cover
Contact Name
Imron Muttaqin
Contact Email
ejournalkhatulistiwa@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
ejournalkhatulistiwa@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Khatulistiwa
ISSN : 14125781     EISSN : 25028499     DOI : -
Core Subject : Religion, Social,
KHATULISTIWA: Journal of Islamic Studies welcome papers from academicias on theories, philoshopy, conceptual paradigms, academic research, as wel as religion practices, in particular, papers which consider the following general topics are invited; Islamic education, Islamic Law, Islamic Economic and Business, Qur’anic and Hadist Studies, Islamic Though and Literature, Islamic Peace, Science & Civilization in Islam and Islam in Local/nation The regular issues include June and December editions each year. The journal is concerned to publish research-based articles in the area of Islamic studies.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 1 (2017)" : 8 Documents clear
BUDAYA KHURUJ JAMA’AH TABLIGH: DIALEKTIKA ANTROPOLOGIS DAKWAH ISLAM Cucu Cucu
Khatulistiwa Vol 7, No 1 (2017)
Publisher : The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.315 KB) | DOI: 10.24260/khatulistiwa.v7i1.946

Abstract

Dalam konteks penerimaan dan penolakan terhadap kegiatan dakwah Jama’ah Tabligh, kajian dakwah sebagai sebuah fenomena, fakta social budaya Islam menjadi penting. Budaya Islam merupakan refleksi nilai Islam yang diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan kultural manusia. Islam sebagai realitas kultural merupakan produk dialektika antropologis Islam. Guna menjawab permasalahan di atas, dilakukan studi lapangan dengan metode studi kasus. Melalui teknik wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi, ditemukan bahwa kesungguhan komunitas jama’ah tabligh dalam dakwahnya merupakan refleksi ketauhidan dan kethaatan, serta kemanusiaan mereka terhadap seruan dakwah dalam Al-Qur’an dan Hadis. Simbol-simbol yang selalu mereka tampilkan selama khuruj merupakan pemikiran dan pemahaman mereka terhadap etika dan metode dakwah.
BERANDEP, KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT MELAYU DI DABONG, KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT Yusriadi Yusriadi
Khatulistiwa Vol 7, No 1 (2017)
Publisher : The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.758 KB) | DOI: 10.24260/khatulistiwa.v7i1.941

Abstract

Setiap komunitas memiliki kearifan lokal masing-masing. Kearifan lokal itu diperlukan untuk kepentingan keberlangsungan dan kenyamanan kehidupan mereka. Begitu juga dengan masyarakat Melayu yang ada di Dabong, Kubu Raya, Kalimantan Barat. Masyarakat Melayu di Dabong, memiliki banyak kearifan lokal; salah satu di antaranya adalah berandep. Berandep adalah bentuk kegiatan gotong royong warga dalam mengerjakan ladang, yang dilakukan pada musim tanam dan musim panen. Dalam berandep, beberapa orang membentuk kelompok sesuai dengan areal wilayah hamparan ladang, bekerja sama secara terkordinasi tanpa ikatan lembaga formal. Setiap orang menjadi bagian dalam sistem itu dapat berperan sebagai kordinator sekaligus anggota. Mereka mengamalkan budaya ini karena memperhitungkan bahwa berladang bersama dan saling tolong mendatangkan banyak manfaat untuk diri mereka. Kesadaran tentang manfaat berandep di ladang kemudian menyebabkan mereka membawanya ke laut dalam bentuk kelompok memancing. Kelompok ini bersifat longgar, dalam pengertian anggotanya tidak terikat dan tidak memiliki pemimpin formal. Kordinasi soal keberangkatan dan pembagian tugas muncul secara spontan. Keputusan selama perlayaran di laut diambil bersama. Kelonggaran juga nampak pada sistem pembayaran ongkos. Ongkos kapal, terutama ongkos minyak untuk mesin kapal, pada mulanya sebelum dan saat berangkat ditanggung oleh pemilik kapal, kemudian setelah kembali dari laut dibayar oleh anggota kelompok. Hasil ikan yang diperoleh setiap anggota menentukan berapa besar setiap anggota membayar ongkos kepada pemilik kapal. Banyak jumlah ikan yang diperoleh banyak juga “potongan” yang harus diserahkan kepada pemilik kapal. Sebaliknya, sedikit ikan yang diperoleh, sedikit pula potongannya. Malah, anggota kelompok yang tidak mendapatkan hasil, tidak dikenakan biaya ongkos kapal. Cara ini mengedepankan prinsip saling membantu antar masyarakat, bukan mengedepankan perhitungan untung rugi secara ekonomi.
STRATEGI PROSES BELAJAR MENGAJAR DALAM DUNIA KOMUNIKASI Baharuddin Baharuddin
Khatulistiwa Vol 7, No 1 (2017)
Publisher : The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.124 KB) | DOI: 10.24260/khatulistiwa.v7i1.947

