jurnal Dakwah dan Sosial
Publisher : Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.014 KB) | DOI: 10.5281/zenodo.3544718

Abstract

Abstrak Situasi pergeseran tenaga kerja manusia ke arah digitalisasi merupakan bentuk tantangan yang perlu direspon oleh para mahasiswa dan almuni Perguruan Tinggi, terutama lulusan PTKIS. Tantangan ini perlu dijawab dengan peningkatan kompetensi alumni terutama penguasaan teknologi komputer, keterampilan berkomunikasi, kemampuan bekerjasama secara kolaboratif, dan kemampuan untuk terus belajar dan adaptif terhadap perubahan lingkungan. Di samping itu, alumni PTKIS mempunyai keunggulan tersendiri, mereka mempunyai; cultural capital, social capital, dan spiritual capital. Literasi data dibutuhkan oleh alumni Perguruan Tinggi untuk meningkatkan skill dalam mengolah dan menganalisis big data untuk kepentingan peningkatan layanan publik dan bisnis. Literasi teknologi menunjukkan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi digital guna mengolah data dan informasi. Sedangkan literasi manusia wajib dikuasai karena menunjukan elemen softskill atau pengembangan karakter individu untuk bisa berkolaborasi, adaptif dan menjadi arif di era “banjir” informasi. Kata Kunci: PTKIS, Revolusi Industri, Literasi Abstract The situation of shifting human labor towards digitalization is a form of challenge that needs to be responded by students and academics, especially graduates of Islamic Private University (PTKIS). This challenge needs to be answered by increasing alumni competence, especially mastering computer technology, communication skills, the ability to collaborate collaboratively, and the ability to continue to learn and adapt to environmental changes. In addition, PTKIS alumni have their own advantages, they have; cultural capital, social capital, and spiritual capital. Data literacy is needed by university alumni to improve skills in processing and analyzing big data for the benefit of improving public and business services. Technology literacy shows the ability to utilize digital technology to process data and information. Whereas human literacy must be mastered because it shows the soft skill element or individual character development to be able to collaborate, be adaptive and be wise in the flood era of information. Keywords: Islamic Private Institution, Industrial Revolution, Literacy
Revitalisasi Dakwah Sebagai Paradigma Pemberdayaan Masyarakat Teguh Ansori
MUHARRIK: Jurnal Dakwah dan Sosial Vol 2 No 01 (2019): Muharrik: Jurnal Dakwah dan Sosial
Publisher : Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.035 KB) | DOI: 10.5281/zenodo.3544714

Abstract

Pemberdayaan masyarakat merupakan bagian dari kegiatan dakwah yang seringkali dimaknai sebagai aktivitas oral (ceramah). Dakwah dalam bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dikenal dengan dakwah billhal. Berdakwah dengan tindakan (bilhal) semata-mata tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas keimanan mad’u, akan tetapi juga sebagai upaya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat sebagai mad’u. Peningkatan taraf kehidupan masyarakat bisa dilakukan dengan pola pemberdayaan. Seirama dengan paradigma pemberdayaan masyarakat, bahwa berdakwah mempunyai tujuan untuk mengubah keadaan mad’u melalui ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Pemberdayaan masyarakat memposisikan mad’u sebagai subjek maupun objek dalam kegiatan dakwah. Dalam perspektif Islam pemberdayaan masyarakat mempunyai tujuan yang mulia yakni menghilangkan kesenjangan sosial ekonomi antara satu dengan yang lain. Sehingga dalam Islam diajarkan prinsip-prinsip keadilan sosial, prinsip persamaan, prinsip partisipasi, prinsip penghargaan terhadap etos kerja,dan prinsip tolong menolong. Ada dua cara yang ditempuh dalam Islam dalam pemberdayaan masyarakat yakni pemberdayaan masyarakat yang bersifat konsumtif dan pemberdayaan masyarakat yang bersifat produktif.

Page 1 of 1 | Total Record : 5