Abstract

Kiranya tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa masalah belajar-mengajar adalah masalahnya setiap orang, karena kenyataannya memang demikian. Setiap kita bergaul dengan orang lain, hampir selalu menjadi “pelajar “ atau “ Pengajar “. Memang setiap orang apabila berhubungan dengan orang lain, baik secara langsung maupun tidak, boleh dikatakan selalu “belajar” “atau” “mengajar“. Memang setiap orang apabila berhubungan dengan orang lain, baik secara langsung maupun tidak, boleh dikatakan selalu “ belajar “ atau “ mengajar. “ Untuk menyebutkan beberapa contoh misalnya guru mengajar murid-murid, pelatih mengajar olah ragawan, dokter mengajar pasien bagaimana menelan obat, ibu rumah tangga mengajar pembantu rumah tangga, kepala kantor mengajar pegawainya tentang cara mengerjakan sesuatu tugas, tukang kayu mengajar pembantunya tentang cara-cara menggergaji kayu, kakak mengajar adiknya tentang cara naik sepeda dan sebagainya dan sebagainya. Jadi dalam kehidupan kita sehari-hari, baik kita sadari maupun tidak selalu terjadi proses belajar mengajar.
EKSISTENSI GURU DALAM CERMIN AKU Ach. Tijani
Khatulistiwa Vol 7, No 1 (2017)
Publisher : The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.5 KB) | DOI: 10.24260/khatulistiwa.v7i1.943

Abstract

Choosing to be a teacher cannot be separated from the self. Become a teacher also should be a self. However, constitution of reality precedes the identity, so the choice to become a teacher may not be of a self selecting. At this point, self as the subject come under pressure and compulsion. In response to these issues, a teacher has to get out of everything that forms itself from the outside. The possible option is the freedom of atheistic and theistic.
MANAJEMEN EVALUASI PENDIDIKAN DALAM APILIKASI KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DIKELAS Fachrurazi Fachrurazi
Khatulistiwa Vol 7, No 1 (2017)
Publisher : The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.385 KB) | DOI: 10.24260/khatulistiwa.v7i1.948

Abstract

Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bertujuan, artinya suatu kegiatan yang terikat oleh tujuan, terarah pada tujuan dan dilaksanakan khusus untuk mencapai tujuan itu. Apabila yang dituju atau dicapai adalah titik C, maka dengan sendirinya proses belajar belum dapat dianggap selesai, apabila yang dicapai dalam kenyataannya barulah titik A atau B. Dengan kata lain taraf pencapaian tujuan pengajaran merupakan petunjuk praktis tentang sejauh manakah interaksi educatif itu harus dibawa untuk mencapai tujuan akhir. Dalam masyarakat yang moderen, setiap proses pendidikan mempunyai pedoman umum tentang tujuan akhir yang akan dicapai. Pedoman itu bukan saja bersifat filosofis ( filsafat hidup ) tetapi juga bersifat politik ( politik pembangunan). Biasanya tujuan itu ditetapkan sebagai peraturan atau undang-undang. Bagi kita di Indonesia telah ditetapkan pola dasar, tujuan dan sistem pendidikan nasional secara umum yakni pendidikan nasional pancasila. Dari undang undang serupa itu dipancarkan ketentuan-ketentuan bagi tujuan lembaga tertentu menurut tingkat dan jenisnya. Misalnya untuk lembaga pendidikan umum, kita mengenal ada tujuan pendidikan Sekolah Dasar, SMTP dan SMTA. Untuk lembaga pendidikan kejuruan seperti SMEA, SPMA,STM,STMI dan lain sebagainya. Selain dari pada itu ada pula tujuan lembaga pendidikan tinggi. Maksudnya tiada lain adalah memberikan gambaran umum tentang kualitas manusia yang dicita-citakan terbentuk sebagai hasil pengalaman educatif dalam lembaga-lembaga tersebut.
KETERAMPILAN PENDIDIKAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Andri Lolo
Khatulistiwa Vol 7, No 1 (2017)
Publisher : The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.266 KB) | DOI: 10.24260/khatulistiwa.v7i1.944

Abstract

Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha yang dilakukan secara sadar oleh orang dewasa dalam rangka mendewasakan peserta didik. Usaha tersebut berupa bantuan bimbingan dan pengajaran kepada peserta didik baik dilakukan secara pribadi dalam keluarga maupun secara terorganisasi disekolah. Pendidikan itu umumnya dilakukan dalam suatu proses komunikasi antara pendidik dan peserta didik, dimana pendidikan membawa peserta didika kearah tujuan yang ingin dicapai yaitu tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan merupakan gambaran kedewasaan yang diinginkan oleh suatu masyarakat sesuai dengan pandangan hidup masyarakat itu. Di Indonesia tujuan pendidikan itu dirumuskan di dalam undang-undang nomor 2 tentang system pendidikan nasional yaitu manusia dewasa yang utuh, cerdas, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan tidak hanya usaha yang dilakukan secara sadar, tetapi juga harus sistematis dan terencana yang dilakukan oleh sekelompok orang yang menpunyai wewenang dan tanggung jawab untuk itu. Usaha seperti itu umumnya dilakukan di sekolah sebagai suatu organisasi kerja di bidang pendidikan tempat berlangsungnya proses komunikasi pendidikan.
AKULTURASI ISLAM, TRADISI DAN MODERNITAS DALAM AKTIVITAS EKONOMI MASYARAKAT KOTA PONTIANAK Ismail Ruslan
Khatulistiwa Vol 7, No 1 (2017)
Publisher : The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.005 KB) | DOI: 10.24260/khatulistiwa.v7i1.945

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang akulturasi Islam, tradisi dan modernitas dalam aktivitas ekonomi masyarakat Kota Pontianak. Dengan menggunakan metode kualitatif. Adapun hasil penelitian ini adalah telah terjadi akulturasi antara budaya Islam, tradisi dan moder yang ditunjukkan oleh pelaku usaha ekonomi di Kota Pontianak. Meskipun dikenal sebagai masyarakat rasional (modern) pelaku usaha juga bersinggungan dengan tradisi dan nilai-nilai agama Islam. Bahkan tampak pula internalisasi nilai-nilai Islam dalam perilaku usaha sehari-hari. Segala perilaku ekonomi yang dipandang bertentangan dengan agama dan tradisi Islam tidak dipergunakan. Demikian juga Unsur-unsur modern juga mudah diterima oleh pelaku ekonomi di Kota Pontianak. Akulturasi keduanya tampak pada perilaku ekonomi yang rasional, selalu mempertimbangkan aspek modern dalam usaha.
BERANDEP, KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT MELAYU DI DABONG, KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT Yusriadi Yusriadi
Khatulistiwa Vol 7, No 1 (2017)
Publisher : The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.758 KB) | DOI: 10.24260/khatulistiwa.v7i1.942

Abstract

Setiap komunitas memiliki kearifan lokal masing-masing. Kearifan lokal itu diperlukan untuk kepentingan keberlangsungan dan kenyamanan kehidupan mereka. Begitu juga dengan masyarakat Melayu yang ada di Dabong, Kubu Raya, Kalimantan Barat. Masyarakat Melayu di Dabong, memiliki banyak kearifan lokal; salah satu di antaranya adalah berandep. Berandep adalah bentuk kegiatan gotong royong warga dalam mengerjakan ladang, yang dilakukan pada musim tanam dan musim panen. Dalam berandep, beberapa orang membentuk kelompok sesuai dengan areal wilayah hamparan ladang, bekerja sama secara terkordinasi tanpa ikatan lembaga formal. Setiap orang menjadi bagian dalam sistem itu dapat berperan sebagai kordinator sekaligus anggota. Mereka mengamalkan budaya ini karena memperhitungkan bahwa berladang bersama dan saling tolong mendatangkan banyak manfaat untuk diri mereka. Kesadaran tentang manfaat berandep di ladang kemudian menyebabkan mereka membawanya ke laut dalam bentuk kelompok memancing. Kelompok ini bersifat longgar, dalam pengertian anggotanya tidak terikat dan tidak memiliki pemimpin formal. Kordinasi soal keberangkatan dan pembagian tugas muncul secara spontan. Keputusan selama perlayaran di laut diambil bersama. Kelonggaran juga nampak pada sistem pembayaran ongkos. Ongkos kapal, terutama ongkos minyak untuk mesin kapal, pada mulanya sebelum dan saat berangkat ditanggung oleh pemilik kapal, kemudian setelah kembali dari laut dibayar oleh anggota kelompok. Hasil ikan yang diperoleh setiap anggota menentukan berapa besar setiap anggota membayar ongkos kepada pemilik kapal. Banyak jumlah ikan yang diperoleh banyak juga “potongan” yang harus diserahkan kepada pemilik kapal. Sebaliknya, sedikit ikan yang diperoleh, sedikit pula potongannya. Malah, anggota kelompok yang tidak mendapatkan hasil, tidak dikenakan biaya ongkos kapal. Cara ini mengedepankan prinsip saling membantu antar masyarakat, bukan mengedepankan perhitungan untung rugi secara ekonomi.

Page 1 of 1 | Total Record : 8